Mohon tunggu...
Yai Baelah
Yai Baelah Mohon Tunggu... Pengacara - (Advokat Sibawaihi)

Sang Pendosa berkata; "Saat terbaik dalam hidup ini bukanlah ketika kita berhasil hidup dengan baik, tapi saat terbaik adalah ketika kita berhasil mati dengan baik"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tafsir Money Politik

4 April 2019   20:05 Diperbarui: 5 April 2019   09:12 3557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Money politik atau politik uang berdasarkan Pasal 71 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2017 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pada Pasal 71 ayat (1) PKPU menyebutkan partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. (baca: https://tirto.id/politik-uang-marak-sebab-tak-ada-definisi-jelas-di-peraturan-pemilu)

Money politic dalam Bahasa Indonesia adalah suap, arti suap dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pemberian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. (baca: https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-money-politic/11179/2).

Menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic sangat jelas, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Demikian sebagaimana dikutip dari laman yang sama, www.dictio.id.

Karenanya, bila demikian ternyata substansi  dari money politik itu,  yakni pemberian materi guna mempengaruhi (keputusan) pemilih, maka ketika  para kandidat capres/caleg/partai peserta pemilu ada yang menjanjikan pemberian kartu dengan segala macam predikat bantuan yang isinya adalah ternyata nyata  berupa  uang, bahkan bukan sekedar materi yang perlu ditafsir lagi, tentu model kampanye yang seperti itu haruslah dicurigai sebagai bentuk suap. Ini  perlu diwaspadai  sebagai  bentuk money politik, boleh dikata merupakan transformasi suap yang menyaru sebagai program kerja peserta pemilu.  Suap atau money politik terselubung, kalau tidak boleh dikatakan terang-terangan. Setidaknya cenderung akan ditafsirkan demikian.  Meski ini bisa saja menjadi perdebatan.

Memang, belakangan ini marak, tak terkecuali para caleg di daerah berlomba-lomba menjanjikan sesuatu yang bersifat materi kepada masyarakat calon pemilih, misal janji penyediaaan ambulan untuk bisa dipergunakan oleh masyarakat bila dia terpilih nanti, berikut  layanan semacam ansuransi kesehatan yang sumber dananya diterangkan bahwa berasal dari sebahagian gajinya yang disisihkan sekian persen saat nanti menjabat sebagai anggota legislatif. Bahkan, ada caleg yang sudah merealisasikan pengadaaan ambulan dengan dana sendiri sebelum pemilu dilaksanakan, yakni pada masa berlangsungnya  kampanye sekarang ini.  

Berbagai macam upaya dan rupalah, mulai dari bantuan perbaikan jalan kampung, pembangunan MCK baru, pemberian bantuan kesehatan gratis hingga layanan internet gratis,   yang nyatanya kesemua  itu dilakukan  adalah semata demi menarik simpati agar masyarakat tergerak untuk memilihnya saat hari pecoblosan nanti. Tentu, segala "perbuatan baik"  yang demikian tidak ada relevansinya dengan tugas kewajiban seorang caleg, bahkan meski ketika nantinya ia telah resmi menjabat sebagai anggota legislatif.  Bukankah itu semua adalah tugas eksekutif, kewajiban aparat pemerintah (yang sedang berkuasa)?.

Janji pemberian bantuan yang menyasar kepada kelompok orang-orang tertentu atau kaum tertentu,  yang harus diakui akan berpotensi menyumbang suara besar, semisal bantuan uang belanja buat kaum ibu-ibu dengan kartu sembakonya,  atau  janji untuk memberikan semacam kartu kerja, kartu sehat, atau kartu sekolah yang di dalamnya berisi uang (bisa diuangkan) atau setidaknya dapat ditukarkan dengan materi dalam bentuk lain, yang kesemua itu akan diberikan nantinya ketika sang calon sudah terpilih, maka  yang demikian bisa saja akan ditafsirkan sebagai money politik yang dibayar belakang (BB). Demikian bila kita jujur dengan hakikat atau substansi  dari apa yang namanya money politik/suap itu sesungguhnya. 

Tentu saja semua sepakat bahwa segala usaha peserta pemilu (juga pilkada) yang dilakukan  dalam rangka untuk  mempengaruhi keputusan masyarakat calon pemilih agar memilih dirinya,  dengan cara memberikan  imbalan materi  tertentu tadi. Itu adalah money politik

Lain hal bila segala bantuan materi itu dijanjikan dan juga diberikan ketika yang bersangkutan sedang  menjabat sebagai presiden atau gubernur misalnya, itu bisa dibilang sebagai  program pemerintah yang sudah sewajarnya dilakukan.   

Filosofisnya, mengapa segala pemberian materi, meski  yang masih berupa  janji-janji itu tidak diperkenankan, yakni agar keputusan memilih itu murni diberikan atas dasar kesadaran politik si pemilih dengan pertimbangan yang rasional yakni berdasarkan kualitas yang bisa diandalkan dan terpercaya yang dilihat pada diri seorang kandidat yang ditawarkan itu, bukan  semata-mata dikarenakan si pemilih menerima keuntungan langsung berupa materi dari sang calon.

Catatan: Tulisan ini sekedar usaha penafsiran yang bersifat teoritis, sebagai bahan diskusi para pemerhati dunia politik dan hukum. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun