Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mempertahankan Tradisi Munggahan, Kumpul Bersama Anggota Keluarga Sebelum Berpuasa

7 April 2021   22:30 Diperbarui: 7 April 2021   22:39 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang sedang makan-makan: Unsplash.

Saya selalu merasa bahagia menjelang bulan Ramadhan tiba. Tentu saja, termasuk saat berpuasa. Ada banyak kenangan sekaligus hal yang menyenangkan di dalamnya. Dari mulai sahur, menjalankan beberapa tradisi, sampai dengan berbuka puasa bersama keluarga, dan rekan.

Bahkan beberapa hari sebelum berpuasa, ada tradisi yang hampir selalu dilakukan oleh keluarga saya, yakni tradisi munggahan. Suatu tradisi yang, menurut pengakuan Ibu, sudah dilakukan secara turun-temurun dan rutin menjelang hari berpuasa tiba.

Sederhananya, munggahan adalah kegiatan berkumpul bersama anggota keluarga besar, saudara, juga kerabat terdekatan. Dalam prosesnya, ketika munggahan, ada beberapa hal yang dilakukan; makan bersama, saling berbagi cerita, tidak lupa juga diselingi dengan berdoa bersama untuk segala hal yang baik---termasuk selama menjalankan ibadah puasa.

Menu makanan yang biasa disiapkan oleh Ibu pun tidak pernah berubah. Selalu ada ayam opor, kentang balado, bihun goreng, sampai dengan rendang daging. Semua dimasak dalam waktu bersamaan.

Saya pernah menanyakan perihal tersebut---kenapa Ibu memasak banyak sekali lauk. Pikir saya, bukankah bisa jadi mubazir jika tidak dihabiskan?

Namun, jawaban yang Ibu berikan memberikan saya sedikit insight, sampai akhirnya paham dengan maksud dan tujuannya---kenapa beliau bisa masak menu beragam di satu waktu.

"Menyambut bulan Ramadhan itu harus dengan suka cita. Salah satunya, berkumpul dengan keluarga. Masakan yang Ibu masak, kalaupun nggak habis, bisa dibagikan ke saudara atau tetangga terdekat. Jadi, nggak akan mubazir." Jawab Ibu sambil meracik bumbu opor ayam.

Ya, dalam tradisi munggahan, saat berkumpul dengan keluarga, saudara, atau kerabat terdekat, biasa juga melakukan sedekah kepada siapa pun yang membutuhkan. Menggalang dana untuk pembangunan tempat beribadah, bagi orang terdekat yang membutuhkan, atau kegiatan lain yang sekiranya memberi manfaat bagi orang di lingkungan sekitar.

Hanya saja, saat ini tidak terasa bahwa, sudah nyaris dua kali puasa, virus corona ada di sekitar kita. Pandemi yang belum juga minggat dari seisi bumi. Tentu hal ini membikin tradisi munggahan jadi sedikit berbeda.

Harus menjaga jarak, adanya perasaan was-was sewaktu berkumpul bersama keluarga juga kerabat, dan lain sebangsanya. Apakah semua hal tersebut bisa diatasi hanya dengan menggunakan masker dan jaga jarak? Rasanya, hal tersebut hanya menjadi paradoks tersendiri di kala pandemi seperti sekarang ini.

Pada akhirnya, rencana tradisi munggahan kali ini hanya akan dilangsungkan oleh keluarga inti saja, tanpa kehadiran anggota keluarga lain dari luar kota, karena harus menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan---sebagaimana anjuran yang disosialisasikan oleh pemerintah. Meski pada akhirnya, tetap saja ada yang ingkar dengan hal tersebut.

Munggahan kali ini, meski tidak akan dimeriahkan oleh kehadiran sanak saudara, Ibu tetap berencana membikin menu masakan seperti biasanya. Ada opor ayam, rendang daging, kentang balado, juga bihun goreng.

Sederhana saja, Ibu hanya ingin melakukan tradisi yang, sudah dilakukan secara rutin dari tahun ke tahun. Kalaupun ternyata berlebih, toh pada akhirnya bisa dibagikan kepada tetangga terdekat. Agar bisa dinikmati bersama dan merasakan kebahagiaan serupa.

Soal komunikasi dengan anggota keluarga, sanak saudara, juga kerabat terdekat, sepenglihatan saya, Ibu sudah semakin mahir menggunakan aplikasi yang memiliki fitur video call. WhatsApp, misalnya.

Boleh jadi, pandemi sudah merenggut kebersamaan kita semua. Banyak hal harus dibatasi dengan segala peraturan yang, bahkan tidak familiar dan mau tidak mau, suka atau tidak, harus dituruti.

Namun, pada akhirnya, Ibu tetap pada rencananya, mempertahankan tradisi munggahan, sesuatu yang dipahami sebagai hal yang baik, khususnya dalam menyambut bulan Ramadhan.

Sehat selalu, Ibu. Semoga pandemi cepat berlalu. Agar tradisi munggahan yang selalu ditunggu, bisa dilakukan seperti sedia kala, sebagaimana mestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun