Mohon tunggu...
Shy Star
Shy Star Mohon Tunggu... -

Pikiran sehebat apa pun, tak bermakna jika tidak dituliskan. Tulisan sehebat apa pun, tak berguna jika tidak menggugah untuk dilaksanakan. BERPIKIR, BERTINDAK, BERHASIL.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jakarta, Ditinggal Mudik

7 September 2010   04:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:23 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak kemarin pagi hingga hari ini, jumlah armada Kopaja yang mengangkut penumpang dari Kelapa Gading (Jakut) menuju Pasar Senen (Jakpus) dan arah sebaliknya, semakin berkurang. Sudah dua hari ini, aku naik ojek motor.

[caption id="attachment_252198" align="aligncenter" width="300" caption="foto 1"][/caption]

Kemarin pagi di Podomoro. Aku sempat ditawari tukang ojek langgananku, "Nggak ada mobil, Mbak. Tuh liat, di seberang banyak yang nunggu," ucapnya sambil menolehkan kepala ke seberang. Kuikuti pandangan matanya. "Wow ! Banyak sekali orang yang nunggu, ya ?" batinku. "Nggak apa-apa, Pak. Masih pagi ini. Mari, Pak," tolakku halus sambil menyeberang jalan. Kulirik jam di pergelangan tanganku, jam 07.20 wib. Ah, masih ada 40 menit.

Kuperhatikan dari kejauhan, si Bapak tukang ojek mendapat penumpang. Dan dia melintas di depanku.

Kemarin pagi, cuaca memang mendung. Gerimis halus. Sebuah Kopaja melintas, namun sudah penuh sesak. Hanya sebagian orang dari tempatku berdiri yang bisa dan mau menaikinya. Bahkan, beberapa pria yang berdiri di ambang pintu Kopaja, hanya dapat menjejakkan satu kakinya saja. Nekat, deh ! Aku lebih baik menunggu Kopaja yang berikutnya saja. Dengan harapan mendapatkan bangku kosong, atau setidaknya berdiri tapi di bagian dalam, bukan di pintu.

Dua puluh menit berlalu. Sebuah Kopaja melintas di depanku. Lagi-lagi sudah sarat penumpang. Ada kekhawatiran akan kehujanan, karena belum dapat Kopaja juga. Aku sih selalu membawa payung dalam tas, tapi kalau harus berpayung dalam keadaan hujan....apalagi sambil naik ojek ? Beuh, pasti basah kuyup juga lah. Beberapa tukang ojek di sekitarku semakin berkurang, sejumlah orang memutuskan naik ojek motor.

[caption id="attachment_252201" align="aligncenter" width="300" caption="foto 2"][/caption]

Hehe, aku suka pilih-pilih kalau naik ojek. Bukan, bukan milih yang ganteng atau motornya yang paling bagus. Justru sebaliknya. Aku milih yang bapak-bapak tua, biasanya rada dekil sih. Pertimbanganku, orang yang demikian itu : bawa motornya kalem karena sudah tua, profil kebapakan kuartikan bahwa dia punya tanggungan anak yang bersekolah, rada dekilnya karena lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan untuk ngojek dan hidup merantau sehingga tak ada istri yang memperhatikan penampilannya. Coz, begitulah profil si Bapak tukang ojek langgananku. Jadi, itung-itung membantu kalau aku memilih tukang ojek yang seperti itu.

OOT. Aku pernah milih tukang ojek yang kakek-kakek. Saat itu terjadi kemacetan parah, padahal jarak ke kantor masih jauh banget. Prediksiku kalau aku turun saja dari angkot lalu naik ojek motor, nggak akan telat deh nyampe kantor. Eh, nggak taunya....sudah bayar ojeknya mahal (coz dari jarak jauh naiknya), aku tetep telat. Hiksss. Soalnya si Kakek lelet banget memacu kecepatan motornya. Alon-alon asal kelakon.

Kembali ke topik semula. Aku mulai memilah tukang ojek yang tersisa, ada 3 orang. Kulihat ada seorang tukang ojek yang sudah renta, kakek-kakek gitu deh. Ingin naik ojek motornya, eh keduluan orang lain. Ya sudah, nunggu si Bapak tukang ojek langganan saja. Dia masih belum kembali dari nganterin penumpang yang tadi. Toh, waktu yang tersisa masih dalam batas toleranku. Masih keburu nyampe kantor tanpa telat.

Akhirnya, si Bapak tukang ojek langganan tiba. Dia berhenti di seberang jalan, mangkal. Aku hanya berharap dia menoleh ke arahku. Tak mungkin untuk berteriak memanggilnya, terlampau jauh jarak kami. Lagipula, aku pun tak tau siapa namanya. Terbersit, andai kutau no handphone nya, mungkin bisa kutelepon dari tempatku berada. Apakah si Bapak itu mempunyai handphone ? Sebagaimana tukang ojek dan tukang becak jaman sekarang, agar bisa dihubungi pelanggannya. Entahlah, aku tak pernah menanyakannya. Yah, walaupun aku sering (nggak tiap hari juga, sih) naik ojek motornya, tapi kami tak pernah saling menanyakan nama. Hanya memberi senyuman dan sapaan jika bersua (halah, bahasanya...hehe). Dan kami senang mengobrol dalam perjalanan, namun sesekali tanpa obrolan jika sepi sedang merajai hatiku.

Ting ! Si Bapak tukang ojek menoleh ke arahku. Segera kulambaikan tangan, pertanda aku ingin naik ojek motornya. Dia pun tersenyum dan segera memutar motornya, menuju ke tempatku berdiri. Aku segera naik. Lalu, obrolan pun mengalir di antara kami. Mulai dari Kopaja yang jarang lewat akhir-akhir ini, hingga urusan mudik.

[caption id="attachment_252202" align="aligncenter" width="300" caption="foto 3"][/caption]

Si Bapak tukang ojek memilih mudik sebelum bulan puasa, jadi sekarang dia nggak mudik Lebaran. Pilihan cerdas. Dia jadi bisa berhemat, nggak kena tarif transportasi masa Lebaran yang lebih mahal dari biasanya. Sekaligus memanfaatkan peluang, di mana saat-saat begini hingga beberapa hari usai Lebaran nanti biasanya jumlah angkutan umum yang beroperasi berkurang. Saatnya jasa tukang ojek seperti dirinya dibutuhkan oleh warga Jakarta. Jakarta yang ditinggal mudik penduduknya; mulai dari anak sekolah, ibu rumah tangga, pekerja, sopir angkot dan si sopir Kopaja (barangkali ?). Hehe . . . .

*Catatan warga Jakarta yang nggak mudik, karena nggak punya kampung halaman. Bersyukur, karena masih tinggal sama ortu, sehingga nggak perlu mengeluarkan biaya mudik.

***

sumber foto :

foto 1

foto 2

foto 3

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun