Mohon tunggu...
Sheila Nur Layla Putri
Sheila Nur Layla Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa

suka main game irit bicara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Butuh Lebih Banyak Guru yang Manusiawi, Bukan Hanya yang Pintar

12 Oktober 2025   23:23 Diperbarui: 12 Oktober 2025   20:36 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru yang hangat dan penuh kasih sedang memeluk murid-muridnya, menggambarkan pentingnya sisi manusiawi dalam profesi pendidik.

 

Pernah nggak lo ngerasa semangat banget ikut pelajaran cuma karena gurunya asik, padahal materinya biasa aja? Atau sebaliknya, pelajaran yang sebenarnya lo suka malah jadi nyebelin karena cara gurunya ngajar bikin stres?

Yup, ternyata bukan cuma isi pelajaran yang bikin siswa nyaman belajar, tapi cara guru membangun hubungan psikologis di kelas. Dalam psikologi pendidikan, hal ini dikenal sebagai teacher-student relationship, yaitu hubungan emosional antara guru dan siswa yang berpengaruh langsung terhadap motivasi, perhatian, dan hasil belajar (Pianta, 1999).

Dan faktanya, guru yang disukai siswa bukan selalu yang paling jenius atau paling tegas, tapi yang bisa mengerti manusia di balik muridnya, seperti:

Membangun Hubungan Positif dengan Siswa

Satu senyum, satu sapa, bisa ngubah atmosfer kelas. Guru yang menyapa "Pagi, gimana kabarnya hari ini?" bukan cuma basa-basi, tapi sedang membangun ikatan emosional yang bikin siswa ngerasa dilihat. Menurut teori Humanistic Learning dari Carl Rogers, belajar akan efektif kalau siswa merasa aman secara emosional. Jadi ketika guru menunjukkan empati dan ketulusan, otak siswa terbuka untuk belajar. Sebaliknya, kalau mereka takut atau canggung, proses belajarnya otomatis terhambat.

Menggunakan Pendekatan yang Fleksibel

Setiap siswa punya learning style sendiri. Ada yang lebih mudah paham lewat cerita, ada yang lewat praktik, ada juga yang perlu waktu lama buat nyerna teori. Guru yang fleksibel dan kreatif dalam mengajar bisa menjangkau semuanya. Konsep ini berhubungan sama teori Multiple Intelligences dari Howard Gardner, yang bilang kalau setiap individu punya kecerdasan yang berbeda-beda, ada yang linguistik, logika, kinestetik, visual, musikal, bahkan interpersonal. Jadi, bukan siswa yang bodoh,  mungkin cuma gaya belajarnya yang belum nyambung sama cara ngajar guru.

Memberikan Apresiasi dan Umpan Balik Positif

Satu kata "wahh..bagus", "aku suka idemu", atau "kamu udah berusaha keras" bisa punya efek besar banget buat psikologis siswa. Menurut teori Operant Conditioning dari B.F. Skinner, penguatan positif (positive reinforcement) akan meningkatkan perilaku yang diinginkan. Artinya, kalau usaha siswa diapresiasi, mereka cenderung mau mencoba lagi dan lebih percaya diri. Tapi kalau yang dikomentari cuma kesalahan, motivasi mereka bakal turun pelan-pelan.

Menciptakan Suasana Kelas yang Menyenangkan

Kelas yang bikin nyaman bukan berarti harus ramai atau penuh permainan. Intinya, suasana itu bebas dari rasa takut, tekanan, atau ejekan. Ketika otak merasa tenang, hormon stres kayak kortisol menurun dan proses belajar jadi jauh lebih efektif. Guru yang tahu kapan harus serius dan kapan harus santai, otomatis bikin kelasnya lebih hidup dan manusiawi.

Menjadi Pendengar yang Baik

Kadang yang siswa butuh bukan jawaban, tapi telinga. Guru yang mau dengerin keluh kesah atau pendapat muridnya tanpa menghakimi, itu langka banget tapi dampaknya besar. Dalam teori Social-Emotional Learning (SEL), kemampuan guru buat membangun empati dan mendengarkan aktif bisa ningkatin kepercayaan diri dan kesejahteraan emosional siswa. Hasilnya, mereka jadi lebih terbuka, lebih fokus, dan lebih bahagia di kelas.

Jadi Guru Hebat Itu Bukan yang Ditakuti, Tapi yang Dirindukan.

Pendidikan bukan cuma soal mentransfer ilmu, tapi juga soal membentuk manusia. Guru yang benar-benar ngerti, tahu kalau tiap murid datang dengan ceritanya sendiri, ada yang berjuang di rumah, ada yang haus akan pengakuan, ada juga yang cuma butuh didengar. Mereka bukan malas, bukan bandel, bukan susah diatur mereka cuma belum nemuin ruang yang aman buat tumbuh tanpa takut salah.

Dan di situlah peran guru sesungguhnya, bukan sekadar pengajar, tapi pelita yang nyalain cahaya di tempat gelap, biar anak-anak itu berani bersinar dengan caranya sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun