Kesehatan mental merupakan bagian penting dari kesejahteraan individu maupun masyarakat. World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa kesehatan mental adalah komponen mendasar dari kesehatan secara keseluruhan (Ayuningtyas et al., 2018). Di Indonesia, isu ini semakin menonjol di tengah modernisasi yang ditandai dengan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang cepat. WHO (2017) mencatat bahwa jumlah kasus depresi di Indonesia mencapai 9,1 juta jiwa, atau sekitar 3,7 persen dari populasi. Angka ini menunjukkan bahwa kesehatan mental adalah tantangan serius yang harus ditangani secara kolektif dan inklusif.Â
Stigma negatif terhadap gangguan mental masih menjadi hambatan utama bagi orang untuk mendapatkan penanganan dan perawatan yang tepat di Indonesia. Kurangnya informasi membuat masyarakat kurang memahami pentingnya kesehatan mental, sehingga stigma dan stereotip negatif terus bertahan.
Budaya sebagai Fondasi InklusifitasÂ
Budaya memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi terhadap kesehatan mental, baik sebagai penguat stigma negatif maupun sebagai fondasi untuk memperluas pemahaman dan dukungan sosial. Pandangan budaya yang beragam di Indonesia sangat memengaruhi cara orang menangani masalah kesehatan mental. Sebagai contoh, masyarakat Jawa tradisional sering mengaitkan gangguan mental dengan makhluk halus atau spiritual, sehingga lebih memilih penanganan magis dan spiritual daripada profesional seperti psikolog atau psikiater (Subandi & Utami, 1996).
Namun, dimensi budaya Indonesia juga menyimpan potensi besar untuk membangun inklusifitas dalam kesehatan mental. Nilai gotong royong, solidaritas keluarga, dan ikatan komunitas yang kuat bisa menjadi fondasi penting. Dukungan sosial yang lahir dari tradisi ini dapat mengurangi kesepian, memperkuat rasa memiliki, dan membantu individu menghadapi tekanan hidup sehari-hari. Pada titik inilah inklusifitas bisa dimaknai bukan hanya sebagai akses layanan kesehatan formal, tetapi juga sebagai penerimaan sosial yang menghargai kondisi mental setiap orang.
Modernisasi, Digitalisasi, dan Perubahan Persepsi
Menghilangkan stigma negatif terhadap kesehatan mental merupakan tantangan besar bagi masyarakat Indonesia. Stigma ini dapat menghalangi individu untuk mencari bantuan atau perawatan yang mereka butuhkan. Peningkatan kesadaran dan edukasi masyarakat tentang kesehatan mental adalah kunci untuk mengatasi stigma yang ada. Literasi kesehatan yang didukung dengan keterampilan untuk menerapkan pengetahuan tentang kesehatan dalam kehidupan sehari-hari dapat mendorong kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.
Kesadaran kolektif masyarakat tentang kesehatan mental dapat mendukung tercapainya fondasi yang kuat dalam meningkatkan kesejahteraan individu dan fungsi mereka dalam komunitas. WHO menyatakan bahwa "there is no health without mental health," yang berarti kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Stigma terhadap kesehatan mental di Indonesia telah mengalami transformasi yang dipengaruhi oleh modernisasi. Kemajuan infrastruktur sosial, ekonomi, dan teknologi telah mengubah cara masyarakat berinteraksi dengan masalah kesehatan mental. Teknologi digital membuka peluang bagi masyarakat dengan permasalahan kesehatan mental untuk mendapatkan dukungan sosial dan informasi kesehatan mental. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa modernisasi dan digitalisasi juga dapat membawa masalah baru, seperti peningkatan tekanan hidup dan stres, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Kolaborasi untuk Kesehatan Mental yang Lebih Inklusif