Sesekali saya melihat pesepeda berinisiatif untuk melaju di lajur umum (mobil dan motor). Namun, hal tersebut sangat berisiko dan berpotensi membahayakan keselamatan diri.Â
Meski saya juga memahami, pesepeda melakukannya karena keterpaksaan---lajur khusus mereka sudah digunakan dan penuh padat oleh pengendara bermotor.
Pernah sewaktu saya pulang bekerja, jalanan terpantau cukup macet, padat merayap. Bahkan, motor pun sulit untuk lewat.Â
Memang dasarnya enggan sabar dan tertib saat berkendara, banyak pengendara motor yang akhirnya selap-selip, lalu berhenti di lajur khusus sepeda.Â
Tidak lama, ada pesepeda yang ingin melewati lajur tersebut sambil berkata, "Permisi, Pak, mau lewat, ini lajur sepeda".
Saya yang berada di lajur umum dan mendengar kalimat tersebut, langsung menengok ke arah kiri, sumber dari suara tersebut.Â
Tak dinyana, pengendara motor di depannya malah menjawab sambil ngegas, "Memangnya nggak lihat ini lagi macet, Mas?! Lewat trotoar aja sana. Nggak usah sok jagoan!"
Mendengar respon dari Bapak pengendara motor, saya yang sebelumnya sempat melamun karena capek sekaligus terjebak macet, langsung dibuat mikir dan misuh sendiri dalam hati, "Ini sebenernya yang sok jagoan siapa, sih? Kayaknya pesepeda itu negurnya santai, deh".
Tapi, ya, namanya juga lagi macet dan jam pulang kerja. Mungkin Bapaknya capek, mikirin kerjaan, lagi ada masalah, atau mungkin nggak mau dianggap salah.Â
Akhirnya, pesepeda tersebut mencari celah diantara jajaran motor yang terjebak macet dan ikut stuck di lajur khusus sepeda. Padahal, dia bisa saja menggunakan trotoar, tapi sejauh mata saya memandang, pesepeda itu tidak melakukan hal demikian.
Asumsi saya, bisa jadi dia memang pesepeda yang tertib. Setelah beberapa menit terdiam, stuck dalam kemacetan, akhirnya beberapa kendaraan maju secara perlahan. Termasuk juga pesepeda tersebut.