Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kudeta Berdarah Ra Kuti hingga Berhasil Jadi Raja Majapahit

30 September 2020   19:32 Diperbarui: 30 September 2020   19:40 11880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar via Wikipedia/Tirto.id

Sejarah kerajaan Majapahit mencatat, bahwa pada tahun 1319 M, Ra Kuti bersama para Dharmaputra lainnya yaitu, Ra Tanca, Ra Banyak, Ra Yuyu, Ra Pangsa dan Ra Wedeng berhasil menguasai kerajaan Majapahit dengan menggulingkan Maharaja Prabu Jayanegara.

Beruntung Prabu Jayanegara berhasil diselamatkan oleh pasukan Bhayangkara yang di pimpin oleh Bekel Gajah Mada, sampai akhirnya Prabu Jayanegara berhasil diungsikan ke daerah Bedander.

Dharmaputra sendiri sebelumnya merupakan pegawai khusus pengawal raja yang dibentuk oleh Prabu Kertarajasa atau Raden Wijaya.

Sebenarnya Dharmaputra ini berjumlah tujuh orang, yaitu termasuk Ra Semi, namun Ra Semi telah gugur terlebih dahulu bersama Mahapatih Nambi yang pada tahun 1316 M dituduh memberontak, padahal Patih Nambi di Lumajang sedang berduka karena ayahandanya meninggal.

Prabu Jayanegara termakan hasutan dan fitnah yang dilontarkan oleh salah satu pejabat berpengaruh kerajaan yaitu Mahapati Dyah Halayuda, bahwa Nambi akan memberontak, pada akhirnya pasukan Majapahit berhasil meluluhlantakan Lumajang.

Kembali lagi ke Ra kuti dan kawan-kawan, kenapa bisa sampai menduduki tahta dan menguasai kerajaan Majapahit.


Ya, dari berbagai referensi yang penulis dapatkan, latar belakang pemberontakan Ra Kuti terjadi karena, adanya ketidakpuasan atas kepemimpinan Prabu Jayanegara sebagai raja yang dinilai tidak becus, terlalu lemah, plin-plan, mudah termakan hasutan dan otoriter.

Inilah juga sebenarnya yang menyebabkan munculnya berbagai pemberontakan yang pernah terjadi sebelumnya.

Kepemimpinan Prabu Jayanegara yang lemah ternyata menimbulkan benih-benih ketidaksukaan, perpecahan, penuh intrik, konflik, fitnah dan hasutan, serta ambisi kepentingan pribadi di antara pejabat dan kerabat kerajaan Majapahit.

Ra Kuti dan Kawan-kawan mengamati dan membaca keadaan ini dengan seksama, bahwa telah terjadi kebobrokan sistem pemerintahan di internal kerajaan Majapahit.

Sehingga Ra Kuti melihat kesempatan, bahwa ada celah terbuka lebar yang bisa dimanfaatkan untuk menggulingkan Prabu Jayanegara.

Pada akhirnya, Ra Kuti memainkan strategi hasutan, untuk dapat mempengaruhi pejabat-pejabat Majapahit agar mau berpihak kepadanya.

Ternyata bukan omong kosong, Ra Kuti rupanya berhasil, bersama beberapa pejabat Majapahit, Ra Kuti berhasil mencapai kesepakatan bersama, untuk bersekongkol menggulingkan kekuasaan Prabu Jayanegara dari tahta Majapahit.

Bahkan, beberapa pejabat yang berada dipihaknya memiliki wewenang memimpin dua kelompok prajurit Majapahit dalam jumlah yang sangat besar, lebih dari separuh kekuatan pasukan Majapahit berada dipihak Ra Kuti.

Strategi telah disusun sedemikian rupa dan akhirnya pecah peperangan, Ra kuti bersama kawan-kawanya dan pasukannya memimpin pertempuran, menggempur Majapahit.

Pertempuran yang memancarkan aroma bau amis darah, banjir darah menggenangi tanah, teriakan kesakitan berpadu dengan bunyi senjata tajam saling bersahut, hingga lolongan menjemput kematian terdengar di area pertempuran.

Majapahit makin terdesak, dan akhirnya harus menerima kenyataan pahit, tidak mampu menahan gempuran Ra Kuti dan pasukannya, Ra Kuti menang dan berhasil menduduki tahta Majapahit.

Ra Kuti akhirnya menobatkan diri sebagai Maharaja Majapahit dengan gelar Sri Maharaja Agung Batara Prabu Kuti Wisnumurti.

***
Sementara itu pimpinan pasukan Bhayangkara, Gajah Mada bersama pasukannya, setelah berhasil mengungsikan Prabu Jayanegara ke daerah Bedander, kembali menyusun kekuatan.

Operasi senyap dilakukan oleh Gajah Mada, mengumpulkan sisa-sisa pejabat dan pasukan yang masih setia pada Majapahit.

Selain itu, strategi perang gerilya juga dilancarkan, untuk mengusik ketenangan kekuasaan Maharaja Prabu Ra Kuti.

Pada perkembangannya kepemimpinan Prabu Ra Kuti mencapai antiklimaks, ternyata Prabu Ra Kuti justru semakin merusak tatanan Majapahit, tindak tanduknya justru lebih otoriter dan lebih kejam hingga rakyat Majapahit dibuat menderita.

Sehingga kondisi ini justru menimbulkan api dalam sekam, para pejabat Majapahit yang sebelumnya memihak pada Prabu Ra Kuti jadi mulai antipati dan tidak menyukai kepemimpinan Prabu Ra Kuti.

Perkembangan ini juga diketahui oleh Gajah Mada, dan akhirnya setelah segala sesuatunya matang, dengan sejumlah pasukan Bhayangkara dan sisa kekuatan pasukan Majapahit yang setia pada Prabu Jayanegara, Gajah Mada menggempur Majapahit yang dikuasai Prabu Ra Kuti.

Dalam serangan tersebut Gajah Mada juga berhasil menyadarkan pejabat Majapahit dan pasukan Majapahit yang sebelumnya Mbalelo dengan memihak Prabu Ra kuti, dan akhirnya justru balik ikut serta menyerang Prabu Ra Kuti yang bertahan dengan sisa pasukan yang masih setia padanya.

Pada akhirnya Ra Kuti, Ra wedeng, Ra Pangsa, Ra Yuyu, dan Ra Banyak bersama sisa pasukannya terbunuh, yang artinya pemberontakan Ra Kuti dapat ditumpas.

Dari Dharmaputra yang tewas terbunuh, hanya tersisa Ra Tanca saja, karena Ra Tanca tidak melakukan perlawanan dan menyerahkan diri, bahkan kedepannya Ra Tanca justru jadi tabib istana Majapahit.

Setelah membersihkan sisa-sisa pengikut Ra Kuti, maka Gajah Mada kembali membawa Prabu Jayanegara ke Majapahit dan Prabu Jayanrgara kembali memimpin kerajaan Majapahit, kemudian atas jasa Gajah Mada menumpas Ra Kuti, maka oleh Prabu Jayanegara, Gajah Mada diangkat jadi Patih di Kahuripan.

Pada tahun 1328 M, Prabu Jayanegara tewas secara tragis di tangan Ra Tanca, dan Ra Tanca akhirnya harus meregang nyawa di tangan Gajah Mada.

***

Ya, begitulah kira-kira ulasan singkat dari penulis mengenai bagaimana peristiwa pemberontakan Ra Kuti terhadap kerajaan Majapahit.

Betapa dari pemberontakan Ra Kuti ini tergambar nyata, bahwa kudeta, makar hingga pemberontakan dapat saja terjadi dengan sebab bobroknya sistem pemerintahan dan lemahnya kepemimpinan suatu negara ataupun kerajaan.

Sehingga mampu memberi ruang bagi masuknya kepentingan politik dan ambisi kepentingan pribadi para pejabat dan kerabat kerajaan yang saling berkonflik dan saling berebut untuk dapat berkuasa.

Fitnah dan hasutan keji sangat halal untuk dimainkan dalam rangka memecah belah persatuan demi merengkuh kekuasaan.

Hal ini terus berlangsung hingga kepemimpinan raja terakhir kerajaan Majapahit yaitu Prabu Dyah Ranawijaya.

Kerajaan Majapahit tidak henti-hentinya selalu diterpa masalah kepentingan politik dan konflik kerabat kerajaan sampai akhirnya Majapahit benar-benar runtuh.

***
Demikianlah artikel ini penulis tuangkan, kiranya kalau masih banyak kekurangannya mohon dimaklumi, dan yang jelas tidak ada salahnya mengulas kembali sejarah untuk niat saling berbagi dan memberi manfaat bersama.

Referensi, Wikipedia, Historia, Tirto dan lainnya.

Salam hangat.
Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun