Jelang masa pilkada yang berada di tengah pandemi merupakan suatu persoalan besar. Masa pilkada yang identik dengan kerumunan massa, bertabrakan dengan protokol kesehatan covid-19, yang mewajibkan physical distancing.Â
Pilkada juga identik dengan pelanggaran ketetapan aturan kampanye, seperti pasangan calon (paslon) yang melakukan kampanye hitam, atau yang masih berkoar di masa tenang. Dulu bertingkah, sekarang pun sama. Di situasi pandemi ini juga masih banyak paslon yang melanggar aturan main yang ditetapkan oleh badan pengawas pemili (bawaslu). Tidak tanggung-tanggung, pada hari pertama pendaftaran bawaslu mendapati terjadi pelanggaran di 141 daerah di Indonesia. Pada hari berikutnya bertambah 102 daerah.Â
Telah diarahkan oleh bawaslu bahwa kampanye di situasi pandemi ini dilarang mengumpulkan massa dalam konteks pertemuan fisik. Bawaslu menganjurkan untuk melakukam kampanye secara daring saja.Â
Pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh para paslon ini mencerminkan bagaimana kepribadian mereka. Untuk aturan yang krusial ini saja mereka dengan gampangnya mengabaikan. Bukan tidak mungkin memang para paslon ini tidak peduli akan aturan yang ada.Â
Kepribadian para paslon haruslah dipertimbangkan dengan baik oleh masyarakat. Bukan tidak mungkin bila paslon yang seperti ini akan membawa kemunduran pada daerahnya. Bila pada bawaslu saja mereka tidak takut/taat, bagaimana dengan tanggung jawabnya pada masyarakat? Bagaimana mereka bisa dipercaya untuk dapat menjalankan fungsinya kelak bila terpilih sebagai pemimpin di daerahnya dengan baik, jujur dan amanah?