Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Problematika Mahasiswa Psikologi, Sering Dicurhatin hingga Dianggap Cenayang

5 Juni 2020   10:00 Diperbarui: 6 Juni 2020   21:30 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang lulusan sarjana itu nggak mudah. Banyak beban sosial yang harus diemban dan nggak terbatas hanya pada satu jurusan saja. Saya rasa, apa pun disiplin ilmunya, semua akan mengemban beban sosialnya masing-masing.

Mulai dari bagaimana ilmu yang didapat bisa berguna untuk orang di sekitar, sampai dengan apa yang akan dilakukan setelah lulus. Tak terkecuali lulusan atau sarjana Psikologi seperti saya.

Bagi saya, anggapan anak Psikologi bisa membaca kepribadian seseorang dan disangka cenayang hanyalah pertanyaan template nan sederhana yang sudah biasa saya (juga anak Psikologi lainnya) terima.

Level pertanyaan tersebut belum ada apa-apanya. Bahkan kami, anak Psikologi, sudah mempersiapkan tanggapan template juga untuk pernyataan tersebut, saking seringnya nerima dan mendengar hal yang sama berulang kali.

"Maaf, saya mahasiswa dari fakultas dan jurusan Psikologi, bukan jurusan Perdukunan, apalagi Perindigoan". Begitu kira-kira jawaban saya ketika kadung mangkel.

Saya pikir, rasa mangkel jadi seseorang yang belajar Psikologi hanya sebatas itu aja. Nyatanya, setelah lulus pun masih ada hal lain yang harus dijelaskan secara perlahan kepada khalayak biar nggak salah kaprah tentang apa saja yang dipelajari dan setelah lulus bagaimanan, juga apa saja yang bisa dilakukan.

Di sisi lain, saya mafhum dengan kondisi tersebut. Sebab, Psikologi berbeda dengan beberapa disiplin ilmu lain yang memiliki perlengkapan atau belajar yang familiar dan sudah diketahui banyak orang. Ditambah, kalau pun ingin bekerja secara linier, jurusan lain lebih bisa diterka oleh orang-orang di sekitar.

Misalnya saja, jurusan kedokteran sudah banyak orang yang tahu, kelak akan menjadi dokter. Dan apa aja perlatan medis yang digunakan. Anak teknik sipil jadi arsitek, anak akuntansi kelak jadi akuntan dengan segala perlenglapannya, dan seterusnya, dan seterusnya.

Nah, giliran mahasiswa atau lulusan Psikologi, sering banget kebagian nggak enaknya. Pertanyaan seperti, "Nanti kalau udah lulus, memang mau kerja jadi apa?" seringkali diajukan oleh orang terdekat saya, salah satunya orang tua sendiri.

Di samping itu, saya juga menyadari, hal tersebut nggak terlepas dari jurusan Psikologi yang masih dianggap asing oleh sebagian masyarakat kita, dan perlengkapan selama belajar yang dirahasiakan karena adanya kode etik yang mengatur tentang kerahasiaan alat tes Psikologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun