Mohon tunggu...
Ahmad sidik
Ahmad sidik Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Uin Jakarta jurusan Sosiologi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

15 November 2019   15:55 Diperbarui: 15 November 2019   16:01 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Buku ini ditulis oleh Neng Dara Affiah, dia merupakan seorang muslimah feminis. Buku inimerupakan komplikasi dari beragam tulisan yang pernah dimuat di pelbagai buku, jurnal dan surat kabaryang ditulis antara rentang waktu 1998-2016.

 Disini saya akan mereview buku tersebut. Dalam buku ini dijelaskan bahwa feminisme adalah teori yang berusaha menjelaskan atau berusaha menganalisis pelbagaikondisi yang membentuk kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki beragam jenis pemahaman kebudayaan mengenai apa artinya menjadi perempuan. Feminisme dan islam merupakan teori yang menjembatani kesenjangan antara konsepsi keadilan yang memengaruhi dan menopang penafsiran dominan terhadap syariah di satu sisi, dan hukum hak asasi manusia (HAM).

 Feminisme islam mendasarkan kerangka kerjanya pada Al-Qur'an, Hadis, dan seperangkat hukum Islam. Dalam penafsirannya (Al-Qur'an) dibagi atas tiga pandangan. Pertama, tafsir tradisional yang secara eksklusif ditulis oleh laki-laki. Kedua, penafsiran modern yang merupakan hasil dari reaksi terhadap hambatan besar yang dialamai oleh perempuan. Ketiga, metode pendekatan hermeneutik.

 Hadis dalam sejarahnya telah digunakan sebagai alat peraih previlese. Karena itu kemudian timbullah hasrat untuk melakukan pengecekkan sehingga tercipta ilmu mushthala'atul hadis. Namun, seiring berkembang hadis kemudian terciptanya bidang ilmu fiqih banyak yang mengerdilkan perempuan. Menurut Ali Engineer, banyak tema keagamaan yang berkaitan dengan perempuan yang perlu diperbarui atau bahkan ditinggalkan. Namun, meninggalkannya bukan berarti secara teologis melainkan sosiologis. Banyak tafsir-tafsir Hadis dan Al-Qur'an besifat sosiologis namun disalahpahami sebagai teologis.

 Berkembangnya feminisme Islam di Indonesia banyak dipengaruhi oleh para pemikir feminis eropa dan timur tengah. Ada tiga tokoh yang banyak berpengaruh Qasim Amin, Rifaah Tahtowi, dan Muhammad Abduh. Ketiga tokoh tersebut banyak menginspirasi para sarjana muda di Indonesia. Faktor lain yang berkonstribusi terhadap berkembangnya feminisme Islam di Indonesia adanya interaksi antara sarjana dan aktivis muslim Indonesia dengan dunia luar dalam keikutsertaannya pelbagai konferensi internasional dan nasional yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga Islam progresif di Indonesia dan kelompok studi.

Ada dua model organisasi yang melembagakan pemikiran feminisme dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Pertama, paradigma yang diintegrasikan ke dalam kerja-kerja organisasi. Seperti JIL, P3M, TWI, Lakspesdam NU di Jakarta, LKIS, PSAP, dan JIMM. Kedua, kerja-kerja organisasi dengan fokus feminisme dan Islam lalu menerjemahkannya ke dalam bahasa sederhana, mensosialisasikannya melalui pelbagai media pendidikan dan lembaga layanan perempuan korban kekerasan seperti Fahmina di Cirebon.

 Dalam kongres Perempuan 1928, organisasi Walfadjri melontarkan pemikiran tentang perlunya pembaruan hukum perkawinan dalam Islam. Masih dalam kurun waktu yang sama, Agus Salim dalam JIB 1925 di Jogjakarta menyampaikan ceramah yang bermakna bahwa pemisahan perempuan di pojok-pojok masjid itu adalah tradisi arab dan bukan Islam. Banyak juga cendekiawan Islam yang melakukan reinterpretasi teologis seperti pembagian waris menjadi sama rata antar gender. Dari pendekatan transformasi sosial yang dikembangkan oleh Masdar F. Masudi P3M banyak melahirkan aktor-aktor kalangan pesantren yang peduli akan perempuan. Contohnya KH Hussein Muhammad Pengasuh Ponpes Daarut Tauhid yang melakukan pemberdayaan perempuan di pesantrennya. Di pesantren Cipasung, Tasikmalaya melalui Ida Nurhalida Ilyas menekankan pendidikan dengan perspektif kesetaraan gender.

 Marginalisasi perempuan tidak terjadi terhadap perempuan saja melainkan juga perempuan dan anak yang menganut paham minoritas. Contoh penyerangan terhadap penganut Ahmadiyah, mereka mengalami kekerasan seksual, pengucilan, penurunan kesehatan dan gangguan jiwa, kehilangan akses ekonomi, kehilangan hak untuk berkeluarga, dan kehilangan status kependudukan.

 Dalam hal dakwah khususnya majlis taklim, banyak pendakwah yang memberikan pengajaran yang bukan sifatnya membebaskan perempuan malah sebaliknya melanggengkan patriarki dan feodalisme. Tidak itu pula bahkan terkadang disertai kebencian terhadap agama lain. Untuk menghindari hal yang diatas, maka para pendakwah harus dibekali dengan analisis gender, membuka dialog dengan agama-agama lain, mempunyai implikasi kemanusiaan-etis dan perubahan sosial ke arah yang lebih baik, dan mengedepankan dimensi esoterisme dalam Islam.

 Pada 1990-an, muncul nama-nama pria seperti Mansour Faqih yang mengenalkan konsep kesetaraan gender dan keadilan gender melalui beberapa buku dan bentuk pendidikan orang dewasa yang diadopsi oleh sejumlah organisasi gerakan perempuan. KH Hussein Muhammad melalui sejumlah buku untuk menyakinkan publik bahwa ajaran Islam memiliki semangat membangun masyarakat yang adil gender. Kemudian muncul organisasi Laki-laki Baru sekumpulan pria yang berkomitmen mendukung gerakan perempuan baik secara politik atau sosial terutama dukungan terhadap gerakan pembebasan perempuan dari ketidakadilan gender. Dalam pelbagai bentuk aturan, Komnas Perempuan mencatat pada 2013 ada 342 peraturan daerah diskriminastif terhadap warga negara dengan lebih dari 200 kebijakan berdampak langsung atau tak langsung terhadap perempuan.

  "Keperawanan" yang merupakan konstruksi yang diciptakan oleh masyarakat yang menindas perempuan. Perempuan dianggap memiliki nilai jual tinggi jika masih memiliki hymen. Dalam konteks Islam hal ini sebenarnya tidak ada hanya saja Islam sangat melarang perbuatan zina dan segala mcam bentuknya. Keperawanan dianggap bentuk kesucian perempuan namun sebenarnya kesucian perempuan terdapat pada hati dan perilaku mereka sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun