Mohon tunggu...
Shaula Aurellia
Shaula Aurellia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

an introvert

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sampah, Kesadaran, dan Disonansi Kognitif: Mengapa Kita Tetap Membuang Sampah Sembarangan?

24 September 2023   01:08 Diperbarui: 24 September 2023   01:21 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Shaula Aurellia

Pernahkah Anda merasa bingung atau merasa tidak nyaman ketika dihadapkan dengan dua pikiran atau suatu keyakinan yang bertentangan dalam pikiran Anda? Dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali mengalami adanya perasaan bingung atau konflik di dalam pikiran ketika kita dihadapkan pada situasi yang mempertentangkan keyakinan atau tindakan kita. Hal yang terjadi seperti ini disebut memiliki teori yang disebut dengan “Disonansi Kognitif”. Istilah ini mungkin akan terdengar rumit dan sulit dipahami untuk beberapa orang, akan tetapi teori ini ternyata sangat relevan dengan kehidupan sehari hari.

Dalam buku yang berjudul “A First Look At Communication Theory”, Em Griffin (2011) menyatakan bahwa disonansi kognitif merupakan keadaan mental yang menyusahkan yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan antara dua keyakinan atau keyakinan dan tindakan seseorang. Disonansi kognitif ini digunakan untuk memahami bagaimana suatu konflik dalam pikiran seseorang dapat memengaruhi persepsi dan perilakunya. Ketika individu mengalami disonansi antara pesan yang mereka terima dan suatu keyakinan atau pengetahuan yang mereka miliki, mungkin mereka akan merasa tidak nyaman terhadap hal tersebut sehingga, individu dapat mencari cara untuk mengurangi disonansi tersebut, seperti mencari informasi tambahan atau mencoba membenarkan pilihan mereka.

Saat ini, Yogyakarta sedang digemparkan dengan adanya penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang bertempat di Piyungan, Bantul. TPA Piyungan ini menampung sampah mulai dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Penutupan ini terjadi diakibatkan oleh kondisi sampah yang meningkat sehingga TPA Piyungan sudah melebihi batas dari penampungan. Penumpukan sampah terjadi dapat membuat masyarakat berpikir bahwa adanya masalah mengenai pengelolaan sampah yang cukup parah di Yogyakarta.

Penutupan TPA merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut. Namun, upaya ini justru menjadi perbincangan hingga perdebatan bagi masyarakat sekitar dikarenakan masyarakat akan kesulitan untuk mengelola sampah mereka dan mungkin akan mengakibatkan penumpukan sampah di berbagai tempat.

Gambar diatas merupakan salah satu bentuk penumpukan sampah yang saya temui di perempatan Jetis. Adanya beberapa tumpukan sampah yang disebabkan oleh penutupan TPA Piyungan. Fenomena ini dapat terjadi ketika orang yang membuang sampah sembarangan atau bisa juga dengan sistem pengelolaan sampah yang belum efektif.

Penumpukan sampah pada gambar diatas dapat dikaitkan dengan adanya teori disonansi kognitif. Disonansi kognitif terjadi ketika seseorang mengalami ketidakcocokan antara pemikiran, keyakinan, atau nilai-nilai yang mereka miliki. Hal tersebut dikarenakan adanya banner yang dipasang bertuliskan “Dilarang membuang sampah sembarangan” tetapi ada tumpukan sampah, tepat dibawah banner. Perlu diketahui bahwa tugas kita sebagai masyarakat yaitu ikut ambil bagian dalam menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar kita. Namun, gambar diatas adalah tindakan yang bertentangan dengan nilai nilai tersebut dan menjelaskan juga bahwa membuang sampah sembarangan bukanlah suatu hal yang sejalan dengan adanya nilai nilai yang ditanamkan.

Banner “Dilarang membuang sampah sembarangan” tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi pemerintah terkait dengan larangan untuk membuang sampah sembarangan untuk mengurangi terjadi adanya disonansi kognitif. Ketika larangan tersebut dilanggar, mungkin akan menimbulkan ketidaknyamanan. Masyarakat tentu tahu bahwa membuang sampah sembarangan dapat mencemari, merusak lingkungan bahkan menciptakan visual yang kurang nyaman dipandang tetapi tindakan mereka tidak selaras dengan pengetahuan yang mereka miliki dan terjadilah perasaan bingung dan tidak nyaman. Disonansi kognitif ini juga bisa terjadi karena tempat pembuangan sampah yang kurang memadai.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi adanya disonansi kognitif dalam kasus pembuangan sampah sembarangan yaitu dengan mengadakan sosialisasi atau penyuluhan untuk masyarakat. Sosialisasi atau penyuluhan dapat berguna bagi masyarakat agar mendapat edukasi dan dapat menjelaskan konsekuensi negative dari membuang sampah sembarangan. Masyarakat juga dapat mengurangi perasaan disonansi kognitif dengan ikut berkontribusi dalam melestarikan lingkungan agar menjadi lebih baik.

Daftar Pustaka :

Griffin, EM. 2011. A first look at communication theory. Eight edition. Singapore: McGraw-Hill.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun