Mohon tunggu...
Muhammad Sidharta Krisna
Muhammad Sidharta Krisna Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di Tangerang 6 Desember 1987, Memulai petualangan hidup di Kota Lampung sampai usia 1 tahun, lalu pindah ke Batusangkar Sumbar sampai usia 4 tahun. Usia 4-7 tahun dihabiskan di Kota karawang dengan menamatkan Taman kanak-kanak di TK Bhayangkari karawang dan melanjutkan ke SD nagasari 3 karawang. Menjelang akhir kelas 1 SD sempat melanjutkan pendidikan di SD Curug wetan Kab. Tangerang dan melanjutkan pendidikan kelas 2-5 SD di SDN Panggang 1 Jepara Jawa tengah. Memasuki akhir kelas 5 pidah sekolah mengikuti orang tua ke Mojokerto Jawa Timur untuk melanjutkan pendidikandi SDN Gedongan 1 Mojokerto dan ke tingkat sekolah menenegah pertama 2 Mojokerto. Saat pertengahan kelas 2 SMP kembali nomaden ke Kota Cirebon Jawa barat untuk melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Cirebon lalu meneruskan ke Sekolah Menegah atas 1 Cirebon. Karena Orang tua terkena Tsunami tahun 2004 di Aceh, maka saya harus berpindah sekolah lagi ke SMAN 2 Tangerang Banten dan menyelesaikan masa pendidikan 12 tahun di SMA tsb. Selepas menyelesaikan SMA, saya melanjutkan pendidikan ke FK UGM yogyakarta dan menamatkan profesi dokter di kota yang sama pada tahun 2012. Pada penempatan pertama saya memilih untuk hijrah ke Mataram Nusa tenggara Barat dan sampai saat ini saya kembali ke Yogyakarta untuk mengabdi di Almamater.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perawat, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (Selanjutnya)

26 Mei 2013   17:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:00 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jika saat tahun 90 an ke bawah kita kenal istilah, guru pahlawan tanpa tanda jasa. Mungkin melihat realita yang ada saat ini, sebentar lagi istilah itu akan berganti menjadi perawat pahlawan tanpa tanda jasa. Perubahan itu bisa saja benar-benar terjadi, karena saat ini, (alhamdulillah) pemerintah kita sudah mulai memperhatikan nasib para guru kita yang tercinta dengan memberikan tunjangan penghasilan yang layak. Apalagi jika guru tersebut sudah melalui proses sertifikasi.Paling tidak penghasilan guru saat ini sudah cukup untuk mengkredit rumah dan mobil dan mampu menyekolahkan anak-anak mereka di pendidikan yang layak. Namun kesejahteraan guru sebagai salah satu tiang utama penyokong meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia tidak diikuti dengan perhatian pemerintah terhadap para perawat (selain dokter) yang merupakan tiang utama penyokong kesehatan masyarakat di Indonesia.

Memang cukup memprihatinkan nasib para tenaga kesehatan di Indonesia, Selain dokter yang mulai tidak diperhatikan nasibnya, saat ini nasib para perawat (walaupun tidak semua) mungkin bisa dibilang jauh lebih memprihatinkan. Sebagaimana sedikit pangamatan saya, saya pernah magang di salah satu rumah sakit milik salah satu instansi pemerintah di kota M di salah satu ibu kota provinsi di indonesia bagian tengah. Selama saya magang di sana, saya mendapatkan pengalaman yang sangat memprihatinkan. bagaimana tidak, seorang perawat yang sudah melewati masa pendidikan 3 tahun (D3) dengan biaya yang tidak sedikit, merawat pasien dengan penuh kesabaran dan beresiko tertular berbagai macam penyakit, harus rela di bayar sebesar 500 ribu rupiah setiap bulannya. Dengan uang segitu, mereka harus bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Saya sempat membayangkan, apalah yang akan saya lakukan dengan uang sgitu, padahal saat saya magang sebagai dokter yang dibayar 1,2 juta sebulan sudah terasa sangat sulit sekali untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini baru potret kehidupan perawat yang hidup di perkotaan, bagaimana dengan yang di daerah terpencil? apa tidak lebih memprihatinkan lagi keadaan mereka.

sungguh sangat amat memprihatinkan memang. di tengah hingar bingar korupsi para pejabat kita. di tengah biaya kampanye yang menghabiskan milyaran rupiah, namun sepertinya mereka melupakan apa yang para penyokong tiang kesehatan masyarakat di Indonesia. Orang-orang yang mengabdikan malamnya meninggalkan keluarga untuk merawat pasien. orang-orang paling rentan tertular penyakit karena paling berinteraksi dengan pasien. Apa mungkin jika para pembesar kita jika dirawat di rumah sakit tidak membutuhkan perawat dan dokter?

Saya berharap semoga para perawat dan dokter tetap setia dengan tugas mulianya. semoga pemerintah segera memperhatikan nasib para perawat dan dokter di Indonesia...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun