Mohon tunggu...
Shofwan Karim
Shofwan Karim Mohon Tunggu... Dosen - DR. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., Drs., M.A.

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Revitalisasi Pesantren di Minangkabau, Wahana Kaderisasi Ulama

20 November 2017   22:14 Diperbarui: 21 November 2017   09:13 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pondok Pesantren Muhammadiyah Alkautsar Muhammadiyah Boarding School Sarilamak, Tanjung Pati, Kab. 50 Kota Sumbar. (Foto: SK)

Beberapa sumber dan literatur menunjukkan bahwa secara terminologis istilah pendidikan  pesantren, menurut corak dan bentuknya yang asli adalah suatu sistem pendidikan yang berasal  dari India. Pesantren pada mulanya, sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, adalah sistem pendidikan yang  digunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu dan Budha. Oleh karena agama Hindu dan Budha lebih duluan masuk dan berkembang di Nusantara, maka setelah Islam masuk dan tersebar di wilayah ini,   sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam.

istilah pesantren sendiri bukan berasal dari istilah Arab, melainkan India (Karel A Steenbrink,1986).Dalam kaitan transformasi pendidikan agama ini, istilah orisinal lokal yang bukan dari istilah Arab sudah biasa digunakan  seperti halnya istilah mengaji, langgar di Jawa, atau surau di Minangkabau, (Silfia Hanani, 2002:68)  Rangkang, Meunasah dan Dayah di  Aceh dan sebagainya.  Menurut Manfred dalam Ziemek (1986) kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri.

 Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Sedangkan menurut Geertz pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India Shastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis, maksudnya pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Dia menganggap bahwa pesantren dimodifikasi dari model Hindu (Wahjoetomo, 1997: 70). Zamakhsari Zofir (Zamakhsari,1983) berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti Guru mengaji.

Bagaimanapun, dalam corak yang paling akhir, secara umum pondok pesantren di Indonesia terbagi kepada 3 tipe: Salafiyah ( yang hanya mempelajari agama saja); kombinasi (madrasah dan pondok dalam satu komplek dengan memasukkan ilmu umum, seperti madrasah secara umum) ; dan ashriyah, khalaf atau moderen ( agama dan umum secara seimbang dan dikelola secara manajemen modern). Pada sisi lain sebenarnya 3 tipe ini bisa disederhanakan menjadi 2 tipe saja yaitu : salafiyah (yang teradisional) dan tipe khalaf yang moderen itu.

Sebenarnya, istilah pesantren ini menjadi populer setelah pertengahan tahun 1960-an. Boleh jadi  orde baru yang mengagungkan masa lalu dan ada semacam "politik pendidikan" dan suka memakai istilah lama dalam budaya Jawa, sehingga istilah pesantren menjadi populer. Padahal sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan tradisional di Indonesia  lebih mengenal sebutan pondok, surau, rangkang, meunasah, dan dayah  dan seterusnya seperti disebut terdahulu. Kata pondok berasal dari funduq (bahasa Arab) yang artinya ruang tidur, asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya (Zamahsyari Dhofir, 1982: 18).

Di Jawa, pada hakikatnya  sebuah pesantren merupakan asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya komplek pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri. Dari aspek kepemimpinan pesantren, kyai memegang kekuasaan yang hampir-hampir mutlak.

Dengan demikian maka di antara komponen-komonen pokok yang terdapat pada sebuah pesantren adalah; (1) pondok (asrama santri), (2) masjid, (3) santri, (4) pengajaran kitab-kitab klasik/kitab kuning, (5) kiai dan ustadz (6) madrasah/sekolah (Depag, 2003: 8) serta (7) sistem tata nilai (salaf/ tradisional-khalaf/modern) sebagai ruh setiap pesantren. Pada pesantren-pesantren tertentu terdapat pula di dalammya madrasah atau sekolah dengan segala kelengkapannya (kombinasi).

Mengapa pesantren dapat survive (bertahan) sampai hari ini, ketika lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional pda lembaga seumpamanya di Dunia Islam lainnya tidak dapat bertahan menghadapi perubahan atau modernitas sistem pendidikannya. Secara implisit pertanyaan tadi mengisyaratkan bahwa ada tradisi lama yang hidup ditengah-tengah masyarakat Islam Indonesia yang di  dalam segi-segi tertentu masih tetap relevan.

Di Minangkabau istilah surau sudah lama digunakan. Akan tetapi seperti sudah disinggung di atas tadi karena adanya keinginan keseragaman dan adanya keharusan oleh  pemerintah yang harus disebut mata anggarannya, misalnya bantuan untuk pondok pesantren, maka istilah pesantren di jawa meluas ke hampir seluruh wilayah tanah air Indonesia, termasuk Sumatera Barat. Maka istilah-istilah lama seperti surau inyiak Canduang, surau inyiek Parabek, surau inyiek Jaho, surau Jambatan Basi dan seterusnya diganti menjadi  istilah Pesantren tadi. 

Sebenarnya mendahului istilah pesantren ini, istilah madrasah sudah ada. Tetapi madrasah lebih kepada sekolah yang tidak mewajibkan siswanya tinggal di menetap di lokasi. Sementara istilah pesantren, lebih diutamakan kalau muridnya, siswanya atau santrinya di samping sekolah belajar agama di tempat itu, juga bertempat tinggal di lokasi tempat belajar tadi.

Sebenarnya istilah pesantren, madrasah atau surau, atau sekolah, secara institusional memiliki  perbedaan karakter. Tetapi di dalam tulisan ini karena pertimbangan praktis dan efisiensi tidak dibahas. Yang ingin selanjutnya didiskusikan di sini adalah, apakah lembaga pendidikan pesantren  mungkin menjadi wahana atau tempat penggodokan calon-calon kader ulama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun