Ketidakberimbangan komposisi antara partai koalisi penguasa pemerintahan dan partai di luar pemerintahan di suatu sistem perpolitikan suatu negara bisa menyebabkan tidak sehatnya iklim demokrasi.
Ya, demokrasi yang sehat di suatu negara adalah bagaimana bisa terciptanya keseimbangan, bagaimana ada checks and balances serta proses dialektika dalam berbangsa dan bernegara.
Sehingga dalam hal ini sangat dibutuhkan peran orang sebagai oposan ataupun golongan oposisi yang konstruktif untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan dan mengimbangi kekuatan kekuasaan pemerintah dan parpol koalisinya.
Bilamana tidak ada keberimbangan antara partai koalisi penguasa pemerintahan, maka kedepannya penguasa bisa berubah jadi absolut ataupun otoriter.
Sebagai oposan dan opisisi, orang, golongan, maupun partai berfungsi sebagai penyeimbang dan untuk menentang serta mengkritik kebijakan politik golongan yang berkuasa dalam pemerintahan.
Namun sayangnya belakangan ini pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo, oposan dan opisisi dalam kancah perpolitikan di Indonesia pada terasa seperti sudah berada pada titik yang "nyaris mati".
Secara fakta dan realita yang terjadi, Parpol koalisi penguasa dalam pemerintahan terlalu kuat, terlalu jomplang dengan kekuatan Parpol oposisi yang berada di luar dari pemerintahan.
Bahkan oposan-oposan yang terlahir secara personal yang vokal bersuara untuk mengkritisi pemerintahan nyaris saja suaranya selalu dibungkam oleh kekuatan Parpol koalisi penguasa pemerintahan.
Ya, bisa dilihat saja sendiri, bagaimana fakta ini di ruang politik, bagaimana minim dan sedikitnya oposan yang bersuara kritis terhadap pemerintah, muncul sedikit langsung ditekan kekuatan Parpol koalisi penguasa pemerintahan.
Sehingga, kalau boleh di ibarat kata, kondisi demokrasi yang sudah terasa kurang sehat ini adalah layaknya kondisi di mana oposan yang ter-Lockdown di antara "Kejomplangan" nyaris matinya oposisi, sebuah kondisi ironi "Kejomplangan" yang nyata bagaimana oposan ter-lockdown dan oposisi nyaris Mati
Kalau kondisi ini terus terjadi, maka akan sangat riskan, bahkan cukup berbahaya bagi suatu negara, sehingga dalam hal ini, bukan tidak mungkin pemerintahan Joko Widodo akan berubah jadi absolut dan otoriter.