Padahal secara kenyataan karena pandemi ini, semua orangtua peserta didik sangat terdampak, seyogianya Nadiem bisa melihat secara bijak soal ini.
Padahal dunia pendidikan juga berlandaskan Pancasila, sehingga kalau mau mengedepankan asas keadilan, maka semua orangtua peserta didik harus dibantu.
Harus ada semacam kebijakan khusus dari Nadiem untuk memberikan subsidi di ranah pendidikan yang menyentuh semua strata lapisan masyarakat terkait PJJ ini, sehingga tidak hanya satu lapisan strata saja yang dipikirkan, harus tetap adil dan merata.
Jadi, kalau menurut penulis bila melihat faktanya begini, maka belum ada solusi yang dikatakan bisa menyentuh seluruh strata lapisan masyarakat untuk dapat meringankan beban biaya yang ditanggung oleh orangtua peserta didik terkait pemberlakuan PJJ ini.
Sehingga secara garis besarnya, banyak para orangtua peserta didik yang masih harus menanggung sendiri biaya yang dihabiskan terkait dampak pemberlakuan PJJ tersebut.
Dan yang jelas, hal ini pasti bakalan mencuat dan menambah polemik lagi karena tidak adil dalam rangka memberikan solusi bantuan bagi orangtua peserta didik.
Jadi, seyogianya Nadiem jangan hanya meluncurkan program saja, jangan hanya kasih statemen saja, ngomong begono dan begini, tapi kurang bijak dan cermat dalam menelurkan kebijakan.
Lalu di mana letak amburadulnya dunia pendidikan ditengah pandemi ini?
Ya, bisa dilihat, Nadiem kurang cermat mengambil hikmah pengalaman belajar dari rumah secara daring saat pemberlakuan PSBB silam, kurang mengakomodir saran, kritik dan masukan dari masyarakat.
Seharusnya dari pengalaman PSBB silam, bisa menjadi dasar dan landasan pemikiran dan konsideran, bagaimana Nadiem menimbang, mematangkan sebelum memutuskan memberlakukan program PJJ tersebut.
Tapi apa, Nadiem justru hanya main luncurkan saja, tanpa pertimbangan-pertimbangan yang matang, Nadiem juga kurang mempertimbangkan apakah PJJ ini bisa diterapkan di daerah 3T.