Mohon tunggu...
Setyoningsih Subroto
Setyoningsih Subroto Mohon Tunggu... Dosen - Pekerja

Kutu buku, penyesap kopi, pencabik senar

Selanjutnya

Tutup

Music

Romantisme Payung Teduh

27 April 2019   20:00 Diperbarui: 27 April 2019   20:39 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
style.tribunnews.com

                                              

Sang pujaan tak juga datang

angin berhembus bercabang

rinduku berbuah lara, uh lara

Begitulah sepenggal lirik salah satu lagu favorit saya sepanjang masa (setidaknya hingga detik ini hihihi). Disuarakan dengan vokal yang lembut nan khas, pun begitu dengan musiknya. Ringan dan teduh di hati. Sesuai dengan nama grup musiknya, Payung Teduh.

Saya lupa saatnya, entah di semester yang mana di masa perkuliahan. Pertama kali saya menyaksikan Payung Teduh dalam program Radio Show yang tayang di TVOne.

Suatu jendela unik dalam deretan program musik yang berseliweran pada saat itu. Sebelum mulai pentas, saya sempat heran melihat salah satu instrumennya.

Pikir saya saat itu, "Hari gini masih ada yang begini?", karena ada kontra bas yang berdiri dengan gagahnya. Oiya, kebetulan saya ini anak band, bassist juga, jadi kenal instrumennya hehehe. Oke lanjut. Kemudian para personil terlibat interview singkat dengan presenter dan melantunlah lagu yang pertama. Sebuah single berjudul Angin Pujaan Hujan.

Lalu?

Bisa dikatakan momen saat itu benar-benar serasa jatuh cinta pada pandangan pertama. Aduhai nikmatnya. Saya benar-benar tersihir! Bagaimana tidak? Lantunan vokal yang merdu, lirik yang "sastra" sekali, dan musiknya yang membuat hati berdesir bagai terkena angin semilir. Ingat kan apa kata Vina Panduwinata? Jatuh cinta, berjuta rasanya~

Semenjak saat itu, kerap kali saya dengar Angin Pujaan Hujan tersiar di beberapa stasiun radio. Lambat laun Payung Teduh mulai melebarkan "keteduhannya" dan menjangkiti penikmatnya dengan virus "Pararara". Hahaha, aneh ya namanya? Itu virus buatan saya sendiri, yang dinukil dari hits lainnya yakni Resah (ini juga favorit saya lhoo).

Namanya sudah jatuh cinta, pasti rela lakukan apa saja untuk sang pujaan hati. Nah, begitu juga dengan saya. Tidak butuh waktu lama, saya putuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Payung Teduh. Pergilah saya ke toko CD (belum masanya JOOX dan Spotify) dan membeli album kedua mereka yang bertajuk Dunia Batas. Lho kok kedua? Iya, mungkin saya terlambat mengetahui keberadaan Payung Teduh, karena ternyata sudah ada album pertama (saya masih cari nih, kalau ada yang tahu bisa beli di mana feel free untuk japri). Ndak papa lah, yang penting beli dulu, sisanya nonton di YouTube hehehe.

Bangun tidur, pulang kuliah, kerjakan tugas di rumah, sampai mau tidur lagi, suara Mas Is (vokalis) selalu membelai telinga saya dengan mesranya. Semua lagu yang ada di album saya hafalkan. Sejatuh cinta itu loh! Kebetulan saya agak bisa nyanyi sedikit, pecah suara gitu loh. Jadi Mas Is suara 1, saya suara 2, duet deh kita hihihi. Hingga gawai pun sengaja saya jangkiti dengan virus "Pararara". Tak jarang pula saya ambil gitar lalu bernyanyi dengan penuh penghayatan. Harmoninya benar-benar tak henti mengalun di otak saya. Petikan gitar yang syahdu bercengkerama bersama kontra bas dengan apik dan dikawal secara ritmis oleh cajon/drum. Luar biasa. Kalau pakai bahasa zaman now, namanya eargasm.

Payung Teduh benar-benar tampil beda. Kalau menurut ilmu saya yang seadanya ini, genre yang diusung merupakan perpaduan antara Folk, Jazz, dan Keroncong (penggunaan kontra bas umumnya untuk Keroncong). Segar! Seperti halnya es kelapa muda pelepas dahaga, ataupun Adem Sari bagi penderita sariawan. Melegakan. Dan liriknya itu lho, rasanya seperti sedang membaca puisi saja. Kadang romantis, kadang ironis. Sepertinya bisa dicocokkan dengan segala macam rasa yang berlalu-lalang di hati. Kalau di lidah, mungkin nano-nano rasanya.  

Payung Teduh lalu makin ngehits. Keteduhannya semakin meluas di pangkuan Ibu Pertiwi. Panggung-panggung musik sudah tak melulu dijajaki band-band arus utama. Ada Payung Teduh di situ, dengan lirik puitis, aransemen klimis, dan audiens yang histeris (namun tetap santun). Musiknya pun juga kemudian berkelana ke beberapa negara. Sungguh luar biasa. Joss! Mulai dari pensi anak SMA hingga hajatan jazz tingkat internesyenel, Payung Teduh dengan setia menyapa dan bersua dengan para pencintanya. Tidak perlu jingkrak-jingkrak kalau nonton. Mau berdiri atau duduk, yang pasti para Peneduh (sebutan bagi penggemar) akan dengan khidmat merapal rangkaian lirik yang sakti.

Namun menjelang penghujung tahun 2017, ada sebuah kabar tak sedap berhembus. Mas Is dikabarkan akan hengkang. Aduh! Bagai disambar petir rasanya. Bisa juga seperti mau diajak putus sama si dia. Saya sudah terlalu teracuni dengan suara Mas Is, tidak rela rasanya. Setelah beberapa lama kabar tersebut berhembus, Payung Teduh merilis album ketiganya, yang bertajuk Ruang Tunggu. Melalui album inilah, Mas Is dan juga Comi (bassist) menyampaikan salam perpisahan. Dan di album ketiga ini, saya benar-benar melihat Payung Teduh yang berbeda. Sekali lagi saya sebutkan, nano-nano rasanya! Dengan superhits berjudul Akad, rasanya so jazzy (dan kemudian lagu ini hukumnya fardu 'ain dalam setiap hajatan pernikahan). Sedangkan di lagu Kerinduan, rasanya seperti flashback di era kejayaan band nasional tahun 2000-an awal. Adapun salam perpisahan yang terasa sekali (menurut saya) tertuang pada lagu Di Atas Meja. Pokoknya benar-benar berbeda. Sebuah salam perpisahan yang cool!

Lalu apakah Payung Teduh berhenti sampai di situ? Jawabannya adalah tidak. Payung Teduh tetap memayungi mereka yang butuh untuk diteduhkan. Tanpa Mas Is dan Comi tak menjadi soal, karena pergantian personil merupakan suatu hal yang jamak dalam sebuah grup musik. Walaupun sudah tak sepayung bersama, mereka semua tetap menyalurkan hasrat untuk berkarya dengan jalan masing-masing. Namun demikian saya memelihara harapan, agar kelak ada lagi fenomena unik seperti Payung Teduh, biar tetap ada yang membelai mesra telinga saya. Selamat berteduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun