Pernah nggak sih lihat anak SD ngambek cuma gara-gara rebutan kursi atau diejek teman? Nah di balik drama kecil itu, ternyata ada pelajaran besar tentang cara mengenali dan mengendalikan emosi! Hal inilah yang coba dibuktikan oleh tiga mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Semarang Amelia Adilla, Vevanda Mussarofah, dan Shazia Siddiqqa lewat program intervensi seru bertajuk "Kenali, Kendalikan, Berteman!" di SD Kemala Bhayangkari 04 Semarang. Dengan pendekatan interaktif penuh permainan, anak-anak diajak memahami bahwa marah, sedih, atau kesal itu wajar asal tahu cara mengelolanya dengan bijak dan tetap berteman dengan hati yang tenang.Â
Program ini dirancang untuk membantu siswa sekolah dasar mengenali dan mengendalikan emosi negatif seperti marah, kecewa, dan kesal dengan cara yang lebih positif. Berdasarkan hasil observasi awal, sebagian siswa masih menunjukkan kesulitan dalam mengontrol emosi dan sering menampilkan perilaku impulsif. Melalui kegiatan yang bersifat interaktif dan menyenangkan, tim berupaya menumbuhkan kesadaran emosional sekaligus keterampilan sosial yang lebih adaptif. Pelaksanaan program berlangsung dalam empat sesi utama:
1. "Kenali Emosimu!" di sesi ini siswa diajak bermain dan berdiskusi untuk mengenali berbagai jenis emosi.
2. "Lampu Lalu Lintas Emosi" di sesi ini siswa mempelajari teknik Traffic Light Emotions (berhenti, pikirkan, lalu respon dengan tenang) dan latihan pernapasan sederhana.
3. "Kerja Sama dan Kendali Diri" melalui permainan Puzzle Kolaboratif, siswa belajar menahan emosi dan bekerja sama dalam kelompok.
4. "Emosiku Hari Ini" sesi refleksi di mana siswa menuliskan perasaan mereka di sticky notes berwarna dan membagikannya secara terbuka.
Hasil akhir menunjukkan perubahan positif pada perilaku siswa. Mereka menjadi lebih tenang, mampu berpikir sebelum bereaksi, dan mulai menerapkan strategi pengendalian diri dalam interaksi sehari-hari. Dari hasil evaluasi, media pembelajaran seperti kartu ekspresi wajah, poster "Lampu Lalu Lintas Emosi", dan sticky notes dinilai efektif membantu siswa memahami konsep emosi secara konkret. Namun, kegiatan Puzzle Kolaboratif sempat menghadapi kendala teknis karena media yang digunakan kurang sempurna, sehingga pelaksanaannya memerlukan waktu lebih lama dari rencana awal. Meski demikian, siswa tetap menunjukkan semangat tinggi hingga akhir kegiatan.