Narasi tentang "Generasi Z yang sulit mencapai kemapanan ekonomi" semakin mengemuka. Anggapan ini bukan sekadar mitos, melainkan refleksi dari realitas finansial yang kompleks dan seringkali terasa tidak berpihak. Banyak individu Gen Z, yang tumbuh di era digital, mendapati diri mereka berjuang keras demi mencapai stabilitas finansial. Situasi ini bukan semata-mata disebabkan oleh kemauan atau etos kerja, melainkan merupakan perpaduan antara tantangan struktural yang masif dan pola pikir khas yang terbentuk di era digital.
Mari kita telaah lebih mendalam, mengapa generasi yang dinamis ini menghadapi hambatan signifikan dalam meraih kemapanan ekonomi.
A. Perangkap Sistemik: Hambatan Ekonomi yang Terasa Tak Terhindarkan
Generasi Z memasuki dunia kerja di tengah kondisi ekonomi yang penuh gejolak. Mereka mewarisi sistem yang seolah dirancang untuk menghambat langkah menuju kesejahteraan finansial. Berikut adalah beberapa faktor eksternal yang menjadi jebakan utama:
- Ketimpangan Gaji dan Biaya Hidup: Ini adalah keluhan umum yang sangat terasa. Gaji awal bagi lulusan baru seringkali stagnan, sementara biaya hidup, mulai dari kebutuhan pokok hingga harga properti, terus meningkat drastis. Mimpi untuk memiliki hunian atau aset di usia muda terasa semakin sulit dijangkau, sebuah kemewahan yang lebih mudah dicapai generasi sebelumnya. Frustrasi ini muncul dari ketimpangan yang kian melebar antara pendapatan dan inflasi.
- Persaingan Kerja yang Sengit dan Ancaman Automasi: Pasar tenaga kerja saat ini sangat kompetitif. Gen Z harus bersaing ketat, tidak hanya dengan sesama angkatan, tetapi juga dengan talenta yang lebih senior dan berpengalaman. Lebih lanjut, percepatan teknologi dan automasi, terutama dominasi Kecerdasan Buatan (AI), berpotensi menggantikan berbagai jenis pekerjaan, mempersempit peluang, dan menuntut adaptasi serta pengembangan keterampilan yang berkelanjutan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran fundamental mengenai relevansi keahlian di masa depan.
- Pertumbuhan di Tengah Krisis Global yang Berulang: Gen Z adalah generasi yang lahir dan tumbuh di tengah serangkaian krisis ekonomi global---dari krisis finansial 2008 hingga pandemi COVID-19. Keterpaparan terhadap ketidakpastian finansial yang berulang ini menanamkan rasa tidak aman yang mendalam dan membentuk pandangan pesimis terhadap prospek ekonomi jangka panjang.
- Beban Utang Pendidikan yang Mengikat: Biaya pendidikan tinggi terus melambung, seringkali memaksa banyak Gen Z untuk mengambil pinjaman pendidikan dalam jumlah besar. Beban utang ini menjadi kendala finansial yang signifikan setelah mereka lulus, menghambat kemampuan untuk menabung, berinvestasi, atau memulai kehidupan finansial dengan fondasi yang kokoh. Pertanyaan mengenai return on investment dari pendidikan seringkali muncul di tengah himpitan utang.
B. Pergulatan Internal: Dinamika Mentalitas di Era Digital
Selain tekanan eksternal, terdapat pula beberapa karakteristik perilaku dan pola pikir yang, secara tidak disadari, dapat menjadi penghambat finansial bagi Gen Z. Ini adalah refleksi objektif, bukan bentuk penghakiman, terhadap dinamika yang terbentuk di tengah arus informasi tak terbatas:
- Kesenjangan Pengetahuan dan Aksi: Gen Z adalah generasi yang cerdas dan melek informasi, mampu mengakses berbagai teori dan panduan di internet. Namun, seringkali terdapat kesenjangan antara pengetahuan yang melimpah dengan keberanian untuk mengimplementasikan dan belajar dari pengalaman nyata. Ketakutan akan kegagalan atau keinginan untuk tampil sempurna dapat menghambat langkah awal yang krusial dalam membangun kemandirian finansial.
- Terperangkap FOMO dan Konsumsi Impulsif: Tumbuh besar dengan media sosial, Gen Z rentan terhadap FOMO (Fear of Missing Out). Paparan konstan terhadap gaya hidup "ideal" yang seringkali bersifat ilusi di media sosial menciptakan tekanan internal untuk selalu "terkini" dan mengikuti tren. Akibatnya, pengeluaran seringkali didorong oleh keinginan gengsi atau menghindari rasa tertinggal, bukan kebutuhan riil. Kemudahan transaksi digital semakin memicu perilaku konsumtif yang mengikis tabungan.
- Mencari Jalan Pintas dan Informasi Instan: Di era serba cepat, Gen Z sering tergoda mencari solusi finansial instan. Mereka cenderung lebih mudah mempercayai tips "cepat kaya" dari sumber-sumber yang kurang kredibel di platform digital, daripada menekuni prinsip-prinsip dasar literasi keuangan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Hal ini seringkali berujung pada keputusan finansial yang merugikan.
- Mentalitas "YOLO" dan Minimnya Kesabaran: Paham "YOLO" (You Only Live Once) memang mendorong untuk menikmati hidup, namun kadang menjebak pada sikap ketidaksabaran dalam membangun kekayaan. Mereka mendambakan kesuksesan instan atau keuntungan besar dalam waktu singkat, padahal fondasi finansial yang kokoh dibangun melalui proses, konsistensi, dan ketekunan jangka panjang. Frustrasi dapat muncul ketika hasil tidak segera terlihat.
- Prioritas "Passion" di Atas Realitas Finansial: Dorongan untuk bekerja sesuai passion sangat kuat di kalangan Gen Z. Idealisme ini tinggi, bahkan seringkali menyebabkan penolakan terhadap peluang pekerjaan yang menjanjikan stabilitas finansial jika tidak "sesuai hati." Padahal, realitas ekonomi di awal karier seringkali menuntut prioritas pada akumulasi modal dan pembangunan fondasi finansial sebelum sepenuhnya mengejar passion.
Mengurai Kompleksitas: Langkah Menuju Kemandirian Finansial
Fenomena "Gen Z yang sulit mencapai kemapanan ekonomi" bukanlah takdir yang mutlak. Ini adalah kompleksitas yang menuntut empati, pemahaman mendalam, dan tindakan kolaboratif dari berbagai pihak.
Pemerintah dan institusi perlu menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif, kesempatan kerja yang merata, dan sistem pendidikan yang adaptif. Sementara itu, Gen Z sendiri perlu membekali diri dengan literasi finansial yang kuat, keterampilan adaptif yang relevan, dan pola pikir yang lebih realistis serta tangguh. Belajar menahan diri dari godaan konsumsi digital, meninjau ulang sumber informasi, berani mengambil langkah kecil, dan memahami bahwa pencapaian kemapanan finansial adalah sebuah maraton panjang yang membutuhkan kesabaran dan konsistensi.
Dengan kombinasi strategis antara perbaikan sistem dan transformasi mentalitas, Gen Z memiliki potensi besar untuk mengubah narasi mereka, membebaskan diri dari jeratan kesulitan finansial, dan pada akhirnya, menjadi generasi yang mampu meraih kemandirian serta kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan.