Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Testimoni Setahun Bekerja Bareng Gubernur Anies Wujudkan City 4.0

18 Oktober 2018   07:59 Diperbarui: 18 Oktober 2018   08:38 2348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : beritajakarta.id

Tidak terasa sudah setahun Anies Baswedan memimpin Jakarta sebagai gubernur. Sudah banyak tulisan dan infografis mengulas evaluasi kinerja gubernur. Maka, saya tidak akan ikut-ikutan. Lagipula rasanya tidak pada tempatnya kalau seorang anak buah menilai pimpinannya sendiri. Lebih baik saya bagikan cerita ke teman-teman bagaimana pengalaman 'orang dalam' dipimpin Anies.

Sebelumnya saya mau ungkapkan dulu soal pemilihan judul artikel ini. Kenapa saya beri tajuk "Testimoni Setahun Bekerja Bareng Gubernur Anies"? Saya tidak memilih opsi lain yang sempat terlintas di kepala yaitu "Pengalaman Setahun Bekerja untuk Anies." Faktanya, sebagai birokrat profesional saya memang bekerja untuk rakyat, para pembayar pajak, sumber dari mana gaji dan tunjangan yang saya dapat.

Teman-teman pembaca juga jangan buru-buru menyimpulkan dari judul kalau saya adalah pegawai yang selalu atau sering mendampingi Pak Anies. Pilihan kata 'bareng' yang ada di judul sengaja saya pakai untuk menekankan ada semangat kolaborasi yang diusung Pak Anies.

Kepemimpinan berbasis gerakan (movement based leadership) dan kolaborasi adalah dua kata kunci yang saling terhubung dengan cita-cita Jakarta Maju Bersama.

Di satu kesempatan mendampingi atasan saya menerima arahan Pak Anies, saya menangkap betul kesan tersebut. Beliau meminta agar Pemprov DKI Jakarta menjajaki kolaborasi dengan salah satu perusahaan teknologi yang boleh jadi paling banyak digunakan orang sejagat. 

Idenya sederhana, agar warga bisa mendapatkan informasi akurat dan valid pada platform tersebut. Tentu saya tidak bisa membocorkan detailnya karena kami masih on progress.


Jika gagasan ini sudah berjalan, diharapkan para petugas bisa menjadi local hero di wilayah dan ruang lingkup kewenangan masing-masing. Anies tidak mau menjadi gubernur selayak Superman yang bisa membereskan masalah sendirian.

Model kolaborasi ini penting dalam mewujudkan Jakarta sebagai City 4.0. Dalam gagasan City 4.0, pemerintah akan berperan sebagai penyedia platform sementara warga menjadi co-creator (Foth, 2017). 

Ide City 4.0 milik Foth sebetulnya lebih pada konteks urban placemaking. Semangatnya hampir mirip dengan hak atas kota (right to the city) yang dicetuskan Henry Lefebvre. Seperti apa sih City 4.0 yang ingin dikejar Anies?

Ada empat level interaksi pemerintah dengan warga. Level paling bawah atau City 1.0, adalah di mana pemerintah berperan sebagai administrator dan warga sebagai penghuni. Sosialisasi program menjadi bentuk interaksi paling lazim dalam level ini.  

Fase berikutnya City 2.0, pemerintah berperan sebagai penyedia jasa dan warga sebagai customer atau pengguna jasa. Interaksi pemerintah dengan warga sudah meningkat dalam bentuk konsultasi misalnya.

Dalam wawancaranya dengan Forbes, Anies menyebut Jakarta masih berkutat di level 2.0. Alih-alih mengajak warga menjaga kebersihan dan keindahan kota, Pemprov DKI Jakarta justru menyiapkan pasukan oranye dalam jumlah besar.

Di level City 3.0,  pemerintah menempatkan diri sebagai fasilitator dan warga menjadi partisipan. Sedangkan pada City 4.0, hubungan yang terbangun antara pemerintah dan warga lebih bersifat kolaboratif. Pemerintah menyediakan platform dan warga menjadi co-creator. Jika pada partisipasi inisiatornya masih pemerintah, maka pada kolaborasi siapapun bisa menjadi inisiator.

Ide Jakarta City 4.0 menunjukkan adanya paradigm shift yang coba dilakukan Anies. Ia menginginkan agar aparat Pemprov DKI Jakarta melihat warga sebagai subjek yang berdaulat dan bukan sebagai obyek yang dikendalikan.

Ketika pemerintah mendorong konsultasi dan keterlibatan publik, mereka akan mendapatkan ide-ide baru serta masukan dari warga negara mengenai kebijakan dan layanan. Dalam praktiknya, penerapan konsep ini berpotensi menghasilkan kebijakan yang seolah tambal sulam karena tidak bersifat final dan selalu terbuka untuk didiskusikan.

Mimpi Anies mewujudkan Jakarta 4.0 tidak akan mudah dilalui. Setidaknya ada dua hambatan yang bisa mengganjal. Pertama, ada gap pola pikir pada birokrasi. Jangankan soal kolaborasi, sebagian birokrat bahkan belum begitu memahami ide partisipasi secara utuh. Partisipasi selama ini hanya sekadar jargon. Mobilisasi lebih kental ketimbang partisipasi yang genuine. 

Birokrat tidak terbiasa terlibat interaksi dan kolaborasi dengan sektor lain seperti Non Government Organization (NGO) alias Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sehingga ide partisipasi terasa jauh di awang-awang. Ditambah lagi dengan pengalaman buruk di masa lalu dengan LSM abal-abal yang memengaruhi cara pandang birokrat terhadap civil society.

Hambatan kedua datang dari warga kota sendiri. Masih banyak warga yang apatis dengan pemerintahan dan kebijakan publik. Newman dan Clarke (2009) mengakui bahwa gagasan mengenai partisipasi publik berkembang di saat terjadi perubahan karakter dari publik itu sendiri. Publik saat ini lebih terdiferensiasi, individualistis, berorientasi pada konsumsi, dan kurang percaya dengan politisi dan proses politik.

Situasi menjadi lebih sulit karena polarisasi warga Jakarta pascapilkada 2017 yang tak berkesudahan. Meski begitu, bukan berarti tidak ada harapan. Masih ada waktu empat tahun bagi gubernur untuk menyelesaikan tugas serta mencapai targetnya. 

Gerakan perubahan mungkin perlu didorong lebih kencang lagi, dimulai dari lingkungan birokrasi di Balai Kota. Pada gilirannya nanti warga akan menyadari bahwa ide kolaborasi yang ditawarkan Pak Anies sejatinya adalah memang hak warga atas kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun