Mohon tunggu...
Setyo Purwoto
Setyo Purwoto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa pendidikan Sejarah universitas negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenaikan Harga Beras: Dilema Konsumen dan Petani

27 Maret 2024   00:04 Diperbarui: 27 Maret 2024   00:04 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerusakan lahan sawah akibat krisis iklim/dok. pri

Beras adalah makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Tanaman dengan nama latin Oryza Sativa menjadi salah satu bahan pangan pokok masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat sehari-hari. Bahkan sampai ada istilah “ Belum makan kalau belum makan nasi ” hal ini menunjukkan seberapa vital bahan makanan satu ini bagi roda kehidupan masyarakat Indonesia. Apabila kebutuhan beras di Indonesia tidak terpenuhi dapat menyebabkan Indonesia menjadi kekurangan pangan.

Masyarakat Indonesia memilih beras sebagai makanan pokok sendiri selain karena harganya murah. Padi juga merupakan tanaman yang cocok untuk tumbuh dan di budidayakan di wilayah dengan tanah dan iklim di Indonesia. Faktor ekonomi dan kebudayaan juga merupakan faktor yang mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi nasi. Bahkan pada tahun 2023 lalu pada ulang tahun yang kedua Badan Pangan Nasional yang diadakan di Nusa Tenggara Timur gubernur pada saat itu Viktor Bungtilu Laiskodat menyindir kebiasaan makan masyarakat Indonesia dengan mengatakan bahwa ciri-ciri manusia kaya dapat dilihat di tempat makan. "Kalau nasinya ambil banyak, itu orang miskin. Tapi kalau lambil yang banyak protein, itu orang kaya" kata Viktor. Sontak saja hal itu menuai banyak pro-kontra dikalangan masyarakat.

Namun, harga beras di pasar terus mengalami kenaikan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir beberapa sumber bahkan mengatakan bahwa ini merupakan kenaikan harga tertinggi dalam sejarah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras nasional rata-rata pada Februari 2024 mencapai Rp 13.500 per kilogram, naik 15,4 persen dibandingkan dengan harga pada Februari 2023 yang sebesar Rp 11.700 per kilogram. Parahnya lagi di beberapa tempat banyak yang menjual beras kiloan dengan harga Rp 16.000 sampai dengan Rp 17.000 . Kenaikan harga beras ini tentu memberikan dampak yang besar bagi konsumen, petani, dan pemerintah.

Dampak bagi Konsumen

Dari sisi konsumen, kenaikan harga beras berarti menambah beban pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beras merupakan komoditas yang memiliki bobot tertinggi dalam perhitungan inflasi, yaitu sebesar 9,42 persen. Oleh karena itu, kenaikan harga beras akan berpengaruh pada kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dan tingkat kemiskinan. Selain itu, kenaikan harga beras juga berdampak pada kenaikan harga makanan yang berbahan beras, seperti nasi bungkus, naspad, rames, lontong, dan sebagainya. 

Hal ini kadang membuat beberapa pengusaha makanan perlu mengurangi porsi makanan yang berbahan beras atau mencari alternatif makanan. Pengurangan porsi tersebut bertujuan agar para penjual tidak perlu menaikkan harga makanannya sehingga harga makanan tetap akan bisa dijangkau oleh semua kalangan namun dengan porsi yang sedikit berkurang.

 Dampak bagi Petani

Dari sisi petani, kenaikan harga beras seharusnya menjadi kabar baik, karena berarti meningkatkan pendapatan mereka. Namun, kenyataannya tidak demikian. Banyak petani yang kesulitan dalam mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah, yang merupakan salah satu faktor penentu produktivitas tanaman padi. Menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Padi Indonesia (APPI), pupuk bersubsidi yang dialokasikan untuk petani padi hanya mencukupi 40 persen dari kebutuhan mereka. Sementara itu, harga pupuk nonsubsidi sangat mahal dan sulit didapatkan di pasaran. Akibatnya, banyak petani yang terpaksa mengurangi penggunaan pupuk atau beralih ke pupuk organik yang kualitasnya belum terjamin. Hal ini berpotensi menurunkan hasil panen dan kualitas beras yang dihasilkan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa perang antara Rusia dan Ukraina menjadi salah satu penyebab kelangkaan pupuk di Indonesia pada Selasa, 2 Januari 2024. Hal itu diungkapkan Jokowi di hadapan para petani saat pembinaan petani se-Jawa Tengah di GOR Satria Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Jokowi menjelaskan bahwa bahan baku pupuk berasal dari Rusia dan Ukraina, sehingga sulit keluar karena terdampak dari konflik militer kedua negara tersebut.

Selain itu, petani juga menghadapi dampak dari musim el-nino di tahun 2023 kemarin yang menyebabkan defisit neraca beras. Kemarau tak berkesudahan mengakibatkan petani kesulitan mencari air untuk irigasi sehingga petani menunda waktu penanaman padi. Beberapa petani mengakali kekurangan air ini dengan mempompa air dari sumur atau sungai besar ke lahan mereka namun justru menyebabkan ongkos produksi meningkat, karena petani harus membayar lebih mahal untuk menyewa alat - alat produksi seperti pompa, diesel dan genset . 

Petani juga harus bersaing dengan impor beras dari negara-negara lain yang menawarkan harga lebih murah. Dikutip dari website badan pangan nasional pemerintah melakukan impor beras mencapai 2 juta ton ditambah 1.2 juta ton pada tahun 2023 kemarin. Hal ini membuat petani merasa tidak diuntungkan dan tidak dihargai oleh pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun