Mohon tunggu...
Mohammad Iqbal Shukri
Mohammad Iqbal Shukri Mohon Tunggu... Jurnalis - Manusia penyuka sambel setan

Belajar meramu tulisan dengan cita rasa kenikmatan sambel setan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penolakan Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19 dan Refleksi Kemanusiaan Kita

25 April 2020   10:26 Diperbarui: 25 April 2020   10:37 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar, liputan6.com

Belum genap satu bulan, dua kejadian aksi penolakan pemakaman jenazah pasien Covid 19, terjadi di Jawa Tengah. Pertama terjadi di Banyumas. Kemudian pada Kamis (09/04/2020), sebagian warga Sewakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang melakukan aksi penolakan pemakaman seorang jenazah perawat pasien Covid 19, untuk dimakamkan di tempat pemakaman umum setempat.

Sontak hal itu membuat luka baru, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan. Dan umumnya bagi masyarakat secara umum.

Memang, bagaimanapun aksi penolakan pemakaman jenazah tersebut, sangat sulit untuk diterima oleh akal dan hati nurani setiap orang. Sebab, keluarga korban tengah mengalami posisi duka yang sungguh mendalam, karena telah ditinggalkan oleh salah satu anggota keluarganya. 

Bukan hanya itu, masyarakat Indonesia pun kiranya turut berduka, sebab salah seorang perawat pasien Covid 19 telah tumbang, dalam perjuangannya menyelamatkan raga  lainnya yakni pasien Covid 19.

Selain itu, beberapa aksi penolakan pemakaman jenazah pasien Covid 19 yang telah terjadi sebelumnya, di Kabupaten Gowa, Makassar, Banyumas, seolah belum cukup dijadikan pembelajaran, untuk menguji sisi kemanusiaan kita. 

Hingga kejadian yang sama harus terulang kembali.

Padahal para Tokoh, Kepala Daerah, Pemuka Agama dan lainnya, tak henti-hentinya mengimbau masyarakat untuk tidak menolak pemakaman jenazah pasien Covid 19, dengan alasan takut tertular virus. Sebab jenazah pasien Covid 19 telah ditangani sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan jenazah yang berlaku.

Dalam hal ini kiranya kita bisa belajar, dan merefleksikan diri bersama, bahwa tidak cukup jika hanya mengandalkan imbauan dari para pemimpin kita, tanpa sinergitas antar sesama, satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Dikutip dari kompas.com, ada beberapa alasan mengapa aksi penolakan pemakaman jenazah pasien Covid 19 terjadi. Diantaranya, letak pemakaman yang dianggap terlalu dekat dengan pemukiman dan perkebunan warga, menolak karena memiliki populasi besar, warga merasa tidak diberi tahu,  takut tertular virus.

Dari beberapa alasan tersebut kiranya dapat ditarik benang merahnya, yakni masih terjadinya simpang siur informasi yang diterima masyarakat, perihal bagaimana penularan virus Covid 19 terjadi. Sebab ada sebagian masyarakat yang masih mempercayai bahwa jenazah yang telah dimakamkan masih bisa menularkan virus. Pada titik ini menggambarkan bahwa imbauan dari para pemimpin daerah dan beberapa tokoh agama, pesan yang disampaikan tidak sampai pada sebagian masyarakat.

Kemudian terkait masih adanya problem koordinasi saat akan dilangsungkan prosesi pemakaman jenazah pasien Covid 19.

Ihwal tersebut, kiranya dalam kondisi saat ini komunikasi, koordinasi, transparansi, dan kebenaran informasi sangat penting adanya. Guna untuk mencegah penolakan pemakaman jenazah pasien Covid 19 tidak terulang kembali.

Refleksi Kemanusiaan

Selain disebabkan faktor eksternal, kejadian penolakan jenazah pasien Covid 19, nampaknya juga tak luput dari faktor internal, dalam diri seseorang. Yakni perihal penyakit hati yang secara tidak sadar telah membutakan hati nurani kemanusiaan. Seperti, kesombongan, panik yang berlebihan, egoisme diri dan lainnya.

Hingga kemudian perlu, sejenak kita merefleksikan diri, mengapa seseorang bisa melakukan aksi penolakan pemakaman jenazah pasien Covid 19.

Pertama, pasti setiap orang tidak ada yang akan memilih untuk meninggal dalam keadaan terpapar Covid 19. Tapi mengapa sebagian dari kita tega menghakimi mereka yang sudah meninggal dengan menolak jenazahnya untuk dimakamkan, dalam peristirahatan terakhirnya?

Kemudian bagaimana jika posisi kita, adalah bagian dari salah satu keluarga yang ditinggalkan. Pasti tidak lain, juga akan merasa sangat terluka.

Padahal semua agama, dalam ajarannya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan di atas segalanya. Mungkin, ungkapan almarhum Gus Dur, sejalan dengan konteks ini, bahwa agama tidak bisa jauh-jauh dari kemanusiaan.

Kedua, bagaimana bisa kita menolak seorang jenazah seorang perawat pasien Covid 19. Di mana mereka telah memberikan jasanya demi menyelamatkan raga yang lain. Tentu dengan bertaruh nyawa diri sekalipun dilakukannya.

Bagaimana kita bisa menerima akal sehat diri kita terhadap aksi penolakan itu. Dalam titik ini, jika dikaitkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila kedua pancasila yang berbunyi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". 

Lantas di mana letak kemanusiaan seseorang ketika melakukan aksi penolakan pemakaman jenazah?

Di tengah pandemi Covid 19 ini, penting kiranya untuk tetap menanamkan dan meruwat sikap kemanusiaan dalam diri kita. Menjadikannya sebagai benteng bersama dalam menghadapi Covid 19 ini.

Sebagai penutup refleksi kemanusiaan dan untuk meredam kepanikan yang berlebihan, alangkah baiknya kita merenungkan apa yang dikatakan oleh Ibnu Sina, tentang kepanikan adalah setengah penyakit, ketenangan adalah setengah obat dan kesabaran adalah setengah dari kesembuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun