Selama di Kelenteng Boen Tek Bio, Koko Ronald mengajak kita untuk melihat-lihat tempat persembahyangan dewa-dewi dari luar. Dan sebagai altar utamanya adalah altar Dewi Kwan Im Hud Couw, didampingi oleh Dewa Kwan Seng Tee Kun dan Dewa Hok Tek Ceng Sin.
Keberadaan Kelenteng Boen Tek Bio, tidak hanya difungsikan sebagai tempat persembahyangan, tetapi juga sebagai cagar budaya Kota Tangerang.
Setelah singgah melihat aktivitas masyarakat Tionghoa di Kelenteng Boen Tek Bio, kita melipir ke pabrik kecap yang telah menjadi salah satu cagar budaya dan tertua di Tangerang, yaitu Kecap Istana. Sayangnya, saat itu pabriknya sedang tutup sehingga kita tidak dapat melihat aktivitasnya. Namun menurut penuturan Koko Ronald, pabrik tersebut sudah berdiri sejak 1882 dan kecapnya memiliki cita rasa asin dan gurih.
Tidak jauh dari Kelenteng Boen Tek Bio dan Pabrik Kecap Istana, kita memasuki gang yang menghubungkan ke Masjid Jami Kalipasir yang usianya sudah 445 tahun.
Didirikan pada tahun 1576 oleh Tobari Ashajili, seorang ulama di Kota Tangerang sekaligus pemilik pesantren di Periuk, Kota Tangerang, Masjid Jami Kalipasir tidak memiliki pintu masuk. Pada bagian muka masjid, hanya halaman utama yang berisikan beberapa makam. Adapun di sisi barat bangunan masjid, terdapat makam istri Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Ratu Negara.Â
Arsitektur Masjid Jami Kalipasir itu sendiri juga terbilang unik, karena menara masjid berbentuk pagoda segi delapan seperti bangunan menara dari kalangan Tionghoa. Kemudian, jika masuk ke dalam masjid akan terlihat empat pilar yang terbuat dari kayu, yang mana salah satunya merupakan pemberian dari Sunan Kalijaga.Â
Usai menyusuri jejak toleransi di antara Kelenteng dan masjid, Koko Ronald mengajak kita ke area Petak Sembilan Tangerang. Di sana terdapat Roemboer atau Roemah Boeroeng. Dinamakan demikian karena dulunya rumah ini milik seorang modiste kebaya encim. Lalu, sempat dijual kepada orang Jakarta pengusaha burung walet untuk dijadikan sarang burung walet.Â
Masih di area Petak Sembilan, tepat di hadapan Roemboer terdapat rumah penerjemah cerita silat Mandarin- Melayu bernama Oey Kim Tian atau OKT. Â Semasa hidupnya, beliau telah menerjemahkan lebih dari 100 karya. Dan di antara karya terjemahannya yang populer, antara lain Pedang Ular Emas dan Wanita Gagah Perkasa.Â