Biorefineri ini berbasis bahan mentah lokal berupa biomassa non-pati dari hasil industri pertanian, kehutanan, perkebunan dan lainnya. Biomassa ini cukup melimpah di Indonesia dan ada di sekitar kita misalnya dari sisa industri kelapa sawit, sisa-sisa daun tebu, tandan kosong dan batang tumbuhan, dan sebagainya.
Proses pengolahan biorefeneri (biomassa) membutuhkan mikroba untuk menguraikannya. Super mikroba digunakan untuk menghasilkan enzim untuk menghasilkan bioetanol atau produk turunan lainnya.
Yopi menjelaskan, melalui rekayasa genetika bisa menyeleksi satu hingga dua dari sekitar 2.000 mikroba lokal. Mikroba hasil seleksi mampu memproduksi enzim yang bagus untuk proses biorefineri lebih berkualitas dan efisien.
Melalui pemilihan bahan biorefineri non-pati, harga produk bioetanol diharapkan lebih bersaing dengan produk dari bahan bakar minyak dari fosil. Sementara, bahan biorefineri dari pati kurang kompetitif karena harganya lebih mahal.
LIPI menargetkan di tahun 2018, pilot plan dengan super mikroba bisa memproduksi etanol 50 gram per liter, saat ini baru berkisar 30 gram hingga 40 gram per liter. Semoga target tersebut segera terealisasi sehingga Indonesia tidak terlalu bergantung pada bahan bakar minyak berbasis fosil.
Referensi: LIPI Kembangkan Super Mikroba...