Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Cerita Seorang Staf HRD dalam Keikutsertaan Job Fair

22 April 2019   06:15 Diperbarui: 22 April 2019   08:28 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pencari kerja yang antusias mengikuti job fair di kawasan Bekasi, Jumat, 05 April 2019.

Setiap HRD atau tim Rekrutmen, pasti sudah merasakan suasana job fair, semacam keharusan, karena salah satu "asupan data" bagi HR Rekrutmen adalah job fair. Kegiatan ini biasa dikenal juga dengan sebutan bursa kerja, yang biasa melaksanakan atau menjadi panitia adalah instansi pemerintah atau EO (Event Organizer). Banyak lulusan baru atau sudah berpengalaman yang bisa dikatakan potensial ketika job fair.


Selain itu, banyak juga pencari kerja yang terlihat "nothing to lose" sewaktu datang ke job fair. Pernah saya memerhatikan satu pencari kerja, hanya berlalu-lalang di antara booth sembari membawa map cokelat lamaran, sampai akhirnya acara job fair selesai.

Menarik, karena di job fair selalu bertemu beberapa tipe pencari kerja. Ada kandidat yang betul-betul niat mencari dan mendapatkan pekerjaan, sehingga semua posisi dia lamar, semua booth perusahaan dia datangi.

Lalu ada kandidat yang selektif memilih perusahaan dan posisi yang di lamar, jadi tidak semua booth dia datangi, hanya posisi tertentu yang diapply, yang terakhir ada kandidat datang ke job fair hanya untuk jalan-jalan, liat-liat booth saja.

Bagi lulusan baru dan hanya jalan-jalan di job fair, saya curiga mereka datang agar mendapatkan uang jajan dari orang tua, yang penting keluar rumah, dapat uang dari orang tua, yang penting terlihat sudah berusaha cari lowongan kerja. Untuk orang tua yang baca tulisan ini, mungkin bisa jadi masukan yang lumayan berharga. Tentu, ini hanya intermezzo dari saya.

Bagi kandidat yang antusias mencari peluang kerja, biasanya akan tertarik untuk sekadar bertanya ke HRD yang jaga di booth, tentang profil perusahaan, tersedia lowongan apa saja, bagaimana sistem kerjanya, apa saja deskripsi kerja pada lowongan tersebut, dan lain sebagainya.

Ada pencari kerja yang datang dengan orang tuanya, yang semangat justru orang tuanya, "ayo, dek, coba di sini. Coba aja dulu, siapa tau rezeki, ya, Mas?" Tanya sang Ibu ke saya.

Pernah suatu ketika, ada pencari kerja yang unik, melipir perlahan ke booth, lalu hanya bertanya, "Mas, ada lowongan, ya?" Selesai, hanya seperti itu saja, setelah itu dia pindah ke booth lain.

Lalu pernah di kantor sedang ada lowongan kerja untuk penempatan di Malaysia dan pada kesempatan job fair, ditayangkan info tersebut, ada pencari kerja yang tanya,

"MAS, INI PENEMPATANNYA BETUL DI MALAYSIA YANG NEGARA TETANGGA ITU? YANG LUAR NEGERI ITU YA MAS?!" Sengaja saya ketik capslock karena dia bertanya dengan semangat menggebu-gebu alias antusias.

Saya jawab, "iya, Mas, Malaysia yang itu". Ya saya bingung mau jawab dengan ekspresi yang gimana, saya cuma bisa jawab sewajarnya saja.

"OH, BOLEH INI MAS, NANTI SAYA COBA LAMAR MAS." jawab dia masih antusias.

"Ok, Mas, ok. Nanti boleh kirim CV via email atau mau walk in interview juga boleh." jawab saya dengan menawan. Persoalan selesai.

Ada kalanya job fair ini menjadi ajang saling menawarkan pekerjaan atau posisi yang sedang kosong, dari HRD yang satu ke HRD yang lain, saya salah satu HRD yang pernah ditawari pekerjaan oleh HRD lain untuk join di tempat dia bekerja. Sempat tidak menyangka, saya yang jelas sedang jaga booth, justru jadi salah satu orang yang ditawari pekerjaan, sebagai marketing.


"Mas, mau coba join di perusahaan kami, ga? Kami lagi butuh marketing. Benefit dan komisinya besar, loh, Mas." HRD tersebut membuka obrolan."

Oh, gitu." Saya jawab dengan nada datar, karena kurang berminat dengan posisi marketing. Lalu saya lanjut bertanya, "Mas sendiri sudah berapa lama di situ, Mas?""

Saya baru lima bulan, Mas, tapi saya udah dapat bonus 15 juta, sebentar lagi saya naik jabatan. Gimana, Mas? Tertarik? Banyak loh Mas yang mau join di tempat kami."

Masnya bersemangat sekali mengajak saya dengan "hujan lokal" yang sembari keluar dari mulutnya. Masih, jawaban Masnya belum memuaskan dahaga penasaran saya. Ketika saya lanjut bertanya, soal berapa lama rencana dia akan bertahan bekerja di bagian itu, dia bilang kalau bisa selamanya. 

Tentu dibutuhkan keyakinan dan loyalitas yang tinggi untuk dapat memberi jawaban itu, dari nada bicaranya, melalui tebakan sembarang saya, dia sedang tidak yakin.

Buat saya yang biasa mengikuti event job fair, rasanya senang dan semangat sekali ketika banyak pencari kerja yang datang bahkan bertanya, berlaku sebaliknya, ketika sepi, rasanya kurang semangat, bahkan lebih memilih berada di kantor. Mungkin yang lain pun merasakan hal yang sama.

setelah job fair selesai, biasanya saya menghubungi para pencari kerja yang memang menuliskan data diri atau menyerahkan CV. Ada satu kandidat yang responnya di luar dugaan ketika dihubungi, dia bilang,

"Saya ga percaya sama job fair, Mas! Semuanya penipu!"

Bingung, karena dia sendiri yang mengumpulkan CV. Kalau memang tidak percaya, kenapa drop CV? Kenapa datang ke job fair.

Begini, Mas dan Mba kandidat pencari kerja yang baik, kalau memang job fair ini penipuan, pasti kegiatannya sudah dihentikan dan akan dinyatakan ilegal. Perusahaan yang mengikuti pun pasti yang punya kredibilitas. 

Ajukan lamaran kerja untuk posisi yang memang benar-benar diminati juga sesuai kualifikasi. Kalau melamar kerja di luar persyaratan yang ditentukan, ya bagaimana mau dipertimbangkan oleh para HRD.

Misalnya seperti ini, misalnya, ya. Untuk posisi tertentu salah satu syaratnya wanita, lalu yang melamar pria, ya bagaimana mau dipertimbangkan. Begitu juga sebaliknya. Lolos persyaratan dari jenis kelamin saja tidak. Lalu di persyaratannya dicantumkan harus bersedia shifting, tapi pelamar kerja tidak mau, lalu, bagaimana mau berjodoh dengan posisi tersebut.

Paling umum, dibutuhkan skill bahasa asing dan kemampuan microsoft office yang baik untuk posisi tertentu, namun pelamar kerja hanya bisa basic saja. Tanpa maksud merendahkan, tapi beberapa perusahaan butuh yang memang sudah "matang" dan memiliki skill tersebut tanpa embel-embel, "tapi saya mau belajar".

Kendati demikian, saya berharap pencari kerja tetap semangat dan optimis dalam mendapatkan posisi yang memang ideal dan diinginkan. Entah melalui job fair atau fasilitas pencari kerja lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun