Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Saatnya Kamu Harus Meninggalkan Media Sosialmu

3 Agustus 2022   19:49 Diperbarui: 5 Agustus 2022   19:15 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengguna media sosial. (sumber: businessinsider.com via kompas.com)

Sadar atau tidak, penggunaan media sosial telah meroket dalam satu dekade terakhir. Orang-orang, termasuk kamu mungkin, terkadang menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook, Instagram, Snapchat, Twitter, atau aplikasi media sosial lainnya---dan setiap kali memiliki waktu luang, kebanyakan orang pun memeriksa umpan berita hanya untuk melihat apakah ada sesuatu yang baru yang telah terjadi.

Baik mengakuinya maupun tidak, sebagian orang seakan-akan terkukung pada pandangan mengenai peran penting keberadaan media sosial dan hampir semua melakukan kesibukan terhadapnya. 

Namun, satu hal yang cukup menarik perhatian adalah penggunaan media sosial telah dikaitkan dengan tingkat kesepian dan depresi yang tinggi---dan itu semacam menjelaskan bahwa orang yang lebih sering menjelajah media sosial daripada yang lain, ia tampaknya yang paling menderita. Mengapa bisa demikian? Bagaimana jika kamu yang mengalaminya?

Salah satu kelakuan media sosial adalah menunjukkan kepada khalayak umum perihal kehidupan palsu orang lain. 

Contoh pada satu kasus, misalnya, semua orang yang kamu kenal selalu berlibur eksotis. Mereka mengadakan pesta makan malam yang luar biasa dengan teman-teman dan mereka berada dalam hubungan bahagia yang sempurna, sedangkan kamu? 

Kamu hanya duduk diam dan menjalani kehidupan yang membosankan, sementara orang-orang di luar sana selalu menikmati kesenangan mereka sendiri meski itu jauh dari kenyataannya.

Nah, mungkin karena tidak ingin terjebak ke dalam pendangan negatif orang lain, aspek positif dari kehidupan beberapa orang adalah satu-satunya hal yang dapat dibagikan mereka melalui jejaring sosial. 

Ketika mengalami masa-masa sulit, kebanyakan orang pun tidak benar-benar ingin orang lain tahu atau mengungkapkan kepada publik bahwa mereka sedang berjuang hidup, termasuk ketika merasa sedih atau tertekan. 

Jadi, membagikan momentum hari bahagia dianggap mereka sebagai suatu kewajaran. Mereka berasumsi bahwa orang lain akan melihat kehidupan mereka selalu penuh kesenangan seperti itu, padahal mungkin mereka memiliki lebih banyak masalah daripada yang orang lain kira. 

Mereka tidak menunjukkan kepada publik hal-hal di balik layar karena itu tidak menarik untuk dijadikan sebagai sorotan orang-orang.

Contoh lainnya, misalnya, sebuah kejadian ketika seseorang pergi keluar untuk minum kopi bersama temannya. Satu-satunya hal yang mereka bicarakan adalah masalah hubungan rumah tangganya. 

Seseorang tersebut bercerita kepada temannya bahwa dia dan suaminya sering bertengkar karena hal-hal kecil. Dia pun mengatakan kemungkinan ingin berpisah karena dia sudah tidak tahan lagi. Lantas, apa yang terjadi di kemudian hari?

Dia memposting foto di media sosial dengan suaminya dan mengatakan bahwa suaminya itu merupakan cinta atau hidupnya dan betapa menakjubkan kehidupan mereka bersama. 

Foto itu kemudian mendapat banyak reaksi suka dan komentar yang pada dasarnya mengatakan betapa sempurnanya mereka satu sama lain. 

Seperti jutaan orang lain, dia mungkin mencoba menggambarkan betapa indah hidupnya walaupun kenyataannya dia mengalami depresi. Perilaku yang sangat bertolak belakang bukan? Itulah yang dilakukan media sosial.

Media sosial membuat orang memasang filter dalam hidup mereka. Apa yang seseorang coba gambarkan kepada orang lain sesungguhnya tidak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Jika hanya melihat postingan di media sosial dan tidak mengetahui kejadian di balik layar, orang-orang mungkin akan berpikir, "Wow, betapa hebatnya kehidupannya. Hubungan saya tidak seperti itu. Saya berharap bisa memiliki hubungan seperti mereka." 

Dan, dari sinilah harga diri rendah seseorang berasal. Orang-orang bahkan lupa bahwa kebanyakan orang menjalani kehidupan biasa yang membosankan dan mereka seharusnya tidak perlu berkecil hati, termasuk dirimu.

 Media sosial adalah alat, dan seperti semua alat lainnya, itu tergantung pada bagaimana kamu menggunakannya. 

Sebenarnya, kamu dapat menemukan banyak inspirasi atau informasi dari penggunaan media sosial yang akan memotivasimu atau menambah nilai hidupmu. 

Namun, kamu tidak harus terjebak dan menghabiskan banyak waktu untuk itu, apalagi media sosial seolah-olah dirancang untuk membuat ketagihan penggunanya.

Rata-rata pengguna sekarang menghabiskan lebih dari dua jam sehari di semua jejaring sosial. Ini cukup mengkhawatirkan karena ketika kamu memikirkannya, itu berarti banyak waktu yang sia-sia, apalagi sekadar mengonsumsi konten yang tidak relevan tanpa membuatmu berpikir cerdas.

Karena kamu mungkin tidak ingin sepenuhnya berhenti dari media sosial dan menjadi pertapa, sebaiknya kamu mulai menggunakannya dengan lebih efisien. 

Satu hal yang harus kamu lakukan adalah "membuang" daftar teman yang tidak berguna. Banyak orang memiliki ratusan teman di semua media sosial mereka, tetapi apakah mereka benar-benar menjalani persahabatan yang berarti? Tentu saja tidak.

Rata-rata orang memiliki satu hingga tiga teman dekat. Sisanya adalah persahabatan yang dangkal. Jika tidak ingin membatalkan pertemanan, kamu masih dapat berhenti mengikuti mereka dan itu menjadikanmu lebih selektif tentang siapa yang kamu ikuti.

Seperti misalnya, seseorang yang pernah kamu ajak interaksi, yang hanya memposting barang-barang mewah setiap hari tanpa memberikan informasi bermanfaat tentang itu, maka berhentilah mengikutinya, kecuali kamu hanya ingin melihat benda-benda yang cantik.

Nah, dengan cara demikian, ketika kamu memeriksa umpan beritamu, informasi yang penuh kekacauan, kurang berfaedah, atau yang tidak relevan, akan berkurang. 

Jika sesuatu yang sangat penting terjadi, seseorang mungkin akan memberitahumu tentang hal itu sehingga kamu tidak takut ketinggalan.

Ironisnya, ketika menggunakan ponsel untuk media sosial sepanjang hari, banyak pengguna justru tidak menyadari bahwa yang sebenarnya mereka lewatkan adalah kehidupan nyata. 

Ketika membawa ponsel ke mana-mana, saat sedang mengantri atau hanya bosan misalnya, mereka mengeluarkan ponsel dan memeriksa media sosial tanpa berpikir. 

Mereka terus-menerus memeriksa ponsel hanya untuk notifikasi.  Hal itu lantas menjadi kebiasaan yang susah untuk dikendalikan.

Akan tetapi, jika media sosial mulai mengganggu aktivitasmu di dunia nyata, kamu sebaiknya mencari solusi, seperti  menghapus aplikasi tersebut dari ponsel atau memblokir semua notifikasi. 

Dengan cara demikian, kamu tidak mudah tergoda menuju ke media sosial dan hal itu menyebabkanmu menjadi fokus terhadap pekerjaan yang benar-benar penting.

Apa yang benar-benar perlu kamu lakukan adalah lebih memikirkan bagaimana kamu menghabiskan waktu luang. Meskipun tidak memiliki sesuatu untuk dilakukan pada saat tertentu, banyaknya aplikasi adiktif akan selalu menjadi pilihan yang menarik dan kamu mungkin sesekali bisa membuka. 

Mungkin saran terbaik adalah kamu mengisi waktu luang tersebut dengan sesuatu yang lebih berkualitas. 

Namun, ada hambatan tambahan dari perlawanan yang harus kamu atasi, yaitu bagaimana kamu konsisten menjaga kebiasaanmu dan itu menjadi keputusanmu yang sadar. 

Alternatifnya, jika masih ingin membaca informasi penting lainnya, kamu bisa membuka situs-situs terkait yang lebih informatif.

Sebenarnya, kehidupan dunia nyata bisa memberikan sebuah dorongan positif terhadap banyak orang untuk melihat berapa banyak waktu yang mereka habiskan di media sosial setiap hari. 

Walaupun tidak ingin menjadi salah satu dari orang-orang yang tidak pernah melihat dari ponsel atau komputer mereka atau dikenal dengan istilah "kurang update", kehidupan nyata justru sedang terjadi di sekitar mereka. 

Hanya, orang-orang produktif tidak ingin menghabiskan waktu mereka dalam realitas virtual dengan orang lain yang bahkan tidak mereka kenal dan hanya memposting pembaruan sosial palsu.

Jika terjadi denganmu, tidak apa-apa untuk bosan dan membiarkan pikiranmu mengembara sesekali, asal tidak terus-menerus memeriksa umpan berita atau menunggu seseorang untuk memposting sesuatu karena itu akan membuatmu tidak memikirkan cara yang lebih baik untuk menjalani hidup dengan penuh gairah.

Namun, jika memandang media sosialmu menjadi hal yang negatif dan itu mengecewakanmu sebab kamu selalu menghabiskan waktu atasnya dan jika media sosial tidak memotivasimu, menginspirasimu, menantangmu untuk menjadi lebih baik, maka itulah saatnya kamu merenungkan untuk meninggalkan media sosialmu.

-Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun