Mohon tunggu...
Git Agusti
Git Agusti Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger Cianjur

Suka menulis apapun yang diinginkan untuk ditulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkenalan dengan "Perjuangan" dalam Pekerjaan Pertama

3 Desember 2017   14:37 Diperbarui: 3 Desember 2017   14:50 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang terlintas pertama kali jika berusaha mengingat tentang pekerjaan pertama saya adalah perjuangan atas usaha untuk mendapatkan uang tambahan agar bisa mendapatkan bekal untuk dapat tetap bisa masuk sekolah setiap harinya. Kenapa demikian ?, itu karena saya memulai belajar untuk mandiri memeras keringat sendiri untuk membantu orangtua dalam memenuhi sebagian kebutuhan biaya sehari-hari ketika saya melanjutkan sekolah yang jika dihitung jarak memang lumayan jauh dari kampung halaman meskipun masih dalam satu wilayah kabupaten yang sama.

Berangkat dengan tekad dan dukungan dari orangtua serta anggota keluarga lain setelah sedikit memaksa dan meyakinkan agar bisa melanjutkan sekolah di daerah perkotaan. Karena sebelumnya orangtua merekomendasikan untuk masuk ke sekolah yang dekat dengan rumah saja atau setidaknya tidak terlalu jauh dari rumah dengan alasan agar mudah ketika menengok dan memantau.

Berangkat dari keluarga yang memiliki latar belakang ekonomi (maaf)lemah yang berpenghasilan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak menyurutkan tekad untuk tetap bersemangat agar dapat bersekolah dengan harapan agar kedepannya saya memiliki ilmu yang cukup dan bisa mandiri untuk mengurus diri sendiri. Pada akhirnya tiga tahun lamanya dilalui dengan berbagai perjuangan baik dari segi adaptasi maupun materi yang cukup sulit pada akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Bagi oranglain dengan keluarga yang memiliki kecukupan materi dalam biaya sekolah maka hal ini bukan hal yang besar untuk dibanggakan, tapi bagi saya dan keluarga mendapatkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi dari menengah pertama itu adalah kebanggaan tersendiri.

Dalam perjalanan selama tiga tahun tersebut, ada beberapa bagian yang selalu menjadi kenangan termanis mengingat betapa sulitnya mendapatkan biaya yang cukup meskipun memang pasokan dari kampung selalu ada setiap bulannya. Akan tetapi dengan jumlah yang jika dihitung dan dipergunakan untuk biaya makan dan kebutuhan sekolah setiap harinya ternyata rata-rata hanya cukup untuk dua minggu saja. Maka jika melihat demikian maka dua minggu berikutnya adalah hal yang menjadi alasan yang paling kuat untuk memutar otak dan menyemangati diri agar mendapatkan penghasilan setidaknya untuk makan sehari-hari serta sekedar untuk mencukupi membeli diktat dan fotokopian materi dalam pembelajaran yang setiap minggunya selalu saja ada yang diwajibkan untuk dibayar.

Karena pada tahun pertama sudah merasa sangat malu untuk terlalu manja kepada orangtua meminta bekal agar dilebihkan. Pada akhirnya pada tahun kedua saya memberanikan diri untuk memanfaatkan kesempatan pekerjaan sampingan yang dapat dilakukan sebelum atau sepulang sekolah. Jika sekolah memiliki jadwal masuk pagi maka siang adalah waktu untuk bekerja begitupun sebaliknya. Itupun tidak setiap hari, hanya jika pekerjaan ada saja.

Dengan berbagai pertimbangan yang diperhitungkan matang-matang oleh orang yang saya minta agar mempekerjakan saya dalam pekerjaannya, jadilah saya bekerja dengan adaptasi yang sangat luar biasa.

Mungkin pembaca bertanya-tanya dimanakah tempat pekerjaan pertama saya itu?

Jika yang dibayangkan adalah pekerjaan yang ada di dalam ruangan dengan AC atau setidaknya pendingin udara yang menyegarkan, maka itu adalah salah besar. Karena pertama kalinya saya bekerja adalah di pekerjaan bangunan. Pekerjaan yang mengandalkan tenaga besar sedangkan badan saya sendiri tidak terlalu bertenaga besar. Akan tetapi saya bekerja semampunya dan mengatakan di waktu pertama bekerja bahwa bayarlah saya sesuai pekerjaan saya, biarlah tidak dibayar penuh asal saya mendapatkan uang untuk bekal.

Jadi itulah pekerjaan pertama saya, terkadang membawakan batu bata dari parkiran ke lantai dua. Terkadang memikul adukan semen dan pasir untuk para tukang tembok, terkadang pula mendorong gerobak mengangkut bahan material bangunan dari jalan besar ke gang-gang sempit tempat pekerjaan itu berada. Badan yang kecil ini dipaksakan untuk berpanas-panasan dan mengangkat beban yang berat dengan semangat yang mengalahkan itu semua.

Yang sering membuat saya tersenyum sendiri ketika mengingatnya adalah pada hari pertama bekerja saya mendapatkan upah, begitu senangnya hati ini meskipun jumlahnya tidak terlalu besar. Perasaan lelah di badan terbayarkan setelah mendapatkan rezeki yang mungkin menurut oranglain akan sangat kecil.

Telapak tangan ini berbeda dengan anak sekolah lain kebanyakan yang halus dan bersih. Kulit ini berbeda dengan anak sekolah lain kebanyakan yang tidak pecah dan gelap sisa terpanggang panasnya sinar matahari.

Banyak hal yang dapat dipetik dari proses belajar kemandirian selama bersekolah. Banyak hal yang dilakukan untuk mendapatkan sedikit rupiah agar dapat memenuhi kebutuhan hidup pada waktu itu. Selain sebagai buruh bangunan juga pernah beberapa waktu di bengkel kendaraan.

Dibalik itu semua, selalu ada hikmah yang bisa dipelajari dengan pengalaman yang dilalui. Menyadarkan sedikit besarnya mungkin beginilah perjuangan orangtua untuk menjamin kehidupan anak-anaknya agar mendapat pakaian dan pendidikan yang layak. Mengingatkan untuk selalu menghargai setiap rezeki yang didapatkan baik untuk menghargai oranglain yang menguras keringat bekerja untuk kita maupun tidak berfoya-foya ketika kita mendapatkan rezeki yang lebih.

Bersyukurlah saat ini saya bekerja sekaligus menyumbangkan tenaga dalam balutan pengabdian menyumbangkan sedikit kemampuan yang diperoleh untuk kebaikan sesama.

Tidak ada maksud untuk mengeksplorasi kedukaan. Tidak ada maksud untuk mempermalukan diri sendiri. Tidak ada maksud untuk mengelu iba dari orang lain yang membaca tulisan ini. Karena banyak yang berjuang lebih dari ini.

Hanya jika kebetulan ada pembaca yang sedang bergulat dan berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang memang layak diperjuangkan, bersemangatlah!. Karena kesempatan tidak untuk mereka yang malas memperjuangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun