Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Merebut Ceruk Swing Voters

28 Maret 2019   21:10 Diperbarui: 29 Maret 2019   13:58 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari http://www.provoke-online.com

Ada tiga strategi merebut ceruk Swing Voters:

Pertama, pendekatan sosiologis. Karakter pemilih di Indonesia yang mayoritas didominasi tipologi pemilih tradisional, biasanya sangat mudah dimobilisasi lewat isu-isu sosiologis. Makanya tak mengherankan ketika belakangan ini kita kerap kali disuguhkan berita seputar isu SARA. 

Jika ada paslon yang melakukan kegiatan seperti kumpul-kumpul dalam jumlah banyak dengan isu utama persoalan keumatan, maka sejatinya itu hanya trik politik untuk menggaet ceruk pemilih yang mudah terpantik sentimen keagamaan. 

Contoh lain, adanya rebutan alumni kampus-kampus beken tanah air, merupakan langkah strategis untuk menggaet jutaan alumni kampus tersebut. Tak ada yang salah dari langkah ini, kecuali perlunya memperhatikan etika politik dan barangkali lebih menghormati adab keindonesiaan kita.

Kedua, Pendekatan psikologis. Pada tahapan ini, agak sedikit rumit jika paslon tidak memperhatikan pentingnya sebaran informasi selama periode kampanye bagi sasaran pemilih, sebab pemilih yang masuk dalam pendekatan ini akan menimbang informasi politik dan seberapa penting pemilu bagi mereka. 

Jika informasi yang disebar sejalan dengan kepentingan pemilih tersebut, maka mereka akan merasa terakomodir secara politik dan bisa jadi hal ini dapat dikonversi menjadi elektabilitas.


Sebagai contoh, pemilih milenial (yang notabene termasuk swing voters) yang terpapar informasi seputar program kampanye menyoal lowongan pekerjaan, peluang usaha, ataupun pendidikan, akan lebih tertarik mendukung paslon yang membicarakan isu ini ketimbang berbicara isu mengenai harga sembako atau harga minyak dunia yang berdampak pada ekonomi domestik.

Ketiga, Pendekatan rasional berdasarkan faktor egosentris, sosiotropik, retrospektif, dll. Biasanya, faktor egosentris ditandai dengan sikap mengevaluasi kondisi mereka sendiri di tengah persoalan Indonesia yang begitu kompleks. Selain itu, ada faktor sosiotropik seperti evaluasi umum menyoal keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Dan faktor retrospektif tentang apa yang sudah dikerjakan atau dijanjikan para paslon.

Sebagai contoh, Jokowi tentu lebih berbicara tentang yang sudah dilakukan dan sejumlah bukti atas kinerjanya, sedangkan Prabowo kerap kali berbicara tentang visi "akan" alias apa yang bakal dia kerjakan ketika terpilih. 

Di sisi ini, boleh jadi pemilih rasional akan condong ke Jokowi jika memang mereka menilai kinerja Jokowi baik, sebaliknya boleh jadi mereka terjebak dilema "memilih siapa" jika tawaran Prabowo tak menarik dan Jokowi dianggap kurang berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun