Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengenal Karakteristik Ketulusan dan Ketidaktulusan Orang-Orang: Kita yang Mana?

4 Januari 2024   20:27 Diperbarui: 4 Januari 2024   20:40 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi topeng untuk penggambaran karakteristik seseorang | sumber gambar pixabay.com

Kita mungkin pernah mendengar kalimat "Dunia ini penuh kepalsuan dan kepura-puraan". Ya, begitulah, ada banyak kepura-puraan yang terjadi di dunia ini. 

Akhir-akhir ini pun ada banyak wilayah abu-abu di masyarakat. Orang-orang menjadi lebih egois, narsis, hedonis, yang bisa jadi karena pengaruh sosial media, reality show, atau penyebab lainnya, sehingga mereka cenderung menjalani kehidupan palsu untuk mengelabui orang lain. Mereka terbiasa melakukan kebahagian palsu yang tidak pernah mereka dapatkan hanya untuk mengesankan orang banyak---dan ini sungguh menyedihkan.

Perilaku palsu lainnya adalah adanya orang-orang jahat yang bersikap layaknya kaum pembenci. Fenomenanya, sebagian orang sering kali bersembunyi di balik ponsel cerdas sekadar untuk melecehkan dan bersikap kasar, termasuk tidak menghormati orang lain. 

Ini artinya, kita harus menghadapi fakta bahwa memang ada orang-orang jahat yang sangat menyebalkan di luar sana. Meski hal tersebut secara harfiah sudah berlangsung sejak awal kehidupan komunitas manusia pertama tercipta, tetapi intinya itu bisa terjadi pada siapa saja. Sebaik apa pun kita dan kebaikan apa yang kita lakukan, akan selalu ada kaum yang tidak menyukai kita. 

Dalam kondisi dunia seperti sekarang, rasanya makin penting bagi kita untuk tetap mengelilingi diri dan berteman dengan individu-individu yang mengutamakan ketulusan dan kejujuran. Ketulusan adalah sikap langka yang akan membawa kejujuran ke dalam hubungan sosial sehingga akan mampu memupuk kepercayaan dan menciptakan ikatan yang langgeng pada setiap hubungan apa pun. 

Berhubungan dengan kehidupan sosial, akan banyak penyamaran orang-orang baik dan orang-orang yang tidak baik. Sayangnya, kita cenderung tidak bisa membedakan karakter mereka, kecuali benar-benar berteman dengan mereka: Apakah mereka tulus atau tidak.

Lantas, apakah yang menjadi pembeda antara orang-orang benar-benar tulus dan orang-orang yang berpura-pura tulus?

Pemberian Rasa Hormat

Orang-orang tulus adalah individu yang secara konsisten berusaha hormat secara mendalam terhadap setiap individu yang mereka temui. Mereka mengakui dan menghargai nilai dan martabat yang melekat pada setiap orang, terlepas dari latar belakang keyakinan atau keadaan mereka.

Individu yang tulus melakukan pendekatan terhadap interaksi dengan pikiran terbuka dan kemauan untuk memahami dan berempati dengan orang lain. Mereka mendengarkan dengan penuh perhatian, perspektif yang beragam, dan memperlakukan semua orang dengan baik dan adil.

Sementara itu, orang-orang dengan sifat yang tidak tulus secara dangkal akan menunjukkan rasa hormat mereka hanya kepada individu yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki pengaruh. Tentu saja perilaku ini didorong oleh rasa hormat yang tidak tulus terhadap orang lain. 

Rasa hormat mereka sering kali dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri, seperti mendapatkan bantuan untuk memajukan agenda mereka sendiri atau mengamankan keuntungan pribadi yang mereka prioritaskan, dengan cara melakukan koneksi kepada orang-orang yang berpotensi meningkatkan status atau yang menguntungkan mereka. 


Pemenuhan Janji

Orang-orang yang tulus akan berupaya memenuhi janji. Mereka menyadari betapa pentingnya kata-kata mereka dan dampaknya terhadap orang lain ketika berjanji. Dengan ketulusan dan rasa tanggung jawab yang mendalam, mereka memahami bahwa janji tidak boleh dianggap enteng, tetapi sebagai komitmen yang membutuhkan tindakan dan tindak lanjut. 

Keandalan adalah karakteristik utama dari individu yang tulus. Mereka menghargai kepercayaan yang diberikan kepada mereka dan bertekad untuk melakukannya. Keandalan ini tidak hanya mencangkup janji besar, tetapi juga komitmen-komitmen kecil yang mereka buat dalam interaksi sehari-hari. 

Andai pun karena sebuah alasan tidak mampu memenuhi komitmen, mereka menghadapi situasi tersebut dengan kejujuran dan komunikasi yang terbuka. Mereka memahami bahwa dengan mengakui keterbatasan-keterbatasan atau keadaan yang tidak terduga, mereka dapat berupaya menemukan solusi alternatif atau membuat perubahan yang tepat. Pada Tingkat ini, akuntabilitas memperkuat kepercayaan orang lain terhadap mereka. 

Sebaliknya, orang-orang yang tidak tulus adalah individu yang sering membuat komitmen tanpa niat tulus dan gagal menepatinya. Kesediaan mereka untuk membuat janji tanpa mempertimbangkan upaya atau dedikasi mencerminkan pendekatan dangkal terhadap komitmen mereka. 

Mereka mungkin tampak antusias dan bersedia pada saat berkomitmen, tetapi tindakan mereka menunjukkan kurangnya ketulusan dan keandalan. Terus-menerus gagal menepati janji menunjukkan kalau mereka kerap mengabaikan harapan dan kebutuhan orang lain karena lebih memrioritaskan kenyamanan atau citra diri sendiri daripada memenuhi kewajiban.

Individu palsu sering kali mengutamakan menjaga kesan baik daripada benar-benar menjunjung tinggi komitmen. Mereka mengarah pada pola ingkar janji sehingga terkikisnya kepercayaan bahwa mereka tidak dapat diandalkan. Kurangnya penindaklanjutan membuat orang lain sulit untuk mengandalkan mereka dan akhirnya mengakibatkan hubungan yang tegang dan rasa kecewa. 


Pencarian Validasi

Orang-orang tulus adalah individu-individu yang memiliki keautentikan yang kuat. Mereka tidak merasa perlu mencari validasi atau melakukan upaya semata-mata agar orang lain menyukai mereka. Mereka merangkul diri mereka yang sebenarnya dengan segala kekuatan dan ketidaksempurnaan, lebih merasa nyaman dengan diri mereka sendiri daripada harus mencari pengakuan atau mencoba untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi masyarakat. 

Individu tulus memrioritaskan kejujuran, keyakinan, dan prinsip yang mereka pahami bahwa tidak semua orang akan selaras atau memiliki perspektif yang sama dengan mereka---berdasarkan konsep keberagaman. 

Fokus mereka lebih ke arah menjadi tulus dan membina hubungan berdasarkan rasa saling menghormati dan pengertian daripada mencoba menyenangkan semua orang dengan mengorbankan prinsip hidup mereka sendiri. Orang tulus memupuk hubungan yang bermakna dengan orang lain yang menghargai mereka apa adanya.

Adapun orang-orang palsu, mereka dicirikan oleh upaya tanpa henti bersedia melakukan apa pun menciptakan kesan baik untuk mendapatkan validasi eksternal dan membuat orang lain menyukai mereka. Tindakan perilaku mereka didorong oleh rasa tidak aman yang mendalam dan ketakutan akan penolakan. 

Mereka dengan hati-hati menyusun pesona yang mereka yakini akan diterima dengan baik dan sering kali mengorbankan diri mereka yang sebenarnya dalam proses tersebut meskipun harus mengorbankan nilai-nilai keaslian mereka sendiri. 


Motif Kebaikan

Orang tulus memiliki kecenderungan alami untuk berbelas kasih. Mereka mengulurkan tangan membantu tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Individu yang tulus secara aktif akan berempati terhadap orang lain dan menawarkan dukungan---bila memungkinkan---dalam berbagai bentuk, baik melalui menawarkan nasihat, mendengarkan, maupun memberikan bantuan praktis. Tindakan kebaikan mereka tidak dimotivasi oleh keuntungan pribadi atau agenda tersembunyi, tetapi berakar pada keinginan tulus mereka untuk membuat perbedaan positif dalam kehidupan orang lain sehingga orang lain tersebut merasa dihargai, didukung, dan ditinggikan.

Kebalikannya, orang palsu menunjukkan pola baik dan ramah hanya ketika mereka memiliki motif tersembunyi atau ketika mereka merasakan manfaat pribadi dari interaksi tersebut. Mereka secara strategis  menggunakan daya tarik dan taktik manipulasi untuk mendapatkan bantuan atau mengambil sesuatu dari orang lain seperti sumber bantuan atau koneksi. Ketika agenda mereka terpenuhi atau mereka tidak lagi merasakan manfaatnya, perilaku mereka bisa tiba-tiba berubah, bahkan tak acuh. Ketidakkonsistenan dalam kebaikan mereka memperlihatkan kurangnya kepedulian yang tulus terhadap orang lain. Tindakan mereka lebih berpusat pada transaksional pada apa yang bisa mereka peroleh daripada membina hubungan baik berdasarkan rasa saling menghormati dan itu membawa ke akhir sebuah hubungan.  



Terkait Pencapaian

Orang tulus memiliki rasa kerendahan hati dan tidak membual atau mempromosikan diri secara berlebihan tentang pencapaian mereka. Individu yang tulus lebih fokus pada hubungan yang bermakna dengan orang lain yang mereka percayai. Dalam kemampuan dan pencapaian, mereka memahami bahwa nilai sejati tidak terletak pada keagungan diri sendiri, tetapi pada dampak yang mereka miliki terhadap orang lain dan dunia di sekitar mereka. 

Orang tulus cenderung benar-benar menghargai kualitas pencapaian orang lain tanpa didorong oleh rasa iri atau persaingan yang mereka miliki. Mereka memahami bahwa merayakan kesuksesan dan bakat orang lain tidak mengurangi nilai atau prestasi mereka.

Sedangkan orang-orang yang tidak tulus cenderung untuk terus menerus pamer dan mencari perhatian dengan terus-menerus menonjolkan pencapaian, kepemilikan, atau status sosial yang dirasakan. Perilaku mereka didorong oleh kebutuhan mendalam akan validasi eksternal dan keinginan untuk dikagumi oleh orang lain. 

Mereka sering melebih-lebihkan atau mengarang pencapaian dan berusaha sekuat tenaga untuk menciptakan citra yang mengesankan meskipun menyesatkan. Kebutuhan mereka yang terus menerus untuk memamerkan pencapaian berasal dari keinginan meningkatkan citra dan harga diri untuk terlihat lebih unggul atau lebih baik dari orang lain. 

Mereka menggunakan komentar negatif, menghakimi, atau meremehkan sebagai cara untuk meningkatkan status persepsi diri mereka sendiri. Perilaku ini berakar dari rasa tidak aman dan kebutuhan untuk mengalihkan perhatiaan dari kekurangan yang mereka miliki.

Nah, itulah beberapa perbedaan karakteristik orang-orang tulus dan orang-orang yang tidak tulus. Apakah kita merasakan aura mereka masing-masing? Atau apakah karakteristik kita termasuk ke dalam salah satu dari mereka?

--- 

-Shyants Eleftheria, Salam Cerdas Literasi-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun