Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger ajah

blogger @ sigitbud.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sikapi Budaya Kerokan Secara Bijak

20 November 2017   12:56 Diperbarui: 20 November 2017   13:09 1927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola kerokan yang betul


Sedari kecil saya hidup dalam tradisi budaya di kota Solo.  Istilah "kerokan" atau kegiatan menggesek mata uang logam ke kulit tubuh bukan hal asing.

Waktu itu "kerokan" juga menjadi "momok" bagi anak - anak kecil umuran 5 - 7 tahun. Beberapa ibu -ibu sering mengancam anak-anaknya yang untuk "dikeroki". Dus, namanya anak - anak pada ketakutan, mereka tahu "kerokan" itu sakit. Perih rasanya pada kulit anak-anak kalau cara mengeroknya seperti pada orang dewasa.

Alhasil banyak anak - anak reda kenakalannya kalau sudah diancam ibunya. Padahal ibu - ibu mereka juga mengeroki kalau mereka masuk angin atau demam. Tentunya dengan cara penuh kasih dan perlahan sehingga anak merasa nyaman.

Pada masyarakat Jawa dimana saya dibesarkan, tradisi kerokan sudah melegenda sebagai "pertolongan pertama" saat ada gangguan kesehatan tubuh. Biasanya bila tubuh mengalami gejala demam, perut kembung, otot kaku, "kerokan" lazim dilakukan.

Setelah SMA dan kuliah saya melihat tradisi "kerokan" ini kurang beradab, "ndheso", dan tidak higienis. Maklumlah, orang - orang yang baru melihat dunia luar cenderung melihat kearifn lokal tidak berbudaya atau kampungan.

Padahal kita sering lupa, tradisi dan budaya termasuk "kerokan" yang membuat masyarakat termasuk kita bisa bertahan hidup (survive) di masa lalu sampai hari ini.

Hingga saya ikut event Nangkring membahas "Kerokan" bersama Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Solo (UNS), Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo,dr, PAK, MM, M.Kes. saya baru tahu argumen ilmiah dari "Kerokan".

Tadinya saya tidak tahu alasan ilmiah dari tradisi bisa menyehatkan tubuh. Dari penuturan Prof. Didik Gunawan saya paham bahwa kerokan adalah salah satu metode penyembuhan berbasis akupuntur. Dimana penggeseran mata uang logam pada titik syaraf di belakang tubuh (punggung) mengaktifkan syaraf lain yang terhubung dengan rasa sakit.

Selain itu "kerokan" memicu peningkatan kadar endorfin secara signifikan. Apa itu endorfin?  Menurut penelitian Prof Didik,  hormon endorfin dihasilkan oleh kelenjar pituitary yang terletak di bagian bawah otak.  Endorfin memiliki banyak manfaat, diantaranya mengatur hormon pertumbuhan dan seks, mengendalikan rasa nyeri, mengendalikan perasaan stress, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Okelah, penelitian tersebut bagus, sebaiknya kita juga memanfaatkan informasi lain soal efek negatifnya. Tujuannya agar kita hati - hati dalam menerapkan "kerokan" ini.

Saya mengalami sendiri, saat umuran 7 tahun pernah mengalami retak tulang di samping leher. Kulit di atas tulang tersebut berwarna merah (memar). Lalu dikerok oleh ibu saya, selama beberapa hari tidak sembuh, bahkan dibawa ke tukang urut juga "sami mawon".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun