Mohon tunggu...
shofia deyandi
shofia deyandi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prasangka dan Diskriminasi di Masa Covid-19 dari Perspektif Psikologi Sosial

5 Juni 2022   11:53 Diperbarui: 5 Juni 2022   12:00 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

WHO secara resmi mengumumkan pada 11 Maret 2020 bahwa virus corona (Covid-19) yang menyebar luas di seluruh dunia adalah pandemi (Sebayang, 2020). 

Wabah Covid-19 muncul sejak kasus pertama terjadi di kota Wuhan, China, pada akhir Desember 2019 lalu pada Selasa 2 Maret 2020 ditemukan kasus pertama virus Covid-19 di Indonesia ( Rumah Sakit ZAPA, 2020). 

Penyebaran virus corona berdampak pada banyak aspek kehidupan, seperti ekonomi (SMERU, 2021), pendidikan (Nuryana, 2020), kesehatan mental (UNICEF, 2021), persepsi publik (Mamuaja dkk, 2021), dan lain-lain.

Di penghujung tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta menyatakan bahwa angka kematian akibat Covid-19 semakin mengkhawatirkan dan terjadi lonjakan kasus (Arbi, 2021). Hal ini jelas membuat masyarakat ketakutan dan was-was, serta tidak sedikit orang terdekat yang menjadi korban virus Covid-19. 

Ketakutan ini menyebabkan masyarakat mengubah perilaku dan kebiasaan, mentalitas dan persepsi orang lain sedemikian rupa sehingga seringkali menimbulkan prasangka dan diskriminasi, terutama terhadap para survivor Covid-19, petugas kesehatan, penduduk daerah tertentu, ras tertentu, dan sebagainya.

Prasangka adalah bagaimana seseorang menilai suatu kelompok atau individu yang berbeda dengannya dalam suka dan tidak suka (Unkris, 2012). Perbedaan tersebut dapat berupa nilai budaya, gender, mayoritas dan minoritas, superioritas dan lain-lain. 


Bias tersebut bermula dari stigma, dimana stigma terjadi melalui proses yang saling berhubungan yang disebut cues yang kemudian diperkuat oleh stereotip. Bias-bias ini mendukung stereotip negatif yang kemudian memanifestasikan dirinya sebagai diskriminasi (Kanina, 2021).

Prasangka dan diskriminasi, terutama di masa pandemi Covid-19, telah merugikan beberapa pihak. Namun, dari perspektif psikologi sosial, masih sedikit penelitian yang membahas prasangka dan diskriminasi selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, artikel ini dimaksudkan untuk membahas, dari sisi psikologis sosial, fenomena prasangka dan diskriminasi yang terjadi di masyarakat selama pandemi Covid-19 dan menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk memeranginya. Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat menambah pandangan tentang prasangka dan diskriminasi dari perspektif psikologi sosial kepada masyarakat umum agar tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan.

Stigma negatif yang dihasilkan tidak terlepas dari penyebaran informasi yang tidak akurat dan bias terkait dengan virus Covid-19. Adanya distorsi saat menerima pesan yang dikomunikasikan dengan baik juga dapat menimbulkan stigma negatif di masyarakat. 

Oleh karena itu, tidak jarang informasi berkembang menjadi informasi palsu dan mempengaruhi pengambilan keputusan individu.
Epidemi Covid-19 yang terjadi telah menimbulkan stigma negatif di masyarakat untuk berprasangka dan melabeli orang tertentu, melakukan stereotip, bertindak berbeda atau mendiskriminasi orang lain.

 Faktor penyebab terjadinya diskriminasi selama wabah Covid-19 ini tidak terlepas dari virus Covid-19 itu sendiri yang merupakan penyakit baru, sehingga banyak yang tidak mengetahui informasi mengenai virus tersebut. Kurangnya pemahaman akan informasi menyebabkan orang mengalami ketakutan, kebingungan dan kecemasan.

Selain itu, dengan mudahnya penyebaran informasi saat ini semakin memudahkan penyebaran informasi yang tidak jelas kepada masyarakat. Sehingga ketakutan dan kecemasan semakin menjadi. Akibatnya, masyarakat seringkali memiliki persepsi dan stigma negatif tentang hal-hal yang berkaitan dengan Covid-19 (Marpaung, 2020).

Dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, stigma dapat berdampak sosial sebagai berikut:

1.Ada keinginan untuk menyembunyikan penyakitnya agar tidak didiskriminasi.
2.Ketika gejala muncul, orang menolak untuk mencari perawatan kesehatan.
3.mencegah seseorang mengembangkan perilaku sehat.
4.Ada infeksi terus menerus dan sulit untuk mengendalikan penyebaran virus.

Di Indonesia sendiri, fenomena terkait stigma dan diskriminasi muncul dengan cara sebagai berikut (Hardiana, 2020):

1.Orang yang selamat atau pasien yang sembuh dari Covid-19 dikecualikan karena diyakini masih dapat menularkan penyakit tersebut.
2.Menolak dan mengkarantina orang yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain.
3.Beberapa kelompok etnis dianggap sebagai pembawa virus dan dikecualikan darinya.
4.Tenaga medis diyakini mampu menularkan virus dan harus dikarantina.
5.Tolak jenazah karena diyakini masih membawa virus yang bisa menulari orang lain.
6.Isolasi keluarga pasien, pengasuh, dan orang-orang yang sedang bepergian.

Anda dapat melihat bahwa pandemi Covid-19 telah mengubah perilaku sosial individu dan kelompok. Salah satunya menciptakan prasangka dan diskriminasi kelompok eksternal yang dapat menimbulkan kebencian dan konflik sosial. Dengan demikian, pandemi Covid-19 telah mengubah manusia dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Sama halnya dengan mengubah psikologi manusia dalam memahami hubungan sosialnya sendiri.

Menurut Bloomer, salah satu penyebab stigma sosial adalah perasaan berbeda dari kelompok lain. Jika dikaitkan dengan kondisi pandemi, orang yang tidak terinfeksi virus mengalami emosi yang berbeda dengan mereka yang sering memakai stigma negatif, seperti pasien, penyintas, atau petugas kesehatan. Seringkali, kelompok yang menerima stigma negatif ini adalah kelompok minoritas dalam masyarakat. Oleh karena itu, rasa kekuasaan yang lebih besar muncul di sebagian besar kelompok.

Mengenai kelompok minoritas dan mayoritas, Mar'at 1988 (Ginintasasi, 2008) menjelaskan bahwa stigma sosial disebabkan oleh beberapa sebab seperti : 

1.Kekuasaan sebenarnya terlihat dalam hubungan antara mayoritas dan minoritas.
2.Fakta perlakuan kelompok mayoritas dan minoritas.
3.Fakta tentang peluang bisnis antara mayoritas dan minoritas.
4.Posisi dan peran sosial ekonomi umumnya didominasi oleh mayoritas.

Seseorang menyusun sesuatu melalui proses klasifikasi berdasarkan teori kognitif yang menjelaskan bagaimana individu berpikir tentang apa yang berprasangka dan bagaimana individu memproses informasi dan memahami dunia, berusaha mengembangkan kesan yang telah dibuat. Dalam fenomena pandemi COVID-19 saat ini, klasifikasi seringkali didasarkan pada petunjuk seperti yang terkait dengan pasien, penyintas, petugas kesehatan, dan virus lainnya.

Prasangka dan diskriminasi dapat berdampak negatif pada individu dan kelompok. Bahkan bisa membuat individu dan kelompok merasa diabaikan. Oleh karena itu, langkah-langkah harus diambil untuk memerangi stigma dan diskriminasi. Secara khusus, langkah-langkah berikut harus diambil selama pandemi covid-19 berikut :


1.Jangan menyebarkan informasi sembarangan tentang COVID-19 atau menyebarkan pengetahuan Anda tentang virus Covid-19.
2.Jangan memburu pasien, anggota keluarga, atau tenaga kesehatan yang menangani COVID-19.
3.Itu tidak menghubungkan tempat atau etnis tertentu dengan penyakit.

Prasangka dan diskriminasi tidak memberikan solusi untuk pandemi COVID-19, mereka hanya memperburuk situasi. Saling mendukung diperlukan untuk menghindari prasangka dan diskriminasi. Berempati dan bekerja sama untuk melawan Covid-19.

Refrensi :

Ahmadi, A. 2007. Psikologi Sosial. Edisi Revisi Cetakan III. Jakarta: PT Rineka Cipta
Alwisol. 2012. Psikologi Kepribadian. Edisi Revisi Cetakan Sebelas. Malang: Universitas Muhammadiah Malang

Wiradharma, Gunawan. Setiyadi, Rahmat. (2017). Bystander Effect: Keidakpedulian Orang Urban.  Hal, 102. Prosiding Seminar Nasional Budaya Urban. FIB UI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun