Mohon tunggu...
Shofia Zahara
Shofia Zahara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Etika dalam Proses Peradilan

2 Januari 2023   12:40 Diperbarui: 2 Januari 2023   12:49 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Etika merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seseorang, etika merupakan pedoman untuk melakukan sesuatu, dilihat dari cara kerjanya, etika memiliki eksistensi yang tinggi, terutama dalam masalah hukum.

Banyak dari kita telah menemukan bahwa etika yang baik  di pihak tertuduh dapat meringankan  hukuman dan bahkan mengurangi beratnya hukuman.

Apa itu etika? Seberapa pentingkah etika itu dan studi kasus etika yang baik  

Mari kita lihat pengertian  etika itu sendiri

Etika Secara bahasa, kata 'etika' berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti perwujudan kebiasaan. Dalam hal ini, perspektif subjek adalah tindakan, sikap atau tindakan orang tersebut. Secara lebih spesifik, konsep etika adalah ilmu tentang sikap dan kesusilaan seorang individu dalam lingkungan sosialnya, yang sarat dengan aturan dan prinsip yang berkaitan dengan perilaku yang dianggap pantas. Meskipun secara umum  etika adalah aturan, norma, aturan atau tata cara yang biasanya dijadikan pedoman atau prinsip bagaimana seorang individu bertindak dan berperilaku.

Etika yang baik digunakan dalam tindakan, etika yang baik dapat membuat seseorang menjadi baik dalam penilaian orang lain.


Tentang seseorang dapat dikatakan bahwa etikanya baik di pengadilan disebabkan oleh beberapa hal. Dalam putusan MA No. 572 K/PID/2006 juga disebutkan bahwa hukuman terdakwa dapat dikurangi 5  hal berbeda.  

Beberapa faktor atau alasan yang dapat mempersingkat hukuman, salah satunya adalah kesopanan selama persidangan. Kesopanan dapat mengurangi hukuman jika terdakwa mengaku jujur.  

Selain itu, jika ia bertobat dari perbuatannya, hukumannya juga dapat dikurangi. Apalagi jika terdakwa tidak pernah dihukum sama sekali. Putusan ini dikuatkan dengan  putusan terbaru  Mahkamah Agung  nomor 115/PK/PID.SUS/2017.  

Tetapi harus ada alasan yang kuat untuk melakukan kebijaksanaan, karena tidak ada hal lain yang meringankan, maka dapat ditambahkan alasan yang sopan. Hal lain yang juga bisa dimitigasi adalah jika tersangka diampuni, apakah sidang pidana dilanjutkan?  

Oleh karena itu pentingnya permintaan maaf dalam sidang pidana sangat penting, sehingga memberikan kontribusi untuk pengurangan hukuman. Namun, hakim juga  harus mempertimbangkan  keadilan  masyarakat sebagai tujuan utama.

Dalam beberapa putusan Mahkamah Agung diketahui bahwa hal ini dapat membantu terdakwa untuk mendapatkan keringanan dari ancaman pidana. Akankah kesopanan meringankan hukuman? Namun, kita harus mempertimbangkan seberapa serius kasusnya.  

Studi Kasus Perilaku Sopan  

Apakah Anda ingat kasus di akhir tahun 2021 ketika seorang selebriti Indonesia mendapat hukuman yang lebih ringan karena bersikap sopan? Selebriti, yang tertangkap melarikan diri dari karantina, dikutip dalam beberapa berita utama  mengatakan bahwa dia tidak didakwa melakukan kejahatan karena dia berperilaku bermartabat selama persidangan, meski menjalani hukuman empat bulan penjara dan denda. lima puluh juta rupiah. Hal ini secara tak terduga membuat marah banyak orang Indonesia, terutama karena banyak berita utama mempertanyakan alasan di balik kesopanan tersebut.  

Penalaran sopan di pengadilan juga luar biasa untuk selebriti yang mengemudi dalam keadaan mabuk dan melumpuhkan pacarnya. Jaksa  menuntut ,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 juta Hal-hal yang meringankan  terdakwa adalah kesopanan di persidangan, kesadaran, penyesalan atas tindakannya dan fakta bahwa ia tidak pernah dihukum karena kejahatan dalam kasus lain. . . Ternyata pertimbangan kesopanan tidak muncul dengan mudah di pengadilan akhir-akhir ini. Dalam kasus korupsi, hanya sedikit orang koruptor yang mendapatkan pertimbangan hukum yang meringankan karena berperilaku santun di pengadilan. Benarkah dengan santun  kita bisa lepas dari hukuman pidana?  

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memuat beberapa hal/syarat yang  meringankan  pidana, antara lain:

1. Eksperimen

Jika memenuhi Pasal 53 KUHP, terpidana harus memenuhi 3 (tiga) syarat. percobaan kejahatan, yaitu:

a) pelaku mempunyai niat/kehendak;

b) tujuan/keinginan untuk sementara  terpenuhi; dan

(c)  tidak diselesaikan semata-mata atas kehendak pencipta. Dengan kata lain, proses pidana adalah dilakukannya suatu kejahatan yang telah dimulai tetapi jelas belum selesai, atau niat untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang nyata dalam pelaksanaan awal. (Lamintang, 198:511)

Walaupun Pasal 53 (2) dan (3) KUHP mengatur tentang pemidanaan, penangguhan penjatuhan pidana  dapat dikurangi dengan ketentuan sebagai berikut:  

a) Batas atas penangguhan penjatuhan pidana adalah berkurang. oleh sepertiga; atau

b) Jika kejahatan itu diancam dengan pidana mati atau pidana penjara paling lama 15 tahun.

2. Tindak Pidana

Tindak pidana tambahan (medeplichtige) adalah tindak pidana yang membantu terjadinya atau terlaksananya suatu tindak pidana. Hal ini diramalkan dalam Pasal 56 KUHP, dimana barang siapa dengan sengaja memfasilitasi kejahatan atau dengan sengaja memberikan kesempatan untuk memberikan pelayanan dapat dipidana karena melakukan kejahatan. atau informasi untuk melakukan kejahatan.  

Sama halnya dengan acara pidana, pidana dapat dikurangi karena kerja sama dalam kejahatan, jika:

a) Maksimal pidana dikurangi sepertiga; atau

b) Jika kejahatan itu diancam dengan pidana mati atau pidana penjara paling lama 15 tahun.

3. Ibu-ibu yang menelantarkan anaknya setelah melahirkan

Persyaratan ini diatur dalam pasal 305 dan 306, pasal [1] dan [2], yang mengatur  

KUHP pasal 305  

“Barang siapa menemukan anak berumur tujuh tahun atau meninggalkan dia dengan maksud  melarikan diri darinya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan. "

(2) "Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun."

Namun syarat ini dapat digugurkan jika perbuatan itu dilakukan oleh ibu, karena dikhawatirkan kelahiran anaknya diketahui setelah melahirkan. Bagi ibu yang melakukan tindak pidana ini, KUHP dipersingkat setengah dari pidana maksimal menurut pasal 305 dan 306  yang berbunyi:  

“Jika seorang ibu takut orang akan mengetahui tentang kelahiran anaknya segera setelah anak itu lahir, atau dia meninggalkan rencana untuk melarikan diri darinya, hukuman yang lebih berat adalah Pasal 305 dan 306 KUHP,setengahnya.

Bisakah ada pengurangan/penggantian hukuman selama tindakan sipil? Dalam eksekusi, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa saat membuat keputusan. Di Indonesia, dasar “terdakwa berperilaku sopan di pengadilan” sering digunakan untuk pemidanaan. Dengan demikian, yurisprudensi dalam Putusan Mahkamah Agung No. 572 K/PID/2006 Tahun 2006. Dalam peninjauan kembali putusan tersebut, jaksa menjelaskan hal-hal yang meringankan hukuman terdakwa yaitu:  

1. Terdakwa berperilaku sopan di persidangan;

2. Terdakwa  mengakui perbuatannya di muka umum;

3. Terdakwa tidak pernah dihukum;

4. Terdakwa menyesali perbuatannya.

dalam putusan MA, dimana alasan hukum perdata digunakan sebagai penangguhan hukuman, disebutkan dalam putusan MA no. 2658 K/PID.SUS/2015, dimana hakim menilai hal-hal yang meringankan terdakwa sebagai berikut:  

1. Terdakwa tidak pernah dihukum;

2. Terdakwa berperilaku sopan di pengadilan.

Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai apakah proses tersebut layak  digunakan sebagai penyimpulan pidana. Salah satunya adalah Dwi Hananta dalam Jurnal Hukum berjudul “Hal-hal yang Meringankan dan Memperberat Peradilan Pidana” dimana ia berpendapat bahwa kesopanan di pengadilan tidak dapat dianggap mengurangi kejahatan karena merupakan tanggung jawab semua orang.

Namun ada juga yang percaya bahwa kesopanan selama proses dapat mempengaruhi keputusan secara signifikan. Demikian dikatakan Guru Besar Hukum Pidana  Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Guru Besar Pascasarjana Ilmu Hukum. Dr. Indriyanto Seno Adji dalam wawancaranya (12/12/2021),  

“Dari segi proses hukum, syarat praperadilan seperti kemurahan hati, kejujuran, dll, merupakan pertimbangan yang dapat mempengaruhi  hakim untuk memutus apakah akan menambah atau mengurangi hukuman, yang benar-benar terserah hakim."

Peninjauan kembali putusan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban Komisi Hukum atas apa yang diputuskan dalam putusan Amar, sehingga segala sesuatu yang diputuskan dalam putusan Amar harus diperhitungkan, termasuk  meringankan atau memperberat perkara pidana.  

 UU No. Menurut pasal 8 (2) Yurisdiksi 8 Tahun 2009,  hakim harus melihat baik buruknya sifat terdakwa karena beratnya delik. Selain itu, dalam pasal 58 KUHP, yang ditegaskan, juga harus memperhatikan pengurangan syarat-syarat tersebut.

"Dalam penerapan ketentuan pidana, keadaan pribadi yang meringankan, meringankan atau meringankan harus dipertimbangkan hanya  dalam kaitannya dengan pelaku perbuatan atau pembantunya sendiri."

Bahwa sesungguhnya penjatuhan hukuman dan hukuman yang meringankan itu adalah urusan hakim dan  harus dimasukkan dalam aspek hukum putusan sebagai bentuk tanggung jawab hakim. Hal ini juga dalam kekuasaan hakim untuk mempertimbangkan pengurangan perilaku sopan di pengadilan. Oleh karena itu, memang kesopanan dapat dipertanyakan di pengadilan jika  pengadilan pidana menyetujuinya, tetapi ingat bahwa ini tidak sepenuhnya membebaskan kita dari hukuman pidana.  

Sehubungan dengan itu, banyak berita utama yang mengarah pada persepsi bahwa terdakwa cukup sopan untuk bebas dari tuntutan pidana harus memberi tahu publik bahwa bersikap sopan di pengadilan tidak serta merta membebaskannya dari tuntutan pidana, kecuali hukuman. , tetapi memang benar, ini mungkin aspek hukum dari panel hukum dalam memberikan pemulihan pidana.  

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa etika kesopanan dan perilaku yang baik di pengadilan merupakan indikator atau  penilaian bagi lembaga kepolisian untuk meringankan hukuman, tetapi tergantung pada keseriusan kasusnya ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun