Mohon tunggu...
Sahala Raja
Sahala Raja Mohon Tunggu... profesional -

Menyelami makna hidup dengan bercerita pada diri sendiri dan dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berlalu

14 Juli 2016   12:53 Diperbarui: 14 Juli 2016   13:13 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu saat nanti, kau akan melihat mentari terbit di Selatan. Saat itu, engkau akan tahu, aku masih di Selatan.

Tiada menunggu apapun, hanya tetap berapa di Selatan, tempat dimana aku merasa paling nyaman.

Gerimis masih saja tak berlalu, namun karena ingin menemui mu, kala itu, aku tetap membulatkan tekad berangkat.

Aku masih berpikir, akankah rasa itu masih sama. Ketika hujan membasahi wajah mu dan aku mengusapnya dengan lembut, dan kau berujar, kau inginkan ini selamanya. Ah, tiada yang pasti akan selamanya, hanya Dia pemilik Surga yang tahu arti itu. Tak ku jawab. Aku tak ingin berandai-andai.

Tujuh tahun telah berlalu, yang tersisa dari semua yang kita rasa hanyalah sejarah. Tiada yang lebih menyakitkan mengenang sejarah kepahitan diri sendiri di tengah gemuruh hati yang ingin tiada sejarah. Andai semua tiada pernah berubah, atau tiada pernah terjadi.

Engkau, masih seperti yang dulu. Masih ingin bertemu, ingin bersama, ingin berdua, ingin berbagi cerita. Sedang diri ku, tiada pernah inginkan itu lagi. Walau dalam hati ini tiada rasa yang berubah. Kau masih saja yang terutama. Namun, keadaan tiada bisa membuat aku yang terutama, kau sudah dimiliki oleh seseorang disana. Dan, kau tidak pernah memungkiri ada tanggung jawab yang harus kau emban selama keadaan itu belum berubah. Kau tiada pernah berkeinginan untuk mengubahnya.

Dalam benak mu selalu bergulir tanya, aku tahu, bahwa aku tiada lagi menginginkan mu sebesar keinginan mu atas ku. Aku ingin bebas pergi, berlari kemana pun aku mau. Sejak awal bertemu dulu, kau selalu berpikir seperti itu, hingga saat ini pun begitu. Kau tiada pernah mengerti, bahwa rasa bukan hanya sesuatu hal yang bisa kau bawa sampai mati, tapi juga kau merasakannya sampai akhir. Cara terbaik untuk ku, mencoba merasakan hal lain yang berbeda.

Bagiku, tiada beda seperti merasakan pedas di lidah, cara terbaik melupakan pedas adalah meminum air dingin. Teh manis atau segelas jus jeruk. Pedas itu masih ada, akan selalu ada. Tapi perubahan rasa itu mengalihkan mu akan hal yang terlalu menyakitkan mu. Hanya itu yang bisa ku lakukan, setidaknya untuk ku. 

Aku tak ingin berkata kau mematahkan hati ku, namun begitulah adanya. Ada kisah mu yang tak pernah ku tahu, langkah mu yang tak pernah bisa ku mengerti, bahkan laku mu yang tak pernah terpahami. Tapi biarlah begitu, mungkin sudah jalan mu akan begitu. 

Aku hanya inginkan semua berlalu, tanpa ada yang perlu ditangguhkan. Berhenti saling memuji, atau memaki ketika diri tak terpuaskan. Akan selalu ada hal yang tiada bisa diperbaiki. Perbaikan hanya bisa dilakukan jika engkau bebas merenovasinya, tidak berlaku untuk kita berdua. 

Jalani saja jalan mu, akan ku jalani jalan ku. Kelak, jika dipersimpangan kita bertemu lagi, mungkin saat itu kita sudah mati dan tiada kenal lagi. Aku tiada percaya akan reinkarnasi atas cinta, jika manusia akan mengalami reinkarnasi menjadi hal lain atau orang lain dalam hidup berikutnya, maka ia akan bertemu dengan cinta lain pula dalam perjalanannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun