[caption id="attachment_186818" align="aligncenter" width="576" caption="Gunung Api Banda Neira yang dipotret dari Benteng Belgika. (Foto: Dokumentasi Pribadi)"][/caption]
Kepulauan Banda, merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak sekitar 132 kilometer di bagian tenggara pulau Ambon provinsi Maluku. Kepulauan Banda juga menyimpan banyak informasi sejarah, keanekaragaman budaya, sekaligus menawarkan panorama alam yang maha indah. Kepulauan Banda tak hanya tersohor di Indonesia tapi menggaung hingga ke Eropa. Potensi rempah-rempah berkualitas yang berlimpah-ruah seperti pala, lada, fuli dan cengkeh menjadi daya tarik utama dalam bidang perdagangan bangsa Eropa dan Arab berabad-abad lalu. Tak heran, bila rekam jejak Kepulauan Banda diabadikan dalam buku Suma Oriental que trata do Mar Roxo ate aos Chins karya Tome Pires seorang apoteker Portugis yang mengunjungi Kepulauan Banda antara tahun 1512-1515. Hingga kini, Kepulauan Banda selalu menjadi tujuan perdagangan dan tempat wisata oleh wisatawan lokal maupun wisatawan manca negara.
Kepulauan Banda terdiri dari beberapa pulau, seperti Banda Neira sebagai pusat administrasi, pulau Gunung Api, pulau Banda Besar, pulau Keraka atau Kepiting, Sjahrir Island, Hatta Island, dan Pulau Ai. Masing-masing pulau ini menyajikan menu wisata yang unik dan menarik, mulai dari pendakian puncak gunung api, kunjungan tempat-tempat bersejarah, hingga menikmati taman laut yang menawan. Untuk mencapai Kepulauan Banda, tersedia pilihan transportasi udara dan laut.
Wisatawan dari Jakarta, Bali, dan wilayah lain di Indonesia dapat menggunakan pesawat Lion Air, Batavia Air, Sriwijaya Air dan Merpati tujuan Ambon dengan lama penerbangan 3 jam, setelah itu dapat menggunakan penerbangan dalam provinsi dengan Buana Air, Trigana Air dan Merpati Foker tujuan Ambon-Banda Neira. Rata-rata harga tiket pesawat tujuan penerbangan Jakarta-Ambon berkisar antara Rp 600.000 hingga Rp 3.000.000 perorang, sedangkan harga penerbangan dalam provinsi jauh lebih murah di kisaran harga Rp 120.000 perorang. Sementara transportasi laut yang tersedia hanyalah kapal PELNI KM Bukit Siguntang, KM Dobonsolo, KM Ciremai dan KM Lambelu yang melayani rute pelayaran Jakarta, Surabaya, Makassar, Bau-Bau, Ambon dan Banda Neira selama 4 hari waktu pelayaran. Kisaran harga tiket cukup variatif karena disesuaikan dengan pemesanan kamar di masing-masing kelas, mulai dari harga Rp 600.000 hingga Rp. 2.000.000 perorang yang include 3 kali makan sehari.
[caption id="attachment_186822" align="aligncenter" width="400" caption="Kapal ini berkapasitas 1973 Orang (Gambar diadopsi dari http://www.pelni.co.id)"]

Banyak penginapan dengan harga terjangkau sudah tersedia di Banda Neira, bahkan penginapan dengan penawaran kelas wahid seperti Hotel Maulana pun disediakan untuk kenyamanan berwisata anda. Variasi harga hotel permalam sekitar Rp 150.000 - Rp 600.000. Dari hotel atau penginapan di Banda Neira, kita lebih mudah berkunjung ke setiap objek wisata karena transportasi yang tersedia cukup banyak. Objek wisata di pulau Banda Neira sendiri di antaranya rumah pengasingan Bung Hatta, Syahrir St, F. Iwakusuma Sumantri, dan Dr. Cipto Mangunkusumo yang dinyatakan Belanda sebagai tawanan politik di masa itu.
Arsitektur rumah pengasingan ini sangat khas dengan rumah kuno zaman penjajahan Belanda, berornamen kayu-kayu pahat dan lampu hias yang sudah terlihat usang. Terdapat pula ranjang, almari kayu, kacamata, buku, pena, kopiah, piyama dan Jas milik Hatta. Di rumah pengasingan ini, pengunjung dibolehkan memotret namun harus seijin pengelola. Kunjungan ke Rumah Pengasingan ini pun tidak dipungut biaya, namun pengelola menyediakan kotak amal bagi pengunjung yang mau bersedekah untuk perawatan bangunan.
[caption id="attachment_186823" align="aligncenter" width="576" caption="Rumah Pengasingan Bung Hatta (Sumber: Dokumentasi Pribadi)"]

Sekitar 100 meter tak jauh dari Rumah Pengasingan, kita sudah bisa berkunjung ke Benteng Belgica peninggalan koloni Belanda saat menduduki Kepulauan Banda pada tahun 1619 yang dipimpin Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Arsitektur benteng Belgica berbentuk persegi lima dengan beberapa tempat penting seperti ruang belajar, ruang pembantaian, dua terowongan pelarian diri dengan panjang mencapai 100 meter. Ada juga peninggalan perang seperti meriam dan rantai borgol tawanan. Namun yang lebih khas adalah menikmati keunikan corak bangunan dan warna bangunannya yang sudah tua itu. Dari Benteng Belgica, kita dapat melihat seantero pulau Banda Neira dengan tolak pandang sangat memuaskan.
[caption id="attachment_186824" align="aligncenter" width="518" caption="Benteng Belgika (Sumber: Dokumentasi Pribadi)"]



Kunjungan bisa dilanjutkan ke Taman Mini yang berhadapan dengan Benteng Belgica. Di sana terdapat patung Raja Willem III, patung para jenderal koloni Belanda, berjejer pohon-pohon tua dengan batang berdiameter 1,5-3,8 meter, dan banyak bangunan peninggalan Belanda. Taman Mini ini, bisa disebut juga sebagai kota tua seperti di Jakarta. Sepulang dari Taman Mini, kita bisa berkunjung ke kampung Pecinan untuk membeli oleh-oleh khas Banda Neira seperti manisan buah pala basah dan kering, halua kenari, dan ikan tongkol asin. Riwayat kampung Pecinan sejak kependudukan koloni Belanda sudah dikenal sebagai pusat perdagangan. Kita juga bisa menikmati kentalnya nuansa etis Tionghoa di kampung Pecinan ini.