Mohon tunggu...
Septyan Hadinata
Septyan Hadinata Mohon Tunggu... buruh

Ikhlas bersama sabar dalam mengembara di dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menimbang Rasionalitas Pinjaman 230 M Pemkab Tasikmalaya

13 Oktober 2025   06:28 Diperbarui: 13 Oktober 2025   06:28 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Secara fiskal, Pemkab wajib menghitung debt service ratio---yakni perbandingan antara kewajiban pembayaran utang tahunan dengan total penerimaan daerah. Rasio ini idealnya tidak melebihi 20--25% agar APBD tetap sehat.

Dari sisi tata kelola pemerintahan, prosedur pinjaman daerah juga menuntut keterlibatan DPRD sejak tahap perencanaan, bukan setelah rencana matang dan tinggal disahkan. Komunikasi yang terlambat menimbulkan persepsi bahwa pemerintah kurang transparan, sehingga wajar jika beberapa fraksi menolak.

Sementara dari kacamata sosiologi politik, minimnya sosialisasi membuat isu ini mudah dipolitisasi. Padahal, kepercayaan publik dan DPRD adalah kunci utama agar kebijakan pembiayaan jangka panjang memiliki legitimasi moral dan sosial.

Risiko Nyata dan Potensi Manfaat

Pinjaman daerah bukan dosa fiskal. Tetapi ia adalah obat keras yang harus diminum dengan dosis dan pengawasan tepat.

Risiko negatif yang mengintai antara lain:

  • Penurunan kemampuan belanja sosial akibat beban cicilan.
  • Ketergantungan pada utang untuk pembiayaan rutin.
  • Potensi proyek gagal guna (tidak menghasilkan manfaat ekonomi).
  • Konflik politik berkepanjangan antara eksekutif dan legislatif.

Namun, manfaat potensialnya juga signifikan, bila:

  • Proyek yang dibiayai memberi dampak ekonomi langsung (misalnya pasar, terminal, jalan produksi).
  • Pembayaran cicilan diimbangi peningkatan PAD atau efisiensi belanja.
  • Pemerintah memastikan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas sejak awal.

Akar Masalah: Komunikasi yang Tertinggal

Dari banyak kasus serupa di berbagai daerah, perdebatan soal pinjaman bukan hanya masalah angka, melainkan masalah komunikasi.

Rencana sebesar Rp230 miliar seharusnya dikomunikasikan sejak tahap perencanaan RPJMD kepada DPRD dan masyarakat luas, disertai data rinci, simulasi pembayaran, dan rencana manfaat konkret.

Keterbukaan informasi publik bukan sekadar kewajiban formal, tetapi juga strategi politik dan manajerial. Dengan membuka data, menjelaskan manfaat, dan mengajak DPRD berdiskusi sejak awal, pemerintah bisa menghindari kesan "keputusan sepihak" dan membangun dukungan lintas fraksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun