Mohon tunggu...
Margareta Sheryl Kurniawan
Margareta Sheryl Kurniawan Mohon Tunggu... Editor - Female

a srudent at Loyola College High School

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Transplantasi Organ, Tak Perlu Khawatir Kanker!

6 Oktober 2019   13:08 Diperbarui: 6 Oktober 2019   13:24 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jumpa lagi dengan penulis! Pada part sebelumnya, kita telah membahas mengenai animal testing pada simpanse. Kali ini, penulis akan membahas mengenai apakah benar bahwa transplantasi/donor organ berpotensi memicu kanker. Perlu kita ketahui, organ tubuh manusia begitu luas lingkupnya. Mengacu pada tema tersebut, penulis akan menggunakan perumpamaan organ tubuh manusia secara umum saja sebagai acuan.

BEIJING -- Menurut data pemerintah setempat hingga 15 Juni 2019, sebanyak 1,35 juta remaja di bawah usia 30 tahun di China terdata sebagai orang yang bersedia mendonorkan organ tubuhnya. Wakil Ketua Yayasan Pengembangan Transplantasi Organ China (COTDF), Zhao Hongtao menguraikan bahwa, tercatat lebih dari 24.000 warga yang telah meninggal dunia di sana telah mendonorkan 69.302 organ tubuhnya, dikutip dari media resmi setempat.

Mayoritas donor mendaftar melalui telepon seluler secara daring (online) setelah yayasan tersebut mengoperasikan platform pendaftaran donor organ tubuh daring. Menurut data CODTF Selasa (2/7/2019), jumlah donor yang mendaftar melalui platform tersebut menembus angka hingga 1 juta. Sebagaimana dirilis China Daily, Komisi Kesehatan Nasional (NHC) menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah donor organ dalam kurun beberapa tahun terakhir. (red. M. Irfan Ilmie, 2019)

Dari penggalan berita tersebut, kita dapat melihat bahwa ternyata banyak sekali kasus donor organ tubuh di berbagai belahan dunia. Pada September 2016, disebutkan oleh IRODAT, suatu organisasi internasional yang mendata kasus transplantasi organ tubuh manusia, negara dengan kasus donor organ tubuh terbanyak diduduki oleh Spanyol, yang diikuti oleh sejumlah negara lainnya, yaitu Kroasia, Belgia, Portugal, Malta dan Amerika Serikat. (Yessiwilwisc, 2018)

Di Indonesia sendiri, sering terdengar istilah 'donor' di telinga kita. Namun, istilah 'donor' tersebut lebih umum mengacu pada 'donor darah'. Kasus transplantasi organ di Indonesia masih terbilang jarang apabila disandingkan dengan negara-negara yang telah penulis sebutkan di atas. Berikut definisi dari transplantasi/donor organ tubuh.  

Dilansir dari Wikipedia, transplantasi organ adalah pemindahan atau cangkok seluruh maupun sebagian organ tubuh, dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain dalam tubuh yang sama ataupun dari satu tubuh menuju tubuh yang lain. Transplantasi organ memiliki tujuan untuk mengganti organ yang rusak, cacat, tidak berfungsi lagi, maupun ada yang tidak dimiliki oleh sang penerima yang diperoleh dari donor. (Astiti, 2015)

Di dunia, donor organ ginjal menempati posisi terbanyak didonorkan dari berbagai praktik donor organ tubuh, diikuti oleh hati dan jantung. (WHO, unknown) Akan tetapi, donor organ menempati jumlah kasus 10 kali lebih sedikit daripada donor jaringan. Jaringan tubuh yang paling sering didonorkan adalah mukuloskeletal dan kornea mata.

Dalam transplantasi organ, dikenal pula istilah donor dan resipien, selain memiliki kesamaan nama seperti dalam konteks donor darah, keduanya tetap berikatan satu sama lain. Donor adalah orang yang menyumbangkan organ tubuhnya pada sang penerima (resipien). Sebagai tambahan, donor darah secara tidak langsung berperan pula dalam mereduksi proses penolakan tubuh yang terjadi karena masuknya suatu organ tubuh baru dalam transplantasi organ. Seorang ahli bedah transplantasi hati dari Sing-Kobe Liver Transplant Centre (SKLTC) Mount Elizabeth Novena Hospital Singapore, dr. Koichi Tanaka menegaskan bahwa kesamaan golongan darah dapat membantu kecocokan transplantasi organ. (Vta, 2013)

Sebenarnya, pengambilan organ untuk transplantasi organ tidak selalu dilakukan pada saat sang donor masih hidup. Pengambilan organ saat donor telah meninggal masih dapat dilakukan, tetapi dengan syarat kematian tersebut adalah kematian somatik, bukan seluler. Kematian somatik adalah saat ketika seseorang dinyatakan meninggal secara klinis karena tidak ada kerja jantung dan pernafasan, tetapi, bukan berarti semua selnya juga sudah mati. Butuh waktu sekitar 3 hingga 4 jam untuk menuju kematian seluler, kata dr. Ida Bagus Putu Alit, Sp.F, DFM SMF dari Ilmu kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Unud. (Astiti, 2015)

Sedangkan, kanker bukanlah penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi virus atau bakteri. Menurut Yayasan Kanker Indonesia, kanker adalah suatu penyakit yang muncul akibat adanya pertumbuhan tidak normal suatu sel dalam suatu jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Sel kanker dapat menjalar ke seluruh tubuh dan menyebabkan kematian. Banyak yang menyamakan kanker dengan tumor, padahal tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah benjolan abnormal di tubuh. Kanker adalah nama lain untuk tumor ganas.

Mari melangkah ke pembahasan kita, apakah transplantasi/donor organ beresiko kanker? Penulis mengambil salah satu contoh kasus kanker akibat transplantasi organ di Eropa. Ada seorang donor wanita berusia 53 tahun, tidak begitu diketahui kondisi medisnya meninggal akibat stroke, lalu paru-paru, ginjal, jantung, dan hatinya disumbangkan kepada 4 resipien.

Beberapa waktu setelah didonorkan, 3 dari 4 orang resipien tersebut meninggal akibat kanker, sedangkan sisanya dinyatakan selamat setelah menjalani berbagai perawatan penyembuhan kanker. Kanker tersebut didiagnosa berasal dari organ hasil transplantasi. Padahal sebelum organ-organ tersebut didonorkan, telah diadakan serangkaian tes seleksi ketat, seperti pendataan riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan dada, pemeriksaan fisik serta pengecekan ultrasound pada perut dan jantung, dan pemeriksaan saluran pernapasan, tetapi sel kanker tersebut ternyata tidak terdeteksi, dan keganasannya muncul menyelinap. (Avramova, 2018)

Dalam laporan yang dinyatakan oleh dr. Frederik Bemelman, nefrologi di University of Amsterdam, ia menekankan bahwa kanker akibat transplantasi ini adalah kasus yang sangat langka setelah bergelut dalam ilmu transplantasi selama kurang lebih 20 tahun. Bemelman telah melakukan studi atas kasus ini, dan ia melaporkan bahwa sang donor memiliki "mikro metastatis", yaitu sel kanker yang telah menyebar dari tempat asalnya, namun terlalu kecil untuk terdeteksi. Bemelman menyatakan pula bahwa presentase kemungkinan penularan kanker dari transplantasi organ adalah 0,01%-0,05%. Kerugian yang didapat dari transplantasi organ jauh lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh. (Avramova, 2018)

Hal serupa juga dinyatakan oleh dr. Lewis teperman, direktur di Northwell Helalth, new York, dalam bidang transplantasi organ. Meski tidak terlibat dalam kasus Bemelman di atas, ia mengatakan bahwa sangat tidak biasa terjadi peristiwa penularan kanker melalui transplantasi organ. Dalam Live Science, Teperman mengemukakan bahwa transplantasi organ benar-benar aman. Tetapi ia menambahkan, meskipun telah dilakukan serangkaian prosedur ketat tersebut, tidak mungkin untuk menyaring seluruhnya, yang bearti masih ada kemungkinan bahwa donor memiliki penyakit menular yang tidak terdeteksi, meskipun kemungkinan yang ditimbulkan begitu kecil. (Rettner, 2018)

Karena resipien donor organ diharuskan untuk meminum obat penekan kekebalan tubuh (imunosupresan) untuk mencegah terjadinya penolakan tubuh saat menerima organ tubuh baru, hal ini menyebabkan sel kanker dalam kasus tersebut dapat tumbuh dalam tubuh resipien tersebut. "Tetapi setiap sel kanker asing tidak akan ditolak juga (ditolak oleh imunosupresan)", ujar Teperman. (Rettner, 2018)

Kemungkinan CT Scan donor/CT Screening dalam kasus tersebut telah menangkap adanya sel kanker, namun, para penulis leporan merarasa kurang efektif apabila menggunakan cara tersebut untuk menyeleksi semua donor. Karena selain rumit, melakukan tes dengan CT Screening secara rutin dapat mengarah kepada deteksi positif palsu (seharusnya tidak boleh digunakan, dapat berakibat disfungsi atau bahkan kerugian fatal) dan penolakan donor yang sehat kondisinya, sehingga mengarah pada berkurangnya kelompok organ yang sudah langka. Dengan kata lain, kita tidak akan mendapatkan organ apapun apabila menggunakan CT Scan Donor bila menimbulkan banyak kekhawatiran seperti kemungkinan-kemungkinan yang dicantumkan di atas. (Rettner, 2018)

Namun, sekarang ini, terlihat bahwa presentase kemungkinan penularan kanker dari donor terhadap resipien dalam berbagai kasus transplantasi organ tubuh sebesar 0,01%-0,05%, yang berarti laporan tersebut secara tersirat menyatakan bahwa penggunaan CT Screening dalam mendeteksi kanker saat ini efektif dan baik-baik saja untuk digunakan. Jika ternyata ada penularan kanker dari donor (telah meninggal) ke resipien, dokter harus mempertimbangkan kembali secara matang dalam memindahkan organ dari donor yang sama ke resipien lainnya, tambah para peneliti. (Rettner, 2018)

Bila dilihat dari data laporan kasus konkrit dan CT Screening, penulis menyimpulkan bahwa transplantasi organ saat ini aman dan baik saja untuk dilakukan, dengan kemungkinan penularan sel kanker yang sangat kecil. Namun, perlu diwaspadai ketika mengonsumsi obat imunosupresan setelah menerima organ baru, karena tujuan awal obat tersebut adalah untuk menekan sistem kekebalan tubuh dalam mengatasi penolakan organ baru, yang berarti sistem  kekebalan tubuh lemah dalam melawan sel kanker. Meskipun dalam beberapa dokumen disebutkan bahwa ada kemungkinan besar resipien tertular kanker dari donor, pertumbuhan sel kanker tersebut disebabkan oleh obat penekan imun.

DAFTAR PUSTAKA:
1.Ilmie, Irfan. 2019. "1,35 Juta Warga China Terdaftar sebagai Donor Organ". Diunduh dari https://m.antaranews.com/berita/938861/135-juta-warga-china-terdaftar-sebagai-donor-organ, hari Jumat, 27 September 2019,  pukul 09.39 WIB.
2.Willwisc, Yesi. 2018. "Inilah Negara dengan Donor Organ Terbanyak". Diunduh dari https://www.yesiwillwisconsin.com/inilah-negara-dengan-donor-organ-terbanyak/ , hari Sabtu, 28 September 2019, pukul 09.41 WIB.
3.Rampengan, Zefanya. 2011. "Penerima Transplantasi Organ Beresiko Besar Kena Kanker". Diunduh dari https://www.voaindonesia.com/a/penelitian-baru-di-amerika-penerima--133964393/100817.html, hari Sabtu, 28 September 2019, pukul 09.50 WIB.
4.NN. 2017. "Transplantasi Organ". Diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ , hari Sabtu, 28 september 2019, pukul 20.10 WIB.
5.Astiti, Wirati. 2015. "Donor Organ". Diunduh dari https://www.kompasiana.com/wirati/55108765a333111c37ba886a/donor-organ , hari Sabtu, 28 September 2019, pukul 22.13 WIB.
6.Vta. 2013. "Kesamaan Golongan Darah Bisa Kurangi 'Penolakan' Tubuh Saat Transplantasi". Diunduh dari https://health.detik.com/berita-detikhealth/2430591/kesamaan-golongan-darah-bisa-kurangi-penolakan-tubuh-saat-transplantasi, hari Sabtu, 28 September 2019, pukul 23.04 WIB.
7.Yayasan Kanker Indonesia. "Tentang Kanker". Diunduh dari http://yayasankankerindonesia.org/tentang-kanker , hari Minggu, 6 Oktober 2019, pukul 12.00 WIB.
8.Avramova, Nina. 2018. "Four People Get Cancer from Donated Organ in 'Extraordinary Rare' Case". Diunduh dari https://edition.cnn.com/2018/09/18/health/organ-donor-cancer-transmission-europe-intl/index.html , hari Sabtu, 5 Oktober 2019, pukul 22.37 WIB.
9.Rettner, Rachael. 2018. "Cancer Spreads from Organ Donor to 4 People in 'Extraordinary' Case". Diunduh dari https://www.livescience.com/amp/63596-organ-donation-transmitted-breast-cancer.html, hari Sabtu, 5 Oktober 2019, pukul 22.38 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun