Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi di Antara "Rapuhnya" Komunikasi Publik Pemerintah

5 Maret 2021   14:36 Diperbarui: 5 Maret 2021   14:42 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar via Kompas.com

Tidak hanya itu, komunikasi publik juga sering tidak konsisten atau plintat-plintut, istilahnya pagi bilang begini, siang bilang begitu, lalu malamnya bilang begono, bahkan parahnya lagi kerap juga blunder.

Bahkan ternyata, pernah sampai terjadi misleading, masalah sudah menjadi salah paham dan salah pemahaman, terjadi miss informasi dan disinformasi, semakin meruncing hingga tercipta konflik seperti saat launcing UU Ciptaker yang silam.

Lalu, seperti yang juga jadi polemik teranyar, ketika Presiden Jokowi memberi pernyataan ajakan kepada publik untuk mencintai produk dalam negeri dan "benci" terhadap produk asing.

Padahal pemerintah sendiri sedang mengembar gemborkan masuknya investasi asing, tapi pernyataan Presiden Jokowi justru berbanding kontradiktif, malahnya publik disuruh membenci produk luar negeri.

Penulis sih sebenarnya agak sedikit yakin, mungkin maksud Presiden Jokowi bukan seperti itu sih, mengajak membenci produk luar negeri, mungkin Presiden Jokowi bermaksud mem-branding produk dalam negeri, agar lebih dicintai publik, tapi yaitu itu, sayang banget ada sedikit blunder, tentang narasi penyampaiannya, kenapa sih kok mesti harus ada kata "benci."

Padahal sebenarnya kalau misal ya, ini misal loh ya, Presiden Jokowi cuman menarasikan untuk mencintai produk dalam negeri tanpa embel-embel menggaungkan ajakan kebencian, ya ga bakal jadi polemik, tapi ya mau bagaimana lagi, sudah telanjur begitu dan jadi polemik.

Mau engga mau, para bawahannya harus sibuk mencari narasi yang bisa setidaknya mengcounter apa yang sudah telanjur jadi pernyataan Presiden Jokowi tersebut dan ini wajar, dan memang sudah harus jadi kewajiban para bawahannya agar selalu sigap dalam membuat klarifikasi dan sanggahan untuk tetap menjaga kredibilitas Presiden dan pemerintah.

Ilustrasi gambar via surabayapagi.com
Ilustrasi gambar via surabayapagi.com

Nah, inilah setidaknya yang jadi gambaran gamblang, terkait bagaimana rapuhnya komunikasi publik pemerintahan Jokowi ini, yang pada realitanya sering juga bikin blunder dan menyebabkan misleading di antara publik.

Di sinilah yang seyogianya bisa menjadi perhatian mendasar dari pemerintah agar kiranya ke depan, mau berlapang dada dan berbesar hati, dapat mengevaluasi dan memperbaiki komunikasi publiknya.

Tapi entahlah, karena semua juga tinggal bagaimana keikhlasan dari para pejabat penyelenggara negara ataupun para pejabat publik, mau atau tidak, ya terserah saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun