Mohon tunggu...
Cahaya
Cahaya Mohon Tunggu... Lainnya - Dualisme Gelombang-Partikel

Penyuka pohon johar, cahaya matahari, dan jalan setapak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tas Punggung

18 Oktober 2017   18:32 Diperbarui: 18 Oktober 2017   20:17 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kamu merasa perlu mengganti tas punggung yang sudah sejak semester pertama kamu beli di pasar loak itu. Kali ini kamu berkeinginan membeli tas, yang setidaknya bukan barang bekas seperti tasmu sebelumnya. Kamu mulai mendatangi pertokoan terdekat, sepulang kerja. Menyusuri jajaran toko yang ada, mencari tas punggung, yang modelnya biasa saja, warna hitam bila perlu, tidak terlalu mahal, tapi bisa tahan lima tahun lagi.

Setelah berjalan beberapa lama, kamu akhirnya memutuskan memasuki sebuah toko yang tidak terlalu besar, namun cukup lega untuk memajang tas-tas dengan model beragam. Sementara melihat-lihat tas, seseorang menepuk pundakmu dari belakang. Kamu berbalik, membingkai wajah pemuda di depanmu dengan kening berkerut.

Pemuda itu semringah, "Kamu adiknya Miranti, kan?"

Pertanyaan itu mengantarmu pada ingatan masa lalu, waktu masih berseragam putih abu-abu, di mana sering sekali kakak kelas menanyakan hal itu padamu. Ujung-ujungnya mereka mendekatimu hanya agar bisa dekat dengan kakak.

"Kamu adiknya Miranti, kan?" ulang pemuda berkulit cokelat itu.

Dalam hati kamu sedikit cemas, mengingat kakak sudah lama menikah, dan saat ini bahkan sedang mengandung anak keempat.

"Halo!" pemuda itu melambaikan tangan di depan wajahmu, pelan.

Sedikit canggung yang bercampur dengan perasaan tersedak kamu pun menjawab, "I-iya."

"Wah, kebetulan sekali, masih ingat saya?"

Kamu memutar kembali ingatan beberapa tahun silam, ingatan yang tersimpan paling dalam pada lipatan masa lalumu saambil secara perlahan membingkai inci demi inci wajah pemuda di hadapan. Pemuda bermata besar, dan beralis tebal. Kulitnya kecokelatan, dengan tinggi sekitar sepuluh senti dari kepalamu.

Gagal. Kamu sama sekali tidak bisa mengingat dengan baik siapa pemuda di hadapanmu. Kakak kelas waktu SMA tidak ada yang model begitu. Tapi entah mengapa kamu merasa begitu familier dengan pemuda berkacamata itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun