Layaknya Obor Pattimura yang menyala di Puncak Gunung Saniri sebagai simbol perjuangan dan kebebasan orang Maluku dari penjajahan, buku "Menyala dari Timur" ini pun mendokumentasikan semangat serupa tentang rekam jejak inspirasi perjuangan dan kebebasan intelektual dari putra-putri terbaik Maluku.
Dari Perspektif literasi, buku ini menghadirkan potret ketekunan, mimpi, dan perjuangan 30 generasi unggulan Maluku yang berhasil menembus seleksi beasiswa LPDP sekaligus menghantarkan mereka menempuh pendidikan tinggi di kampus-kampus terbaik Indonesia dan mancanegara.
Jujur saja, awalnya saya hanya ingin membaca satu-dua tulisan dan berniat melanjutkannya nanti. Tapi faktanya lain, tak terasa saya melahap semua narasinya dalam dua jam nonstop, saking serunya.
Buku ini amat menggugah semangat belajar saya sekaligus sangat emosional karena dibuka dengan tulisan Adinda Abdul Asis Rumakat berjudul, "Menjaga Janji di bawah Langit Geser" yang sudah pasti merujuk pada tanah kelahiran saya, sebuah pulau kecil nan manis yang terapung di luasnya laut Seram, Maluku.
Nah, salah contoh paling akurat, tentu saja kisah Adinda Asis (begitu biasa saya menyapanya) yang berhasil menaklukkan kampus berlambang Dewa Ganesha itu. Tentu bukan hal mudah menembus cakrawala akademik Institut Teknologi Bandung (ITB), but he did it. Well done, bro!
Lebih membakar lagi, perjuangan Adinda Asis tak sekadar tes LPDP, ada ujian berat yang membentang di tengah tahapan seleksi LPDP-nya: Ya, Ayahanda tercinta berpulang tepat dua hari sebelum seleksi puncak. Aduh, hati anak mana yang tak hancur ketika dia tengah berjihad tuk masa depannya, namun kabar duka datang dari dalam rumahnya sendiri.
Peristiwa yang sama juga terjadi pada adik sepupu saya saat kami tengah sama-sama berjuang untuk seleksi kampus ke Amerika Serikat sembari pengayaan bahasa di Universitas Negeri Yogyakarta.
Kepiluan yang sama itu, membuat saya sedikit emosional dan tak terasa mata saya menjadi panas dan basah. Pokoknya, saya salut untuk Adinda Asis dan semua teman-teman LPDP yang bernasib serupa, sebab ujian kalian pastilah sangat berat.
Wajar memang, sebab perjuangan Ramli tak kalah serunya karena dia bergelut dengan kendala teknis yang ada saja di setiap tahapan seleksi LPDP, dan yang krusial adalah akses internet yang bagai hidup enggan mati pun tak mau.
Gara-gara internet ini, dia hampir gagal seleksi Bakat Skolastik tapi untungnya LPDP berbaik hati dan memberikan kesempatan kedua yang tak disia-siakan Ramli, bahkan sampai seleksi substansi pun, dia harus menumpang di rumah teman demi akses internet yang stabil.