Penyebab kemacetan dan kesemrawutan di Tanah Abang kalau menurut pengamatan saya dari pengalaman beberapa kali melintas --cara yang mungkin dianggap kampungan dan kurang kekinian karena tidak high-tech---adalah okupasi trotoar dan bahu jalan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) serta mikrolet-mikrolet (antara lain M 09 dan M 11) yang ngetem menunggu penumpang tepat di persimpangan jalan searah (Jalan Kebon Jati menuju Jalan Jembatan Tinggi).
Menyelesaikan permasalahan ini tentu tidak sederhana. Saya sepakat dengan gubernur dan wakil gubernur saat ini yang mengedepankan pendekatan dialogis, alih-alih mengambil kebijakan sepihak. Meski begitu, ketegasan tetap perlu diperlukan manakala kepentingan sekelompok orang dihadapkan pada kepentingan yang lebih besar.
Anies-Sandi bersama para pedagang harus mencari titik temu, bagaimana agar roda ekonomi tetap berjalan namun tidak menyebabkan kesemrawutan lalu lintas. Bukan cuma soal PKL Liar tetapi juga parkir liar.
Sudah jelas ada "pemain lama" yang punya kepentingan di situ. Orangnya sendiri selalu nongol setiap Tanah Abang ramai dibicarakan. Ada sejarah panjang antara orang itu dengan penguasa kawasan itu di masa lalu, seperti Hercules dan H. Ucu. Tentu saja negara harus hadir dan tidak boleh kalah menghadapi premanisme, meski tidak melulu dengan cara-cara kekerasan ala militer.
Untuk masalah mikrolet yang ngetem, saya melihat kalau beberapa trayek tersebut memang over supply antara jumlah armada dibanding jumlah penumpang. Terlebih lagi ada shifting ke moda transportasi berbasis aplikasi daring.
Dapat juga dipertimbangkan untuk mengubah jenis kendaraan mikrolet ke bus sedang di trayek yang dilalui tersebut. Bus sedang jelas lebih efisien karena daya angkutnya lebih besar. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam pengembangan konsep Oke Otrip yang mengintegrasikan semua kendaraan umum ke dalam layanan Transjakarta.
Ada banyak yang mesti dilakukan untuk membenahi kawasan Tanah Abang. Tak usahlah sibuk cari kambing hitam. Diuraikan saja satu per satu masalah yang kadung silang sengkarut. Langkah selanjutnya mencari solusi bersama, dengan membuka ruang dialog seluas mungkin, termasuk mendengarkan ocehan nyinyir para haters.
Â
artikel ini juga dimuat di blog pribadi Bang Adam Jakarta