Mohon tunggu...
Shalsa Delia
Shalsa Delia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya Program Studi S-1 Farmasi

Dengan debutnya saya di sini, semoga dapat menyalurkan gagasan-gagasan yang dapat membuka wawasan saya, anda sekalian.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Budaya Patriarki Masih Melekat dengan Pelecehan Seksual di Indonesia

9 Mei 2022   20:40 Diperbarui: 11 Mei 2022   17:19 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belakangan ini, kasus pelecehan seksual menjadi isu yang kerap kali diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Pelecehan seksual adalah perilaku yang merendahkan orang lain dengan melakukan segala tindakan yang berbau seksual, yang dapat dilakukan melalui perilaku verbal ataupun non verbal. Pelecehan seksual tentu sangat merugikan bagi korban karena bisa menimbulkan trauma. Tindakan pelecehan seksual dapat membuat korban merasa direndahkan harga dirinya, tersinggung, dan merasa tidak nyaman. Objek pelecehan seksual ini bisa siapa saja. Namun, pelecehan seksual terhadap perempuan seringkali terjadi dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan laki-laki sebagian besar menjadi pelaku pelecehan seksual di antara kasus-kasus pelecehan seksual yang terungkap.

Tindakan pelecehan seksual dapat terjadi di mana pun, kapan pun, oleh dan pada siapa pun. Namun, sebagian besar masyarakat masih beranggapan bahwa pelecehan terjadi hanya karena adanya stimulus yang diberikan oleh korban, seperti mengenakan baju yang kurang tertutup, dan kondisi lingkungan, seperti saat malam hari di tempat sepi, yang mendukung pelaku untuk melakukan pelecehan terhadap perempuan.

Nyatanya, dari banyak kasus yang telah terungkap, sebagian besar pelecehan seksual tersebut dilakukan ketika berada di ruang publik, seperti transportasi umum, jalan umum yang ramai, sekolah, dan kampus. Bahkan, tindakan pelecehan seksual bisa terjadi di lingkungan keluarga yang sudah kita anggap sebagai "rumah" untuk berlindung dari segala kejahatan. Menurut Indonesia Judicial Research Society (IJRS), terdapat 99,8% pelaku pelecehan seksual merupakan orang yang dekat dengan korban. Selain itu, kasus pelecehan seksual lebih tinggi dilakukan pada siang hari, saat masih banyaknya orang-orang yang menggunakan fasilitas ruang publik.

Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan di Indonesia merupakan suatu tanda bahwa adanya kendala-kendala internal yang dialami bangsa Indonesia. Seperti yang kita ketahui, budaya patriarki masih berperan besar pada kehidupan sosial masyarakat Indonesia, terutama dalam menanggapi kasus pelecehan seksual terhadap perempuan. Budaya patriarki diartikan dengan budaya yang menempatkan kedudukan kaum laki-laki di atas kaum perempuan. Kaum laki-laki dianggap kaum mayoritas yang mempunyai peran lebih dominan daripada kaum perempuan. Dengan begitu, terjadilah kesenjangan antara otoritas kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam pandangan masyarakat di Indonesia (Fitri Wahyuni, 2021).

Bagaimana budaya patriarki masih bisa tumbuh di tengah kehidupan rakyat Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa? Budaya patriarki begitu jelas bertentangan dengan nilai Pancasila, yaitu sila kedua yang memandang setiap manusia memiliki derajat yang sama, baik itu perempuan maupun laki-laki. Kita harus benar dalam berpihak tanpa melihat latar belakang orang tersebut, sehingga dapat terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab. Orang yang bersalah harus diberikan sanksi pelanggaran sesuai hukum yang berlaku agar timbul rasa jera dan tidak mengulanginya, sedangkan korban harus kita lindungi agar tidak merasa tertekan bahkan trauma.

Budaya patriarki yang menimbulkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan sepatutnya mulai ditinggalkan karena hal tersebut menjadikan adanya penghalang bagi perempuan untuk memperoleh hak mereka sendiri. Jika masyarakat melihat kasus pelecehan seksual tanpa menggunakan kacamata patriarki, korban, terutama kaum perempuan, akan merasa terlindungi ketika mereka melapor tindakan pelecehan seksual yang dilakukan terhadapnya kepada penegak hukum.

Pemerintah juga turut andil dalam upaya mengatasi masalah pelecehan seksual di Indonesia. Pemerintah perlu meningkatkan perlindungan hukum terhadap pelecehan seksual agar hukum tersebut semakin transparan dan mengutamakan perlindungan terhadap korban. Aksi nyata yang dilakukan oleh pemerintah dan akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat, yaitu peresmian Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus. Peresmian peraturan tersebut tentu menjadikan Indonesia selangkah lebih maju dalam penanganan kasus pelecehan seksual. Diungkapkan oleh Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, yang disiarkan di platform Zoom bahwa jumlah korban yang berani melaporkan kasus pelecehan seksual di perguruan tinggi mengalami peningkatan usai disahkannya Permendikbud 30.

Perlu dilakukan upaya-upaya besar dalam menghadapi kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia agar angka kasus tersebut dapat menurun dan menciptakan negara yang aman dan makmur bebas. Upaya-upaya tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu upaya preventif dan upaya represif.

  • Upaya Preventif, merupakan bentuk tindakan untuk pencegahan timbulnya aksi kejahatan. Upaya ini sangat penting untuk dilakukan sebagai langkah pertama untuk menurunkan kasus pelecehan seksual di Indonesia. Upaya yang pertama yaitu peran orang tua dalam pemberian Sex Education sejak usia anak-anak. Anak-anak harus dibekali pengetahuan tentang organ reproduksi, menjaga bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, serta tentang kesetaraan gender dengan bijak.
  • Upaya Represif, merupakan bentuk tindakan aparat penegak hukum yang dilakukan agar suatu tindak kejahatan dapat dihentikan. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk penanganan kasus pelecehan seksual oleh badan penegak hukum terhadap pelaku sesuai sistem peradilan pidana, agar pelaku jera untuk melakukan tindakan asusila lagi.

Korban pelecehan seksual juga perlu mendapatkan penanganan dan perlindungan untuk menyembuhkan luka fisik ataupun psikis yang ditimbulkan dari perlakuan tersebut. Kita sebagai masyarakat seharusnya memiliki sikap empati yang tinggi terhadap korban pelecehan seksual. Kita harus membantu para korban untuk sembuh dari luka dan traumannya, karena korban pastinya sangat memerlukan dukungan orang lain, terutama keluarga dan orang-orang terdekatnya.  Kita sebagai manusia juga perlu memahami bahwa semua orang memiliki hak asasi yang sama tanpa memandang statusnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun