Saat ini, kegiatan nongkrong menjelma menjadi gaya hidup yang sulit ditepis oleh golongan tua, apalagi muda. Menjamurnya coffee shop di banyak wilayah, menjadi validasi sekaligus pendukung kebiasaan tersebut.
Dikit-dikit, nongkrong. Ada coffee shop baru, nongkrong. Mau bengong karena sedikit mumet, nongkrong. Apa pun permasalahannya, nongkrong sambil melamun sendiri atau bersama kawan, menjadi opsi asyik yang patut diperhitungkan.
Namun, ada pembeda sewaktu kegiatan nongkrong yang dimaksud dilakukan bersama kawan. Entah satu orang, atau lebih dari itu. Yaitu, kebiasaan seseorang untuk membayar semuanya lebih dulu menu yang dipesan, biar nggak ribet. Biasanya, ini terjadi saat nongkrong bareng kawan.
Setelahnya, proses pembayaran bisa via transfer atau bayar tunai ke yang membayar lebih dulu. Hal ini, kita semua sama-sama tahu, dikenal dengan istilah: nalangin.
Sepengalaman saya, tujuan seseorang menalangi itu pada dasarnya baik, kok. Biar nggak ribet dan nggak bikin antrean mengular di kasir. Biar cepat juga.
Tapi, sebagian kawan sering kali menyalahartikan niat baik ini. Antara dipikirnya ditraktir (dibayarin) secara cuma-cuma atau malas membayar kemudian, dientar-entar, parahnya malah sengaja nggak bayar sampai nunggu ditagih oleh yang nalangin.
Sebetulnya, ini bukan fenomena baru. Sudah terjadi sejak lama, tapi, terbilang cukup kontras akhir-akhir ini.
Saya juga cukup yakin, di antara kalian, dari sekian banyak lingkar pertemanan, cerita ini sangat familiar, kan? Pasti ada paling tidak satu, dua, atau tiga orang kawan yang seperti itu di lingkar pertemanan kalian. Ada yang secara suka rela nalangin. Nggak sedikit yang sering ditalangin.
Nah, saya mau fokus ke momen yang ditalangin, malah memanfaatkan ketidakenakan yang nalangin dalam menagih. Sialan, memang.
Bukannya apa. Begini. Saya mau kasih paham.