Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Soal Nasi Anjing, yang Tak Selazim Hot Dog dan Nasi Kucing

28 April 2020   03:42 Diperbarui: 28 April 2020   03:41 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar nasi kucing| Shuterstock

Warga Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, digaduhkan dengan penerimaan dan pembagian bantuan makanan siap santap berlogo kepala anjing. Bahkan kegaduhan ini sampai viral, dan turut mengguncang jagad dunia maya.

Pasalnya di bungkus makanan berlogo kepala anjing tersebut juga terdapat tulisan "Nasi Anjing, Nasi Orang Kecil, Bersahabat dengan Nasi Kucing #Jakartatahanbanting".

Sehingga berkaitan dengan hal ini, warga yang menerima bantuan makanan tersebut merasa dilecehkan dengan adanya logo kepala anjing dan tulisan yang tertera pada bungkus makanan tersebut dan melaporkan peristiwa ini kepada pihak kepolisian.

Akhirnya setelah menerima laporan warga, maka Tim Tiger Polres Jakarta Utara langsung menyambangi TKP guna mengklarifikasi soal nasi anjing yang membuat gaduh tersebut.

Sementara itu menurut keterangan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan, berdasarkan pengakuan warga dan memeriksa sejumlah saksi, di antaranya ketua RT dan RW setempat serta dua warga yang menerima bantuan nasi anjing tersebut, pada dasarnya mereka merasa dilecehkan lantaran menduga dan curiga bahwa nasi anjing tersebut berisi daging anjing.

Lebih lanjut dijelaskan berdasarkan barang bukti berupa sampel makanan siap santap yang telah diperiksa di laboratorium tersebut dan berdasar klarifikasi pihak pengirim makanan yaitu komunitas ARK Qahal yang berpusat di Jakarta Barat.


Ternyata terjadi kesalahpahaman dan salah persepsi, sebab isi lauk-pauk di dalamnya terdiri dari cumi, sosis daging sapi, dan teri, bukannya berisi daging anjing seperti dugaan warga dan makanan itu merupakan makanan halal.

Mereka menggunakan logo kepala anjing dengan maksud menggambarkan sifat anjing yang setia yang mampu bertahan di tengah kesulitan dan juga porsinya lebih besar sedikit dari nasi kucing dan diperuntukkan bagi orang kecil untuk bertahan hidup.

Warga Warakas pun akhirnya menerima penjelasan yang disampaikan perwakilan kelompok komunitas ARK Qahal terkait penggunaan logo anjing itu.

Oleh karena itu, agar tidak menimbulkan salah persepsi dan pemahaman, kepolisian telah meminta komunitas ARK Qahal untuk mengganti logo dan istilah anjing pada bungkus makanan serta mengganti istilah nasi anjing dengan istilah lainnya yang tidak menimbulkan salah pemahaman dan salah persepsi.

Lalu apa yang bisa diambil sudut pandangnya dari kasus nasi anjing ini, dan kenapa masyarakat langsung gaduh soal nasi anjing ini?

Sebelumnya penulis sangat apresiasi dan salut atas peran serta komunitas ARK Qahal yang turut beperan serta dan berkontribusi nyata membantu masyarakat dalam rangka kegiatan sosial.

Hanya saja berkaitan dengan penamaan nasi bungkus dengan nasi anjing tersebut memang dirasa kurang lah tepat, karena yang jelas penggunaan kata nasi anjing ini masih belum lazim dapat diterima oleh masyarakat seperti halnya lazimnya masyarakat menerima nasi kucing ataupun hot dog.


Kata yang lazim yang dimaksudkan disini adalah kata yang sudah dikenal atau diketahui secara umum agar dapat mempermudah pemahaman terhadap informasi yang disampaikan.


Sebab, penggunaan kata yang tidak/kurang/belum lazim dapat mengganggu kejelasan informasi yang disampaikan karena masyarakat belum memahami benar maknanya.


Jadi maksudnya adalah terkait soal nasi anjing ini tidak tepat, karena berhubungan dengan kata-kata yang dipilih seyogianya harus menggunakan kata yang sudah biasa digunakan dalam komunikasi, baik lisan maupun tulis.

Mungkin dalam hal ini maksud hati para komunitas ARK Qahal agar berfilosofis layaknya nasi kucing ataupun hot dog, namun karena belum menjadi sesuatu hal yang lazim di masyarakat justru jadi menimbulkan salah persepsi dan salah pemahaman.

Padahal bila menilik kata anjing maupun kucing pada nasi anjing, nasi kucing dan hot dog, dalam sudut pandang agama islam adalah sama-sama merujuk pada hewan yang haram bila dikonsumsi.

Jadi, semoga saja dari kasus nasi anjing ini bisa menjadi pemakluman dan tambahan wawasan maupun pengalaman berharga bagi komunitas ARQ Kahal dan bagi kita bersama.

Kenapa nasi anjing masih belum lazim diterima, ini karena hal berkaitan dengan sisi sudut pandang semantik dan perilaku sosial budaya masyarakat.

Semantik maksudnya adalah berkaitan dengan hakikat makna bahasa yang terdiri dari sejumlah tataran seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana.

Artinya juga dari sisi sudut pandang ini maksudnya mempunyai pedanan antara lain karena analisis makna dan memberikan klasifikasi untuk membedakan konsep.

Sebab sering dijumpai kenyataan bahwa kegunaan kata-kata tertentu untuk menyatakan suatu makna ternyata dapat mempengaruhi identitas kelompok sosial dalam masyarakat yang berbeda-beda.

Seperti misalnya, dalam masyarakat atau satu daerah yang penduduknya mayoritas beragama Islam kata babi ataupun anjing, akan berkonotasi sangat negatif.

Tapi di daerah yang bukan Islam kata babi dan anjing itu dapat berkonotasi netral. Malah mungkin ada daerah yang merasa kata babi itu berkonotasi positif, yakni di daerah yang menjadikan ternak babi sebagai ukuran kekayaan.

Lalu, bila menyoal kaitannya dengan nasi kucing dan hot dog, yang sudah lazim karena sudah terbiasa membudaya digunakan dan berlaku, sebab nasi kucing sudah jadi identik bahwa nasi kucing adalah nasi termasuk lauk sambal, ikan, dan tempe, lalu dibungkus daun pisang dengan porsi sedikit, makanan nasi kucing ini sangat akrab dan identik dengan masyarakat yang berasal dari Yogyakarta, Semarang, dan Surakarta.

Begitu juga mengenai hot dog, yang merupakan makanan sosis dengan isi daging cincang yang diberi banyak rempah-rempah lalu diasapi, yang bila dipedankan atau diartikan dalam bahasa Indonesia adalah anjing panas.

Padahal, hot dog tidak secuil pun memakai bahan anjing ataupun ada unsur yang mengandung maksud makna anjing panas dan bukan merupakan makanan yang identik dengan masyarakat Indonesia.

Namun karena penggunaan anjing panas sebagai pedanan hot dog tidaklah cocok dan lazim bila digunakan oleh masyarakat Indonesia, makanya dalam hal ini yang tetap lazim berlaku itu adalah tetap hot dog ataupun sering disebut sosis karena masih merupakan kata umum.

Jadi kesimpulannya berlatar belakang dari apa yang coba penulis uraiankan secara sederhana ini, maka tampaklah jelas kalau kita menerangkan makna kata dengan menggunakan kata lain belum tentu makna kata yang dinyatakan itu menjadi jelas dan dapat lazim diterima.

Begitu pula apabila dijelaskan dengan memberikan penjelasan secara definisinya, sebab terkadang kata-kata yang digunakan dalam definisi itu juga belum dapat dipahami.

Selain itu, ada masalah lain bahwa sebuah kata yang digunakan dalam konteks kalimat yang berbeda mempunyai makna yang tidak sama.

Ataupun juga bermakna konotatif, apabila pada kata itu ada nilai rasa, baik yang bernilai rasa positif, menyenangkan maupun bernilai rasa negatif atau tidak menyenangkan. Konotasi dapat juga berbeda dari waktu ke waktu dan dapat pula berbeda dari kelompok sosial yang lain serta mempertimbangkan faktor wilayah geografis.

Dalam kaitannya dengan pemilihan kata, yang dimaksud kelayakan geografis adalah kesesuaian antara kata-kata yang dipilih untuk digunakan dan kelaziman penggunaan kata-kata tertentu pada suatu daerah.

Dengan demikian, ketika akan menggunakan suatu kata, pemakaian bahasa harus mempertimbangkan apakah kata-kata yang akan digunakan itu layak digunakan di daerah itu ataukah tidak. Hal itu disebabkan karena di suatu daerah biasanya ada kata-kata tertentu yang dianggap tabu

Inilah sebabnya mengapa bentuk dan pilihan kata merupakan aspek kebahasaan yang sangat penting dalam berkomunikasi, perlu memahami ketepatan penggunaan kata dan mampu memilih kata secara cermat.

Hal ini dalam rangka dapat menentukan kelaziman, keserasian dan kelayakan penggunaan kata sesuai dengan konteks pemakaiannya, baik yang berupa konteks kebahasaan maupun konteks nonkebahasaan.

Oleh karenanya soal nasi anjing ini, lebih baik tetap melihat sisi lazim dan tidaknya dalam menggunakannya di masyarakat agar tidak menimbulkan salah pengertian, salah paham dan salah persepsi.

Menyamakan konotasi nasi anjing dengan makna kias atau makna lain yang bukan makna sebenarnya adalah suatu kekeliruan, sebab konotasi itu tidak lain dari pada nilai rasa yang ada pada sebuah kata.

Jadi, janganlah membuat sesuatu itu menjadi spektakuler tapi justru dengan membuat hal-hal yang tak lazim atau belum lazim diterima dan berlaku di dalam kehidupan masyarakat.


Faktor kebahasaan dan sosial budaya sangat teramat perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kata menjadi kelaziman, sehingga tidak berbuah menjadi sebuah kezaliman.


Oleh karenanya, penggunaan kata yang tidak/belum lazim hendaknya dihindari atau jikalau pun kata-kata itu akan digunakan, penggunaannya seyogianya juga harus disertai dengan keterangan penjelas.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun