Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Andai Soekarno-Hatta Gagal Diculik dan Napak Tilas Jejak Kolonial di Balikpapan

17 Agustus 2022   11:47 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:13 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar via Tirto.id

Pada tanggal 15 Agustus 1945, sekelompok pemuda yang di antaranya adalah Chairul Saleh, Mr. Achmad Soebardjo, Wikana, dkk, mengadakan suatu perundingan disalah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta.

Dalam perundingan rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh ini kemudian menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia adalah keputusan dari rakyat Indonesia, bukan dari Jepang.

Mereka memutuskan agar pelaksanaan kemerdekaan Indonesia dilepaskan dari segala ikatan PPKI yang disinyalir merupakan badan bentukan Jepang dan janji Jepang soal kemerdekaan Indonesia.

Pada malam hari tanggal 15 Agustus 1945 ini pula, Wikana dan Darwis membawa hasil keputusan perundingan untuk disampaikan kepada Soekarno-Hatta, agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan pada tanggal 16 Agustus 1945, sebab kalau Soekarno-Hatta menolak, maka akan terjadi pergolakan besar.

Akan tetapi hasil keputusan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Soekarno-Hatta karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI, dan menyatakan harus dirundingkan terlebih dulu dengan badan buatan Jepang itu. 

Namun dalam hal ini, golongan muda tidak tinggal diam, setelah menerima penolakan dari Soekarno-Hatta, para tokoh golongan muda atau perkumpulan "Menteng 31" mengadakan rapat yang digelar di Jalan Cikini 71, Jakarta.

Mereka pun pada akhirnya memutuskan untuk membawa alias "Menculik" Soekarno dan Hatta ke Rengasdenglok dalam rangka menjauhkan keduanya dari pengaruh Jepang.

Kemudian dini hari pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh, "menculik" Soekarno dan Hatta lalu dibawa ke Rengasdengklok, Karawang.

Kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, hingga pada akhirnya terjadi kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dari golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.

Secara singkatnya, hasil setelah terjadinya Peristiwa Rengasdengklok adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia telah berhasil di Proklamirkan pada Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 di kediaman Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Jakarta.

Ilustrasi gambar Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 | Dokumen Foto via Kompas.com
Ilustrasi gambar Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 | Dokumen Foto via Kompas.com

Andai Soekarno-Hatta gagal di culik?

Ya. Andaikata saat itu, Soekarno-Hatta gagal diculik oleh para pemuda atau tidak ada ide ataupun gagasan untuk menculik kedua tokoh tersebut, bisa jadi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia prosesnya akan panjang dan berbelit-belit.

Bukan hanya itu juga, mungkin tanggal 17 Agustus tidak akan pernah tertulis jadi sejarah abadi kemerdekaan Indonesia dan pada akhirnya kemerdekaan Indonesia hanyalah terkesan merupakan hadiah pemberian Jepang belaka.

Apalagi juga dalam hal ini, Soekarno dan Moh. Hatta, dan tokoh-tokoh lainnya atau dari golongan tua, menentang keras golongan muda dan tetap menginginkan agar proklamasi tetap dilakukan melalui proses PPKI.

Sedangkan dari golongan pemuda menginginkan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang, dan juga bermaksud agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. 

Secara intinya golongan pemuda menginginkan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia. Sebab kalau diproses melalui PPKI, maka kemerdekaan Indonesia menjadi seolah-olah merupakan pemberian atau hadiah dari Jepang.

Ya, Alhamdulillah pada saat itu, para golongan muda memiliki keberanian untuk "menculik" Soekarno-Hatta yang tentunya nyawa lah taruhannya, karena pada saat itu Jepang sedang ketat-ketatnya mengadakan pengamanan karena ada potensi pergolakan atau kericuhan besar di negeri kita saat itu.

Yang jelas, keberhasilan "penculikan" Soekarno-Hatta oleh para golongan pemuda saat itu, membuktikan sekaligus menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia dan menjadi tonggak sejarah abadi di Proklamirkannya Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Korelasinya dengan napak tilas jejak kolonial di Balikpapan.

Pada awal 1942, Jepang sudah menguasai salah satu wilayah di Kalimantan Timur, yakni Balikpapan, alasan Jepang menguasai Kalimantan karena wilayahnya sangat strategis dan memiliki banyak simpanan minyak bumi.

Namun pada akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pada tanggal 15 Agustus 1945, dan semenjak ini pula mengawali kedatangan NICA atau pemerintahan sipil Hindia Belanda dan Sekutu ke Indonesia termasuk ke wilayah Balikpapan.

Sejak Mei hingga Agustus 1945, pasukan Australia yang tergabung dalam pasukan sekutu dan termasuk juga pasukan Belanda NICA (Nederlandsch Indische Civiele Administratie) datang menggempur Jepang di Balikpapan dan pada akhirnya juga wilayah Balikpapan berhasil dikuasai dan di dominasi oleh pasukan NICA Belanda.

Ya. Masyarakat Balikpapan memang terlambat mengetahui proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, sebab pada masa itu sulit sekali menangkap siaran radio bahkan banyak radio yang dirusak oleh pihak Jepang.

Informasi kemerdekaan RI baru diketahui melalui radio Australia beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan dan juga dari pekerja BPM (N. V. Bataafsche Petroleum Maatschappij) atau sekarang Pertamina Balikpapan, padahal dalam kurun waktu ini justru pasukan Belanda NICA (Nederlandsch Indische Civiele Administratie) yang menguasai Balikpapan.

Sehingga untuk mempertegasnya, maka pada tanggal 13 November 1945 rencananya akan dikibarkan bendera merah putih secara resmi, akan tetapi prosesi tersebut gagal dilaksanakan, padahal saat itu ribuan warga Balikpapan sudah tumpah ruah di lokasi pengibaran bendera di kawasan Karang Anyar.

Rencananya pengibaran bendera merah putih tanggal 13 November 1945, dipimpin oleh Abdul Moethalib tokoh Komite Indonesia Merdeka (KIM) Balikpapan, namun sayangnya Pengibaran bendera merah putih gagal, Abdul Moethalib yang sedang berdiri di podium ditangkap oleh Polisi Militer Belanda.

Meskipun pada tanggal 13 November 1945 tersebut pengibaran bendera merah putih memang gagal dilakukan, namun warga Balikpapan sudah banyak mengibarkan sendiri bendera merah putih di kampung-kampung masing-masing.

Peristiwa bersejarah ini kemudian diabadikan dalam bentuk tugu pahlawan atau Tugu Peristiwa Demonstrasi Rakyat Balikpapan yang berdiri di kawasan kompleks Pertamina di Karang Anyar Balikpapan.

Dan tentunya dalam perjalanan waktu terjadilah pergolakan semenjak NICA Belanda menguasai Balikpapan dengan warga Balikpapan hingga akhirnya terusir sekira pada Tahun 1950-an, dan ini tidaklah mudah, banyak tetes darah para pahlawan, korban jiwa, dan harta benda demi mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.

Ilustrasi gambar Peristiwa Demonstrasi Rakyat Balikpapan | Dokumen Foto Via IDN Times/Mela Hapsari
Ilustrasi gambar Peristiwa Demonstrasi Rakyat Balikpapan | Dokumen Foto Via IDN Times/Mela Hapsari

Jejak Kolonial di Balikpapan dan Pelajaran Berharganya.

Salah satu tonggak sejarah paling berpengaruh semenjak Indonesia merdeka adalah tugu Australia yang merupakan monumen yang dibangun pada 1945 oleh Pemerintah Australia di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Monumen ini didirikan untuk mengenang jasa para tentara Australia yang bertempur melawan Jepang sekira Juli 1945, dan pada tugu ini tercatat nama-nama pasukan Australia dan Selandia Baru yang gugur saat menggempur Jepang di Balikpapan, terletak di Kecamatan Balikpapan Kota, Jalan Sudirman, di depan Lapangan Merdeka, Balikpapan.

Tugu Australia foto via Budisusiloblogspot.com
Tugu Australia foto via Budisusiloblogspot.com

Sebenarnya banyak jejak peninggalan kolonial ini, juga termasuk beberapanya bisa baca di artikel penulis yang ini : https://www.kompasiana.com/sigit19781986/5ca1917dcc52837b0d152d42/balikpapan-punya-wisata-sejarah

Yang jelas, dari sudut pandang penulis, maka tentang kedatangan tentara Australia lah yang paling berpengaruh, karena pada akhirnya perkembangannya kemudian justru NICA Belanda yang menguasai Balikpapan.

Artinya setelah Australia, Selandia Baru, termasuk NICA Belanda berhasil mengalahkam Jepang di Balikpapan, maka NICA Belanda lah yang memegang otoritas kuasa atas Balikpapan.

Imperium penjajahan Jepang yang akhirnya runtuh tapi justru kembali terganti oleh imperium penjajahan baru yaitu NICA Belanda, padahal setelahnya Indonesia telah merdeka, tapi justru NICA Belanda tidak mengakuinya.

Ya. Dalam prosesnya memang sebelum Proklamasi Kemerdekaan di Proklamirkan Pada 17 Agustus 1945, Jepang telah terusir dari Balikpapan hingga akhirnya di kuasai oleh NICA Belanda, sampai pada akhirnya NICA Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.

Jelas sejarah yang tertoreh di Balikpapan ini jadi pelajaran berharga buat kekinian, untuk selalu memahami tentang pentingnya informasi aktual dan untuk selalu mengenang jasa para pahlawan Balikpapan yang saat itu tersadar bahwa Indonesia sudah merdeka, dan tak sedikit yang gugur untuk memperjuangkan Kemerdekaan ini.

Karena bisa dilihat saat itu, warga Balikpapan sempat menganggap bahwa kedatangan sekutu yang di boncengi NICA Belanda adalah bak pahlawan bagi masyarakat Balikpapan. Namun pada kenyataannya justru NICA Belanda ingin kembali mencengkeram Balikpapan, alias menjajah Balikpapan.

Pun juga, dari sisi positifnya meski dari jejak kolonial ini, masyarakat juga mendapatkan warisan edukasi soal pengolahan minyak bumi dan edukasi lainnya yang bermanfaat dari para kolonial, namun yang namanya penjajahan di muka bumi ini tetaplah bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Yang jelas kalau dari sisi manfaat warisan kolonial soal edukatifnya bisa jadi warisan yang berharga untuk lebih dikembangkan atas jerih payah sendiri bagi ke depannya, untuk menciptakan inovasi-inovasi baru hingga kekinian.

Jadi intinya, dari sisa-sisa peninggalan jejak kolonial para penjajah boleh dikenang dan jadi ada yang jadi warisan edukatif, tapi harus diambil pelajaran dan jadi pembelajaran berharga, bahwa jangan pernah melupakan sejarah dan jangan pernah melupakan jasa para pahlawan yang berjuang memerdekakan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Yang jelas, sejarah kelam penjajahan di negeri kita ini, jangan pernah sampai terulang kembali, dan soal sejarah bangsa Indonesia ini harus selalu diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi bangsa, agar sejarah bangsa yang besar ini tidak sampai sirna tergerus waktu, tapi akan terus tertanam abadi dalam jiwa serta tak lekang oleh waktu dalam setiap generasi bangsa di NKRI yang kita cintai betsama ini.

Sumber literasi artikel dari membaca berbagai literasi sejarah, diantaranya Historia.id, tirto.id, dan sebagainya 

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun