Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Romantisasi dan Bagaimana (Loper) Koran Bertahan di Era Disrupsi

27 Desember 2019   09:00 Diperbarui: 27 Desember 2019   13:03 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Loper Koran sedang menjajakan korannya kepada pengguna jalan raya. Foto: Istimewa (Ilustrasi dari Wartapilihan.com)

"Koran.. koran.. korannya, koran.."

Semasa sekolah dulu paling tidak sampai sekitar tahun 2009, ucapan bernada khas tersebut seringkali saya dengar dari loper koran yang mengantar surat kabar ke tetangga di sebelah rumah.

Ya, tetangga saya memang memilih untuk berlangganan koran yang setiap harinya pasti diantar oleh loper koran tersebut. Selain praktis karena tidak perlu mencari koran keluaran terbaru ke tempat yang terbilang jauh, hitung-hitung berbagi rezeki kepada loper tersebut.

Loper koran yang saya kenal juga kian hari kondisi ekonominya semakin membaik. Jika sebelumnya dia mengantar koran ke tiap pelanggan sambil jalan kaki, lambat laun akhirnya dapat membeli sepeda yang akhirnya digunakan untuk berkeliling ke beberapa lokasi sambil menjajakan kertas berisikan informasi yang bermanfaat bagi banyak orang.

Namun, seiring berkembangnya zaman, loper koran semakin jarang ditemui. Wajar, karena peran mereka tergantikan oleh internet. Di mana sumber informasi yang sangat cepat dan aktual berasal. Termasuk juga bapak loper koran yang sering saya temui 10 sampai 15 tahun silam. Entah di mana beliau sekarang, semoga selalu baik-baik saja.

Sejatinya, loper koran tidak begitu saja hilang dari peredaran, masih ada, namun sulit ditemukan dan saat ini mungkin jumlahnya tidak banyak. Saya sendiri masih seringkali melihat bagaimana loper koran berjualan di sekitar stasiun kereta.

Ilustrasi Koran: Shutterstock
Ilustrasi Koran: Shutterstock
Sambil menggendong tas yang diposisikan di depan, loper koran tersebut menjual beberapa koran dari media ternama sekaligus tisu, masker, dan beberapa benda lainnya yang dapat digunakan---seperti jepitan atau ikat rambut.

Meski sudah tahu dan menyadari pembeli juga pembaca koran sudah berkurang dibanding beberapa tahun silam, namun sang loper koran tetap menawarkan kepada beberapa orang yang lewat---saya salah satunya.

Meski tidak sampai membeli korannya, saya tetap menghargai tawaran tersebut secara baik-baik. Mau bagaimana pun, meski peminatnya sudah berkurang, koran masih tetap ada yang membaca hingga saat ini.

Layaknya persaingan antara transportasi berbasis aplikasi dengan transportasi konvensional, semua masih ada penggunanya. Begitu juga dengan koran.

Secara bisnis, walaupun harus bersaing cukup berat dengan media online yang sudah berbasis aplikasi atau bisa dicek melalui handphone, koran masih tetap memiliki pembaca setia.

Maklum, banyak orang yang kini lebih memilih cukup membaca berita dari genggaman handphone, termasuk media sosial. Sebab, saat ini banyak pula media besar yang sudah sejak lama dapat diakses melalui internet juga akun media sosialnya.

Lagipula, terkadang koran tidak difungsikan secara maksimal oleh pembelinya. Masih ada saja orang yang membeli koran hanya untuk dijadikan alas duduk ketika di suatu tempat atau acara, misalnya. Padahal, dengan segala informasi yang didapat, cukup disayangkan jika koran disia-siakan begitu saja.

Sampai dengan saat ini, koran masih menjadi opsi bagi saya ketika ingin mendapatkan informasi lebih banyak, lowongan pekerjaan misalnya. Iklan lowongan yang ditampilkan selalu beragam dengan posisi yang berbeda, sehingga ada banyak pilihan bagi mereka yang sedang mencari pekerjaan.

Beruntung, di beberapa tempat saya masih bisa membaca koran secara cuma-cuma karena kelihatannya memang hampir setiap hari berlangganan. 

Ketika saya berkunjung ke rumah sakit dan bertandang ke suatu gedung dan diminta menunggu di ruang tunggu, misalnya. Selalu ada koran untuk dijadikan bahan bacaan dan agar tidak bosan pastinya.

Dengan segala persaingannya dengan media online, bagi saya, koran tetap menjadi pembeda bagi para pembacanya.

Selain harus bersaing dengan berbagai media online---juga beberapa media konvensional yang bisa diakses menggunakan internet---koran juga harus bersaing dengan beberapa platform media sosial.

Bagaimana tidak? Informasi dengan sangat cepat bisa dicari sekaligus ditemukan di sana. Cukup klik tagar yang sedang trending atau mengetikan kata kunci di kolom pencarian. Maka informasi terkini dapat dengan mudah ditemukan.

Belum lagi beberapa akun yang memiliki beragam tujuan, entah fokus membahas politik terkini, isu sosial, gosip, sampai akun yang menyediakan ruang curhat bagi para followers pun ada.

Maka tidak heran jika dibanding koran, kini media online lebih diminati. Secara perlahan, saya pikir yang akan lebih dari TV bukan hanya YouTube, tapi juga platform media sosial. Lha gimana, sadar atau tidak, isi konten dan drama yang ditampilkan seringkali kurang lebih sama saja, kok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun