Wacana merupakan bentuk produksi bahasa sebagai aktualisasi dari kegiatan komunikasi dan interaksi. Wacana terwujud dalam bentuk lisan seperti bentuk pidato, wawancara, percakapan dan berbagai bentuk lainnya serta dalam bentuk tulis seperti surat, berita, buku, dan lainnya. Melihat cakupan tersebut, wacana menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dan dihindari dalam kegiatan berkomunikasi manusia.
Untuk dapat menerima, merespons, dan memproduksi wacana diperlukan pengetahuan tekstual dan kontestual secara komprehensif. Pemahaman tekstual berhubungan dengan kecakapan terhadap unsur-unsur kebahasaan yang menjadi bagian dari produksi wacana. Unsur tersebut dibagi menjadi dua, yaitu unsur leksikal dan gramatikal. Sumarlam (2010) menjelaskan bahwa unsur leksikal meliputi repetisi, sinonim, antonim, kolokasi, hiponimi, dan ekuivalensi. Selanjutnya, unsur gramatikal terdiri dari referensi, subtitusi, elipsis, dan konjungsi. Kedua unsur tersebut berperan dalam mengahasilkan wacana yang kohesi dan koheren.
Tidak kalah penting dari pengetahuan tekstual, unsur kontekstual juga berkonstribusi dan menentukan keberhasilan dalam berkomunikasi. Secara sederhana kontekstual dapat dimaknai sebagai latar dan suasana yang mengiringi sebuah wacana. Para linguis menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi perlu memerhatikan aspek-aspek yang berhubungan dengan konteks. Dell Hymes seperti yang dikutip oleh Mulyana (2005), merumuskan aspek-aspek yang berhubungan dengan konteks disingkat dengan SPEAKING. Akronim tersebut terdiri dari S (setting dan scene), yaitu latar dan suasana; P (participants), orang yang terlibat dalam tuturan; E (ends), hasil atau tanggapan pembicaraan; A (act sequences), pesan atau amanat; K (key), yaitu cara dalam melakukan percakapan; I (Insrumentalist), yaitu sarana percakapan; N (norms), yaitu norma dan aturan yang membatasi percakapan, dan G (genres), yaitu jenis atau bentuk wacana.
Pengetahuan tekstual dan kontekstual penting dan wajib dikuasai oleh multigenerasi khususnya dalam mencerna dan menanggapi informasi baik secara  lisan maupun tulisan. Apalagi di era  sekarang, muncul variasi bahasa yang beragam yang membutuhkan kecermatan untuk memahaminya. selain itu, pada wacana tulis dapat dijumpai pemanfaatan unsur tekstual dan kontekstual dari beberapa informasi di berbagai media, khususnya media sosial. Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna media sosial tertinggi di dunia. Berbagai interaksi dapat dilihat dari unggahan dan komentar di berbagai media sosial. Namun, tidak jarang warganet kurang mencerna dengan bijak terhadap informasi yang diterima khususnya pada wacana bernada politik. Perlu pemahaman tekstual dan kontekstual lebih mendalam terhadap wacana yang diterima sehingga masyarakat lebih kritis dalam menerima, memproses informasi, hingga bijak dalam meresponsnya. Â
Ditulis bersama dengan Bapak Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNS, Ketua Umum ADOBSI 2014-2024, Pegiat lIterasi Arfuzh Ratulisa
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI