Pendahuluan: Tafsir Bukan Cermin Datar
Tafsir bukanlah cermin datar yang memantulkan satu bayangan tetap. Ia seperti mozaik kaca warna-warni---setiap pecahannya menangkap cahaya wahyu dari arah yang berbeda. Karena itulah, sejak masa awal Islam, para ulama menafsirkan al-Qur'an dengan pendekatan yang beragam, sesuai kedalaman ilmu, latar sosial, dan tantangan zaman yang mereka hadapi. Dari sini lahir apa yang dikenal sebagai madzahib at-tafsir---corak-corak penafsiran yang tidak hanya menggambarkan metode berpikir, tetapi juga semangat zaman.
Di tengah pendidikan Islam modern yang tengah berlari mengejar akreditasi, digitalisasi, dan sertifikasi, keberagaman tafsir ini sering tersisih oleh penyederhanaan kurikulum. Padahal, justru di sinilah kekayaan tafsir perlu dihadirkan kembali: sebagai jalan untuk menanamkan adab berpikir, keberanian menyelami perbedaan, dan cinta pada ilmu yang hidup.
Mengenal Tafsir sebagai Jalan Beragam
Al-Qur'an itu satu, tapi cara memahami dan menjelaskan pesan-pesannya beragam. Para ulama terdahulu tidak memperlakukan kitab suci ini seperti buku yang bisa ditafsirkan dengan satu suara. Maka, mereka menggunakan berbagai pendekatan yang melahirkan mazhab-mazhab tafsir, di antaranya:
Tafsir bi al-Ma'tsur: Berbasis riwayat, menjadikan sabda Nabi, penjelasan sahabat, dan tabi'in sebagai sumber utama. Mewakili semangat menjaga kemurnian otoritas wahyu.
Tafsir bi al-Ra'yi: Menggunakan akal sehat dan nalar logis dalam bingkai syariat. Di sini, akal diberi ruang untuk berdialog dengan teks, bukan menindihnya.
Tafsir Fiqhiyy: Fokus pada ayat-ayat hukum, masing-masing biasanya dikaitkan dengan mazhab fikih tertentu. Di sinilah tafsir menjadi alat membangun sistem sosial.
Tafsir Isyari dan Filosofis: Menyentuh lapisan batin, digunakan oleh sufi dan filsuf untuk menangkap makna simbolik dan universal dari wahyu.
Tafsir Tematik dan Ilmiah: Pendekatan era modern yang membahas topik tertentu secara menyeluruh, atau menafsirkan ayat dari sudut ilmu pengetahuan kontemporer.
Dengan mengenalkan berbagai mazhab ini, kita mengajarkan bahwa al-Qur'an bukan hanya kitab kebenaran, tapi juga kitab kemungkinan---selama tetap berada dalam pagar metodologis yang terjaga.