Mohon tunggu...
Shesar
Shesar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemuja Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tahi Goreng Tulang Lunak

13 Februari 2017   08:03 Diperbarui: 13 Februari 2017   16:31 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Budi dan keluarganya selalu memaksa diri makan nasi kecap setiap hari. Karena nasi kecap adalah wakil nyata betapa kerenya mereka. Namun semua berubah ketika Budi mencipta produk gorengan baru dengan bahan dasar yang mengagumkan: tahi.

Jauh dari dungu, Budi sebetulnya pria pintar. Ia pelajar tekun dan penikmat bacaan nomor dua di pergaulannya. Pria yang tak pernah mau kalah adalah pandangan orang-orang padanya. Khusus untuk juara membaca, ia rela kalah.

“Terserah si Telo lah, biar saja dia jadi juara perkara tekun membaca,”

Kawan-kawannya paham. Telo tekun membaca karena begitu pendiam dan malas menjalin kawan. Telo hanya berkawan buku. Tapi ia tak berkawan pena. Setekun apapun Telo membaca, ia tak tekun sama sekali soal menulis. Konon, kalau ia menulis, jumlah buku yang ia baca berkurang. Dan ia takut disalip Budi. Tahi kebo sebetulnya, karena segandrung apapun Budi pada buku, ia masih gandrung pada manusia, terutama perempuan. Di kala si anu berontak, Telo pergi ke kamar mandi, sedangkan Budi pergi ke kamar kos kekasih. Itulah kenapa Budi santai saja dilangkahi Telo. Ia suka buku, tapi tak sampai tega menipu anunya dengan memek palsu alias telapak tangan.

Kala tak membaca atau bergaul, Budi kerap datang ke seminar. Macam-macam yang ia datangi: seminar pendidikan, cara laris jualan, kesehatan, bahkan seminar konyol yang temanya melupakan mantan. Satu seminar kesehatanlah yang mengubah alur hidupnya, jauh dari yang semula ia rencanakan.

Pembahasan di seminar itu berpusar pada tidaknya sehatnya gorengan. Ini yang ditolak Budi dalam diamnya. Tegas sekali, dalam diam, ia menolak ide gorengan adalah makanan tak sehat yang dihuni banyak lemak jahat serta dijauhi nutrisi baik. Pengisi seminar menganjurkan para peserta berhenti makan gorengan dan mulai berakrab diri dengan buah.

Jika di perkara membaca ia jadi nomor dua, lain soal untuk gorengan. Budi adalah pasukan garis keras. Sejak belasan tahun lalu sejak lidahnya kenal pada rasa mendoan Banyumas, Budi mendaku diri sebagai pemuja gorengan. Dari mendoan, ia merambah ke bakwan, ubi, singkong, sukun, juga cabai goreng yang dibawakan dosennya dari Tamil.

Yang membuat Budi menolak bahasan seminar tadi, tubuhnya adalah yang paling rosa seantero pergaulannya. Nafasnya paling panjang, larinya paling kencang, ototnya paling kelihatan, dan pentungannya paling lama layu. Tak lupa juga fakta jam buang air besarnya paling teratur, setara kedisiplinan dosen filsafat kampusnya.

Budi melawan. Wisudanya ditandai deklarasi di hadapan para kawan karib, ia akan menekuni karir sebagai tukang gorengan. Ia akan membuktikan gorengan bukan tersangka memburuknya tubuh manusia, karena setidaknya Budi pun mengakui gorengan tak begitu ada manfaat bagi tubuh.

Berkutat di rumah kontrakan yang jendelanya ada dua, Budi meriset bahan pendukung terbaik untuk mendoan ciptaannya. Untuk orang dengan ketekunan membaca seperti Budi, riset adalah sarapan pagi: tidak memberatkan, asyik saja dilakoni. Dan dapatlah ia bahan pendukung termantap setelah meriset berminggu lamanya.

Mendoan kebanggaan Budi dicobakan ke para kawan karib. Gilang gemilang mendoan itu. Para kawan karib memuji Budi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun