Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Problematika, Tantangan, dan Komitmen bagi Mereka yang Menikah di Usia Muda

12 Januari 2020   09:00 Diperbarui: 14 Januari 2020   12:36 4028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi momen pernikahan: Tumblr inline via Hipwee

Dengan segala problematikanya, saat ini, keputusan untuk menikah muda seperti pro dan kontra. Padahal jika dipikirkan kembali, menikah muda atau memiliki target menikah di usia tertentu menjadi pilihan seseorang yang tidak bisa dipaksakan.

Ada pemikiran, lebih tepatnya kekhawatiran, bahwa menikah muda beresiko belum matang atau siap secara mental.

Bagi saya, di usia berapa pun seseorang menikah, tetap akan dihadapkan dengan resiko yang sama. Saya juga menyadari dan perlu menegaskan bahwa menikah di usia terbilang muda tentu beda dengan menikah di usia belum cukup umur.

Saya belum betul-betul mengetahui, apakah menikah di usia 24 tahun termasuk kepada golongan menikah muda atau bukan, yang jelas tepat pada usia itu saya memberanikan diri untuk melakukan ijab-qabul dan meminang seorang wanita yang saya cintai.

Dengan segala pro kontra dan resikonya, tentu ada banyak komentar dari orang sekitar. Baik secara aktual, tepat sebelum dan sesudah menikah, pun jauh setelah menikah.

Sebelum menikah, saya dan pasangan sudah memperkirakan resiko yang nantinya akan kami hadapi. Beberapa diantaranya adalah, berkurangnya waktu berkumpul dan bermain bersama teman, karena kewajiban di rumah menemani pasangan tentu jauh lebih penting dibanding itu.

Awalnya, saya yang masih suka nongkrong bersama teman, bahkan hingga saat ini, tentu sulit beradaptasi. Namun, saya juga harus ingat dengan kewajiban harus menemani pasangan di rumah.

Sebetulnya, pasangan tidak pernah melarang jika saya ingin nongkrong atau bepergian bersama teman. Namun, sebagai seorang lelaki yang sudah semestinya memiliki tanggung jawab, ada perasaan tidak enak jika harus meninggalkan pasangan hanya untuk sekadar nongkrong.

Itu kenapa, beberapa suami, termasuk saya, dihadapkan kepada dua pilihan, ajak pasangan berkumpul bersama teman atau tetap berkumpul tapi dengan batas waktu tertentu.

Banyak dari teman saya justru malah memahami dan mempersilakan saya pulang lebih dulu karena pasangan sudah menunggu di rumah, tanpa mengatakan bahwa saya sudah tidak asik karena jarang berkumpul atau ketika berkumpul selalu pulang lebih dulu. Beruntung bagi saya memiliki teman yang paham akan kondisi yang saya jalani.

Saya sadar, tidak semua teman memiliki visi yang sama. Ada juga komentar dari seorang teman yang menyatakan bahwa saya sudah tidak asik karena sudah jarang nongkrong.

Buat saya sih, kadar asik atau tidaknya seseorang tidak ditentukan melalui hal tersebut. Jadi, jelas tidak akan menjadi beban pikiran saya. Hehe. Toh, jauh lebih penting bagi saya membantu istri dalam beres-beres rumah.

Sewaktu saya bercerita harus membantu pasangan mencuci baju, piring, dan lain sebagainya pun masih ada seseorang yang menyatakan keberatan. Katanya, apa yang saya kerjakan merupakan pekerjaan seorang istri.

Bagi saya sih, tidak. Saya pikir, tugas saya sebagai suami ya meringankan tugas pasangan, bukan mempersulit apalagi membuatnya kelelahan karena beres-beres rumah.

Apa yang saya ceritakan hanya sedikit komentar dari beberapa orang di sekitar saya, lebih khususnya lagi tanggapan beberapa teman soal menikah muda. Tentu, masih jauh lebih banyak cerita, resiko, dan masalah yang sulit diperkirakan dalam waktu mendatang dalan suatu hubungan pernikahan.

Dan sebaik-baiknya teman adalah mereka yang mendukung ketika temannya yang lain memutuskan untuk menikah di usia yang tergolong muda.

Toh, dalam suatu hubungan, permasalahan itu selalu ada. Tak jarang, dari suatu masalah yang dihadapi akan saling mendewasakan, baik dari sisi hubungan juga secara personal.

Menanggapi seorang teman yang tidak lagi bisa nongkrong terlalu lama setelah menikah (bersama teman yang lain), bukannya itu hal yang baik? Tandanya, dia memiliki rasa tanggung jawab terhadap pasangannya di rumah.

Justru yang perlu diingatkan adalah seorang team yang sering ada di luar rumah hanya untuk nongkrong. Apa tega meninggalkan istri di rumah gitu aja? Kecuali memang ada niatan untuk berkumpul bersama.

Percayalah, masih banyak hal yang bisa dijadikan alasan untuk mendukung seorang teman yang memilih menikah di usia yang tergolong muda dibanding hanya memberi komentar tanpa solusi. Toh, tidak sampai merugikan dirimu juga pertemanan yang sudah terjalin, kan?

Apalagi jika sudah memenuhi syarat baik secara agama pun negara. Soal kekhawatiran secara finansial dan lain hal, nggak perlu repot-repot memikirkan. Selama mau berusaha, pasti ada jalan.

Lalu, masalahnya di mana, berkaitan menikah di usia muda? Atau jangan-jangan masalahnya ada pada dirimu yang seringkali ikut campur dalam permasalahan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun