Mohon tunggu...
Patriot Negara
Patriot Negara Mohon Tunggu... Lainnya - warga Indonesia

Warga dunia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Keadilan Ekonomi: Cita-cita Lama yang Makin Sirna

5 April 2018   11:53 Diperbarui: 5 April 2018   11:55 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pak Amat (bukan nama sebenarnya) adalah seorang pedagang kecil yang punya kios jahitan di salah satu sudut Jakarta dengan jumlah pemukiman padat. Tetangganya di wilayah yang dihuni puluhan ribu orang per kilometer persegi juga berprofesi beragam, seperti tukang ojek, tukang parkir, warung makan, pedagang kelontong, tukang parkir dll.

Ketika ojek online mulai beroperasi Pak Amat senang dan merasa sangat beruntung. Dengan bermodal smartphone yang dibeli second dia merasa bisa menghemat banyak biaya transportasi yang biasa dikeluarkannya.

Biasanya sepulang dari berbelanja bahan dia harus keluar 20 ribu dari halte bus untuk masuk kedalam gang rumah yg merangkap kiosnya. Sekarang dengan menggunakan ojek online dia cukup mengeluarkan 6 ribu, alias kurang dari sepertiga biaya sebelumnya. Terkadang juga dia memilih menggunakan ojek online untuk ke distributor bahan dan biaya transportasi yg dikeluarkan jauh lebih hemat dengan menggunakan ojek online.

Ketika itu tetangga-tetangganya yang berprofesi tukang ojek pangkalan rame-rame hijrah menjadi ojek online. Dengan menjadi tukang ojek online mereka tak perlu duduk menunggu di pangkalan ojek, bahkan bisa sambal ngopi dirumah bisa dapatkan order. Yang penting siaga ketika ada notifikasi masuk dan secepatnya menuju lokasi penjemputan.

Bahkan Pak Herman yang juragan bajaj dan punya sekitar 10 armada bajaj melego murah semua bajajnya untuk diganti motor dan disewakan sebagai ojek online lengkap dengan 1 smartphone murah per motor untuk menangkap order.  Yang tersisa tinggal pengendara ojek pangkalan yang merasa tak sanggup mengoperasikan smartphone dan pasrah tetap jadi ojek pangkalan. Konon seorang pengendara gojek dimasa awal itu mencapai 8 juta rupiah per bulan.

Dengan perjalanan waktu, situasi berubah. Lama kelamaan pendapatan tukan ojek online mengalami penurunan. Jika awal bergabung di masa awal ojek online bisa mendapat 8 juta per bulan sekarang untuk dapat 4 juta sebulan sudah harus banting tulang sampai napas habis. Persaingan makin besar dan perang harga tak bisa dihindari.

Dampaknya adalah daya beli tetangga Pak Amat makin turun. Menjelang puasa lalu disaat puncak order biasanya terjadi, kali ini orderan sepi. Bahkan semua pesanan sudah tuntas diserahkan 2 minggu sebelum lebaran, berbeda dengan sebelumnya yang baru tuntas 1-2 hari menjelang lebaran.

Mbok Yati tetangganya yang punya kios sayur juga mengeluhkan turunnya pendapatan warung sayurnya. Untuk mensiasati daya beli yang makin turun Mbok Yati memotong tempenya lebih tipis agar bisa dijual lebih murah. Sayuran seikat juga semakin ringan dan Mbok Yati memilih menjual tomat yg ukurannya lebih kecil.

Fenomena ojek online, Hypermart, Alfa Mart, Indo Maret adalah bagian dari bahaya konglomerasi ekonomi yang beberapa puluh tahun lalu pernah disuarakan ke publik dan kemudian tenggelam tanpa ada usaha mengantisipasinya. Penguasaan struktur ekonomi oleh konglomerat akan membuat cita-cita keadilan ekonomi semakin jauh dari harapan.

Arus kapital dalam struktur seperti ini akan mengalir dan hanya menumpuk di segelintir orang. Pemerintah dengan berbagai instrument kekuasaan yang dimiliki bisa dengan mudah melihat bahwa telah terjadi aliran kapital yang tak seimbang. Tabungan masyarakat menengah dan bawah semakin kecil dan modal yang dipegang oleh segelintir orang semakin menggelembung.

Konsumen hanya bisa melihat dalam skala transaksional tanpa bisa melihat dalam perspektif yang lebih jauh secara makro ekonomi. Konsumen mana yang tak ingin dapatkan biaya transportasi lebih murah, sayuran yg dikemas lebih baik di hypermart, atau convenience store yg bertebaran dibanding harus belanja di warung tetangga yang becek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun