Mohon tunggu...
M ShacrulFahrezi
M ShacrulFahrezi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Communication Studies

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memahami Konflik dalam Hubungan

29 November 2019   02:49 Diperbarui: 29 November 2019   03:13 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana Saya Melihat Konflik

Konflik biasanya memiliki konotasi yang negatif. Sayangnya, terlahir di keluarga yang berpemikiran terbuka membuat saya melihat konflik dari sudut pandang yang berbeda. Sejak kecil, papah dan mamah membiasakan kami, anak-anaknya untuk memandang konflik sebagai proses pendewasaan.

"Tidak boleh menangis berkelanjutan, tidak boleh bermusuhan terlalu lama, harus ada yang berubah setelah kalian bertengkar" kata papah setiap kali melihat masalah terjadi diantara anak-anaknya.

Tentunya, dewasa ini, saya menyadari bahwa konflik muncul dalam bentuk yang kian lama kian bervariasi. Konflik bukan lagi sebatas memperebutkan bantal atau siapa yang harus-jadi-siapa dalam serial Power Ranger yang sering tayang di minggu pagi.

Konflik akan datang dengan skala yang lebih besar, dan rumit. Untungnya, terbiasa melihat konflik sebagai proses yang akan membawa pelajaran baru membuat saya selalu melihat konflik sebagai proses pendewasaan

Konflik yang Pernah Saya Alami

Dari sekian banyak konflik yang saya alami, saya memilih menceritakan konflik yang terjadi diantara saya dan orangtua saya. Saya menganggap diri saya sebagai anak yang punya pendirian, saya benci jika tidak dilibatkan dalam mengambil keputusan, dan saya benci pendapat saya dianggap tidak berpengaruh.

Suatu hari, orangtua saya memutuskan untuk menjual mobil demi membiayai uang kuliah saya. Saya bersikeras menolak, tegas berkata tidak boleh.

Perbedaan pendapat diantara saya dan orangtua saya membuat saya kecewa sekaligus sedih. Tapi satu hal yang kita semua bisa sepakati, orangtua saya dan saya ingin yang terbaik. Pendidikan harus dilanjutkan, apapun yang harus dilakukan.

Pada akhirnya, saya dan orangtua saya memutuskan untuk tidak menjual apapun. Tidak megorbankan apapun demi saya, sekarang saya bekerja, mengurangi pengeluaran, dan tentunya memperbaiki hubungan dengan papah dan mamah. Dalam hal ini, win-win solution bisa tercapai.

Orientasi Terhadap Konflik

Konflik tentunya dapat menimbulkan perselisihan, tetapi bukan berarti setiap konflik akan berakhir negatif. Bagaimana kita menanggapi konflik adalah kunci untuk menggiring konflik menjadi sesuatu yang positif ataupun negatif.

Ada tiga orientasi terhdap konflk yakni;

Lose-lose: When both parties experiencing negative result after the conflict. Artinya, kedua belah pihak tidak mendapatkan hasil yang positif dari konflik yang terjadi

Win-Lose: When one parties having positive result and the other having negative result after the conflict. Artinya, salah satu pihak yan gterlibat konflik akan mendapat hasil yang positif, sedangkan pihak lain mendapatkan hasil yang negatif.

Win-Win: When both parties shares positive result to each other after the conflict. Artinya, kedua belah pihak akan sama-sama mendapatkan hasil yang positif setelah terjadinya konflik.

Konflik antara saya dan orangtua saya yang saya sebutkan sebelumnya adalah contoh dari konflik yang berakhir dengan win-win orientation. Konflik dapat memperkuat sekaligus menghancurkan hubungan. Konflik dapat menjadi hal baik ataupun buruk, tergantung bagaimana kamu melihat, menanggapi, dan juga menyelesaikannya.

Menanggapi Konflik

Konflik yang terjadi diantara saya dan orangtua saya --meskipun pada akhirnya mampu diselesaikan dengan baik---merupakan pelajaran yang berarti bagi saya. Berpikiran terbuka, mendengarkan, dan sabar kurang lebih adalah kunci dalam menyelesaikan konflik yang saya alami. 

Lebih lanjut, saya menanggapi konflik yang saya alami melalui cara-cara berikut :

Memahami apa yang sebenarnya Saya dan Orangtua saya inginkan. Saat perdebatan dengan teman, kakak, rekan kerja, atau siapapun, dan suasana makin panas, saya cenderung akan mudah sekali terbawa emosi.

Maka dari itu, saya berhenti untuk selalu berusaha memecahkan segala macam persoalan. Saya memilih untuk mulai menuliskan perasaan Saya, lalu berbicara kepada anggota keluarga yang lain untuk mendengarkan masalah Saya.

Intinya, cara ini membantu Saya memikirkan hasil atau solusi yang paling tepat. Mengambil keputusan saat pikiran dikuasai amarah hanya akan membuat Saya mencari-cari alasan pembenaran dan menyalahkan orang lain.

Yang kedua, saya mengumpulkan sebanyak mungkin informasi. Ketika Saya sudah mengontrol pikiran Saya dengan lebih tenang, Saya akan lebih mudah menghadapi orang lain.

Selanjutnya, saya berusaha mencari tahu sumber masalah dengan mengumpulkan sebanyak mungkin data dan fakta sebelum mulai membicarakan solusi. Akirnya,setelah mengetahui sumber masalah, saya cenderung lebih bisa menerima pendapat orangtua saya dengan baik.

Yang ketiga, saya menetapkan bentuk proses negosiasi. Jika pikiran sudah tenang dan terkontrol, saya menentukan kepada siapa Saya ingin bicara dan menegosiasikan masalah, kapan dan dimana tempat yang paling tepat.

Persiapan ini penting untuk menciptakan kenyamanan bagi kedua belah pihak yang berseteru. Saya juga menyiapkan alur pembicaraan dan agendanya, sepakati bersama siapa yang memulai pembicaraan. Siapkan waktu khusus untuk menyelesaikan masalah. Hal ini untuk menunjukkan itikad baik Saya terhadap orangtua saya 

Yang ke empat, saya menyampaikan pesan yang tepat. Saya dan Orangtua saya berdiskusi untuk mencari solusi dengan memunculkan sejumlah saran dan ide. Saya menunjukkan bahwa Saya mempunyai niat serius untuk memperbaiki keadaan.

Saya juga menyampaikan bahwa niat baik ini adalah untuk mencari solusi yang bisa disepakati dan dijalankan untuk kebaikan bersama. Tak cukup hanya dengan ucapan, Saya juga harus menyelesaikan masalah dengan menunjukkan perilaku yang mendukung ke arah positif. Sikap tubuh yang keliru, yang menunjukkan emosi, bisa memperkeruh suasana.

Yang ke-lima, Negosiasi. Saat Saya memulai bernegosiasi untuk mencari solusi, saya mengontrol diri Saya. Saya menghindari memotong pembicaraan dan berbibicara saat sudah giliran Saya. Saya merespons pernyataan orangtua saya dengan tenang.

Memanfaatkan Media Sosial Untuk Menyelesaikan Konflik

Internet dan Media sosial adalah wujud nyata perkembangan teknologi. Media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia jaman sekarang. Segala aspek kehidupan sedikit-banyak pasti mengandalkan keuntungan dari Media Sosial.

Kembali ke tahun 2000, semua harus pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli sebuah sepatu, namun kini, yang perlu kita lakukan adalah menyentuh smartphone, melaukan pembayaran secara online, dan menunggu selama 2 hari, maka sebuah sepatu akan mendarat mulus di depan pintu rumah kita.

Sayangnya, Setiap dampak positif pasti datang bersamaan dengan dampak negatif. Berikut rangkaian dampak positif dan negatif dari penggunaan Media Sosial

Dilansir dari CloudHost Indonesia, Dampak positif dari pengunaan media sosial adalah:

Sebagai media penyimpanan informasi. Yang sangat mudah menyebar melalui situs jaringan sosial. Hanya dalam tempo beberapa menit setelah kejadian, kita telah bisa menikmati informasi tersebut.

Situs jaringan sosial membuat anak dan remaja lebih bersahabat, perhatian. Dengan mengggunakan situs-situs web, para pengguna internet diseluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah.

 Media sosial dapat menyambung tali silaturrahmi memudahkan bagi orang yang memiliki sanak family yang jauh, jaringan sosial ini sangat bermanfaat dan berperan untuk mempertemukan kembali keluarga dan kerabat yang berada jauh dari kita, dan yang jauh dengan yang lama sudah tidak bertemu. Hal tersebut dapat dilakukan lewat media maya seperti video call.

 Mempermudah berbelanja, seperti menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari di sosial media, online shop, pria dan wanita,hal tersebut sangatlah mudah dilakukan, Hal ini memungkinkan para pengusaha kecil dapat mempromosikan produk dan jsanya tanpa mengeluarkan banyak biaya.

Apalagi bagi mahasiswa yang membutuhkan uang dengan kerja sampingan yang tidak begitu sulit. Mereka cukup memodali hp dan kuota lalu mempromosikannya, mulai dari teman ke teman, tetangga, bahkan yang jauh sekalipun.

 Media sosial juga dapat memanfaatkan sebagai jalan dakwah atau menyampaikan ajaran-ajaran islam. Sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan dan sosial. Pengguna bisa bersosialisasi dengan publik mengelola jaringan pertemanan, dan beradaptasi dengan siapapun, bahkan orang yang tidak dikenal dari seluruh penjuru dunia.

Berawal dari media sosial sering terjadi tindak kejahatan seperti penipuan, pembunuhan, pemerkosaan, penculikan dll.

2. Susah bersosialisasi dengan orang sekitar. Karna penggunaan media sosial membuat malas para user untuk berkomunikasi dengan dunia nyata. Hal ini memang benar sekali, mempunya teman yang sangat aktif dalam bersosial media, dia selalu memposting apa saja yang ia kerjakan. Namun berbeda jauh dengan kenyataan. Ornag yang aktif di sosial media nyatanya adalah orang pendiam dan tidak banyak bergaul.

3. Karna pengunaan media sosial lebih sering menggunakan bahasa informal dalam keseharian sehingga bahasa yang formal pun menjadi terlupakan, jika tidak pandai mengontrol,jika tidak maka kita akan terjerumus dalam pergaulan bebas,karna tidak bisanya menjaga ucapan.

4. Situs media sosisal akan membuat seseorang lebih mementingkan diri sendiri, mereka menjadi tidak sadar akan lingkungan disekitar meraka karna terlalu banyak menghabiskan waktu mereka dengan menggunakn internet.

5. Media sosial dapat membuat anak-anak dan remaja menjadi lalai dan juga tidak bisa membagi waktu karna terlalu asik dengan dunia maya, yang tidak tau bagaimana bentuknya seperti apa. Apalagi untuk seorang pelajar, apabila sudah kecanduan maka meraka lebih mementing hal tersebut dari pada keperluan, bahkan rela menyisihkan uang saku jika itu sangat membutuhkan kuota internet.

"Oleh karna itu, tidak perlu terlalu mengikuti perkembangan jaman, kita harus pandai-pandai memilih cara dalam pergaulan di media sosial jangan sampai kita dikuasai oleh dunia tapi kitalah yang harus menguasai dunia, jangan pula menjadi orang yang ketinggalan jaman, sekian dari saya semoga bermanfaat." ungkap penulis.

Dalam hal menyelesaikan konflik, media sosial berperan banyak dalam menghubungkan dua orang yang sedang terpisah jarak. Media sosial menjadi platform yang efisien untuk berkomunikasi, dan seperti yang kita tahu, komunikasi dapat membantu menyelesaikan masalah.

Tapi, di sisi lain, media sosial dapat menjadi platform yang keliru bila dipakai untuk menyelesaikan masalah, dalam Mass Communication, berkomunikasi melalui pesan teks bisa menuntun kita ke ambiguitas dan kekeliruan. Media sosial dapat menyelesaikan masalah, sekaligus memperburuk masalah. Semua tergatung seberapa bijak kita dalam menggunakannya.

Itulah tadi pembahasan saya mengenai bagaimana saya memahami konflik dalam suatu hubungan. Pada akhirnya, setiap manusia pasti akan mengalami konflik di dalam hidupnya, sekalipun dalam skala yang paling ringan, adalah tugas kita sebagai makhluk sosial untuk bisa bersama-sama menyelesaikan konflik yang timbul diantara kita dan orang-orang disekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun